BeritaSebanyak Tujuh Kali Pasar Boswesen Sorong Dibongkar Satpol PP!

Sebanyak Tujuh Kali Pasar Boswesen Sorong Dibongkar Satpol PP!

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pembongkaran paksa pondok jualan di pasar Boswesen telah terjadi sebanyak tujuh kali dalam setahun ini [2022]. Jika ditambah dengan tahun-tahun sebelumnya maka menjadi lebih dari 7 kali.

Hal itu disampaikan pedagang pasar Boswesen Sorong, Papua Barat pada, Jumat (11/11/2022) kepada suarapapua.com usai pembongkaran menggunakan mesin sensor oleh anggota SatpolPP Kota Sorong.

Seorang pedagang bumbu dapur di pasar Boswesen yang mengaku bernama Iwan mengungkapkan bahwa pembongkaran yang terjadi seperti hari ini telah terjadi sebanyak 6 kali. ditambah dengan pembongkaran hari ini, maka menjadi 7 kali.

Akibat dari pembongkaran pondok yang terjadi seperti hari ini katanya, ia bersama istrinya telah berpindah lokasi jualan sebanyak enam kali. Katanya, hasil dari pembongkaran itu, pihak pemerintah tidak mengganti rugi material yang telah dibongkar, padahal bahan-bahan yang digunakan merupakan hasil dari usaha pribadi.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

“Sudah enam kali dapat bongkar. Kalau tambah yang hari ini maka menjadi tujuh kali. Kami hanya hitung pembongkaran yang terjadi di satu tahun ini, kalau [dihitung dengan yang] lainnya lagi berarti lebih dari tujuh kali. Kami tidak pernah minta ganti rugi. Pak mantan Wali Kota janji ganti rugi, tapi sampai sekarang belum [pernah] diganti,” tuturnya.

Sejauh ini, walaupun pondok dari para pedagang terus dibongkar, tetapi pihaknya terima itu dan terus mencari bahan baru dan lokasi untuk kembali berjualan. Semua ini dilakukan untuk kebutuhan sehari-hari.

Hal serupa disampaikan, Sarah Dwit, yang mengaku bahwa pembongkaran pondok jualan di pasar Boswesen telah dilakukan lebih dari 7 kali.

Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah agar tidak mengusir para pedagang di pasar Boswesen dengan cara-cara seperti ini. Sebab semua yang berjualan di sini [Boswesen] adalah mencari uang untuk kebutuhan makanan minum dan kebutuhan biaya sekolah anak-anaknya.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Dikatakan, dirinya pernah berjualan di pasar modern Rufei Sorong, namun hasil dagangnya tidak laku. Di mana sayur dan barang dagangan lainnya busuk, sehingga tidak ada keuntungan, padahal ia membutuhkan uang untuk modal.

“Kalo hitung dari awal sudah lebih dari tujuh kali. Jadi Jangan usir kami lagi. Kami sudah jualan di pasar modern Rufei, tapi barang tidak laku. Barang busuk. Pasar modern Rufei itu biar orang jual pakaian saja, dan barang grosir lainnya. Kami tetap berjualan di pasar Boswesen, karena barang cepat laku. Tong dapat uang cepat. Tong butuh uang cepat untuk makan minum, ganti utang di Koperasi, kebutuhan anak sekolah dan kuliah,” tukas Sarah.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Sementara seorang pembeli yang bernama Rina mengaku bahwa dirinya tetap berbelanja di pasar tersebut, walaupun pasar itu telah dibongkar.

Katanya, lebih mudah akses untuk belanja di pasar Boswesen daripada ke pasar modern Rufei, karena kejauhan dan tidak ada akses transportasi yang masuk ke pasar modern Rufei.

“Saya lebih nyaman belanja di pasar Boswesen, karena akses mudah dan tidak butuh biaya transportasi lagi. Ke sana [pasar Rufei], tapi tidak ada taksi yang masuk di sana. Kalau ke sana biaya taksi, dan biaya ojek lagi. Uang bisa habis di transportasi saja,” pungkas Rina.

 

Pewarta: Mari Baru
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

0
Tidak Sah semua klaim yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak memiliki bukti- bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati dan bahwa bangsa Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki kedaulatan sebagai suatu bangsa yang merdeka sederajat dengan bangsa- bangsa lain di muka bumi sejak tanggal 1 Desember 1961.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.