Stigma Buruk, Rasisme, Diskriminasi Masih Dihadapi Masyarakat Adat

0
594

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Jose Franscisco Call Tzay, Pelapor khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI mengungkapkan sigma buruk, rasisme dan diskriminasi masih sering terjadi kepada masyarakat adat.

Menurut Jose, bukan hanya masyarakat adat nusantara saja diperhadapkan dengan  situasi yang sulit tetapi masyarakat adat di seluruh penjuru dunia  juga mengalami hal yang sama.

“Masyarakat adat di Asia dan di tempat lain di dunia masih diperhadapkan pada situasi yang sulit. Stigmatisasi, Rasisme yang sistematik dan diskriminasi rasial masih dihadapi oleh masyarakat adat,” ujar Jose Francisco Cali Tzay melalui saluran video pada pembukaan Kongres AMAN VI (24/10), dan disaksikan oleh 2449 komunitas adat se-nusantara, di Stadion Barnabas Youwe Sentani, Senin(26/10/2022).

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Dia berharap masyarakat adat dapat diberikan otonomi untuk mengatur dirinya sendiri, dan mengatur pengelolaan sumber daya alamnya.

“Pertemuan ini juga dapat memberikan perspektif baru dan rekomendasi penting untuk memperluas kemandirian ekonomi masyarakat adat, yang tentunya akan berkontribusi bagi negara,” katanya Jose.

ads

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi kepada suarapapua.com menggatakan masyarakat adat telah terbukti mampu bertahan ketika terjadi pandemi covid-19. 

Baca Juga:  Kapendam Cenderawasih: Potongan Video Masih Ditelusuri

Karena itu, jika dunia ingin bertahan dari ancaman krisis iklim, solusinya adalah semua negara harus berinvestasi dalam perlindungan hak-hak masyarakat adat.

“Masyarakat yang sudah menjual tanahnya untuk perkebunan dan tambang, pasti akan sama dengan orang kota, akan terancam saat terjadi krisis. Tetapi masyarakat adat yang mempertahankan tanah adatnya dan hutannya, akan selamat dari krisis iklim,” tandasnya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Bangun Jembatan Hubungkan Kampung Banti 2 dan Banti 1

Rukka juga berharap kekerasan terhadap masyarakat adat tidak lagi terjadi di negara ini.

“Masyarakat adat adalah benteng terakhir bagi negara dalam menghadapi krisis iklim. Ketika hak-hak masyarakat adat tidak dilindungi negara, maka itu akan menjadi ancaman bagi negara,” tegas Rukka.

 

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaKAPP Minta Perusahaan Pemenang Tender Libatkan Pengusaha Papua
Artikel berikutnyaPengrajin Noken Keluhkan Minimnya Pengunjung