BeritaDokter Agus Bersaksi di Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai

Dokter Agus Bersaksi di Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dokter Agus Chen, dokter umum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Paniai, hadir memberikan keterangan terkait kondisi korban penembakan dan penganiayaan pada Tragedi Paniai Berdarah 2014, dalam sidang pelanggaran HAM Berat Paniai yang digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Utara, Senin (17/10/2022).

Selain dokter Agus, dua saksi ahli dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangannya di hadapan Majelis Hakim. Antara lain, Brigjen (Purn) Wahyu Wibowo (69), dosen hukum militer, dan Dwi Ajeng Wulan Kristianti (42), juga dosen.

Dokter Agus menjelaskan tim dokter di RSUD Paniai sempat melakukan visum terhadap 14 orang korban kejadian 8 Desember 2014. 11 orang divisum di rumah sakit, sedangkan 3 orang divisum dari lapangan Karel Gobay Enarotali.

“Saat itu ada 11 pasien yang datang ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) rumah sakit. Satu orang diantaranya dalam kondisi sudah meninggal. Mau diotopsi, tapi keluarga korban menolak, sehingga hanya dilakukan pemeriksaan luar. Dan tiga korban meninggal lainnya dilakukan juga visum pemeriksaan luar di lapangan, sebelum dimakamkan,” kata Agus menjelaskan.

Lanjut dokter Agus, 10 korban yang terluka, satu orang rawat jalan, sembilan orang rawat inap, dua lainnya pulang paksa. Enam lainnya butuh operasi, dan dua lainnya terpaksa dirawat di ICU karena luka tembaknya cukup besar.

“Dari 10 korban luka itu, terdiri satu luka iris, dua sobek, tujuh luka tembak, lima derajat sedang dan dua derajat berat,” urainya.

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

Dijelaskan, empat korban yang meninggal dunia itu, tiga karena luka tembak, dan satu karena luka tusuk. Hanya saja, dua orang luka tembak itu tembus, salah satunya dari pinggang kiri tembus ke kanan, dan bisa jadi mengenai usus dan organ dalam lain di dalam, sehingga terjadi pendarahan.

“Satu lagi hanya luka tembak tidak tembus, dan satu lagi luka tusuk di dada kanan berbentuk bulat. Kalau saya lihat itu seperti ditusuk benda tumpul yang diruncingkan, seperti bambu runcing atau sejenisnya,” kata Agus.

Sebagai dokter umum, ia bisa memastikan luka tembak yang mengakibatkan kematian itu berasal dari tembakan dengan jarak jauh meski tak bisa memastikan jarak jauhnya seberapa.

“Itu terlihat dari luka yang dihasilkan karena tidak ada klim tatto dan klim jelaga pada luka peluru itu masuk,” ujarnya.

Soal kejadian 7 Desember malam, Agus mengaku mendapat laporan dari dokter jaga karena ada tujuh pasien datang yang mengaku korban pemukulan.

“Dari laporan itu dikatakan indikasi trauma benda tumpul,” imbuhnya.

Duduk di kursi pesakitan, terdakwa perkara pelanggaran HAM Berat Paniai 2014 Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Didampingi tim kuasa hukum diketahui Syahrir Cakkari.

Sidang dipimpin Hakim Ketua Sutisna Sawati dan Hakim Anggota Abdul Rahman, Siti Noor Laila, Sofi Rahman Dewi, dan Anselmus Aldrin Rangga Masiku menggantikan salah satu hakim ad hoc Robert Pasaribu yang berhalangan hadir di sidang kali ini.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Hingga Senin (17/10/2022), pengadilan HAM Berat Paniai di PN Makassar sudah berlangsung tujuh kali persidangan dengan menghadirkan 27 orang saksi. Terdiri dari 11 dari unsur Polri dan purnawirawan polisi, 11 dari unsur TNI AD juga purnawirawan, 2 warga sipil yaitu mantan kepala distrik Paniai Timur dan ketua Dewan Adat Paniai, serta 3 saksi ahli.

Menurut Tim JPU yang diketuai Erryl Prima Putera Agoes, pemeriksaan saksi ahli akan digelar dalam dua kali sidang.

Itu berarti, pada Kamis (20/10/2022) mendatang, agenda sidang masih mendengarkan keterangan dari saksi ahli.

Rencananya sidang yang selalu digelar di Ruang Prof Bagir Manan itu akan menghadirkan 50 saksi, baik dari JPU maupun dari kuasa hukum terdakwa.

Dalam sidang Kamis lalu, tim Jaksa menginformasikan bahwa pihaknya sedang berupaya untuk menghadirkan tiga orang saksi yang pernah dipanggil di persidangan sebelumnya. Saksi masih ada di Paniai, katanya sulit dihadirkan.

“Akan kami coba untuk memanggil saksi yang dulu kami panggil dan belum bisa dihadirkan, tapi kalau diperkenankan. Karena ini agak susah dihadirkan, mereka ada di Paniai dan bahkan katanya mendapat ancaman segala macam,” kata Jaksa.

Jaksa mengagendakan pemanggilan ulang pada sidang berikutnya setelah kesaksian ahli selesai.

Sesuai kalender awal, sidang pengadilan HAM Berat Paniai digelar dua kali seminggu yakni setiap hari Senin dan Kamis. Hal ini karena persidangan harus kelar dalam 180 hari sejak dilimpahkan ke Pengadilan HAM.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Hakim Ketua Sutisna Sawati mengatakan, sidang tetap digelar sesuai dengan kalender yang ditetapkan dan targetnya bisa tuntas sebelum 7 Desember 2022.

Tragedi berdarah 8 Desember 2014 di lapangan Karel Gobay Enarotali menewaskan empat orang warga sipil. Mereka tercatat sebagai pelajar SMA di Paniai.

Pemicunya kasus penganiayaan terhadap sejumlah anak sekolah yang ada di Pondok Natal Bukit Merah Togokotu, kampung Ipakiye, distrik Paniai Timur, kabupaten Paniai, pada 7 Desember 2014 malam.

Di pondok Natal itu mereka memutar lagu-lagu rohani menyambut kemeriahaan hari raya umat Kristiani di seluruh dunia.

Tiga anak yang sedang berdiri di depan Pondok Natal menegur seseorang yang mengendarai sepeda motor tanpa lampu. Oknum tersebut memanggil teman-temannya datang dengan bawa senjata hingga aniaya anak-anak di Pondok Natal.

Beberapa korban penganiayaan pernah mengaku dipukul dengan popor senjata.

Merespons tindakan brutal itu, pada pagi hari keluarga korban palang jalan raya Enarotali-Madi. Hingga massa pawai ke lapangan Karel Gobay untuk meminta pertanggungjawaban dari oknum pelaku.

Hujan peluru menyambut kehadiran warga hingga empat pelajar meregang nyawanya. 21 orang luka-luka. Luka berat dan luka ringan.

Terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu merupakan purnawirawan TNI yang saat kejadian menjabat sebagai Perwira Penghubung (Pabung) Kodim Paniai di Koramil 1705-02/Enarotali. Terdakwa didakwa dua pasal dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara, sebagaimana dakwaan yang dibacakan Jaksa pada sidang perdana, Rabu (21/9/2022) lalu.

 

REDAKSI

 

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi Hari Aneksasi di Manokwari Dihadang Aparat, Pernyataan Dibacakan di Jalan

0
“Pukul 11. 04 WP pihak keamanan hadirkan pihak DPR PB. Pukul 12. 05 WP, massa aksi kami arahkan untuk menyampaikan orasi politik dari masing-masing organisasi. Akhir dari orasi politik membacakan pernyataan sikap.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.