BeritaMK Dituntut Seumur Hidup, PH: Penerapan Hukum Diskriminatif dan Menindas Rakyat Papua

MK Dituntut Seumur Hidup, PH: Penerapan Hukum Diskriminatif dan Menindas Rakyat Papua

SORONG, SUARAPAPUA.com — Pengadilan Negeri Sorong kembali melanjutkan sidang perkara Melkyas Ky, nomor PDM-75/R.2.11/ Eoh.2/05/2022 dengan agenda sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin (9/1/2023).

Dalam tuntutannya JPU menyatakan, dari keterangan saksi-saksi yang diperiksa selama sidang, serta barang bukti, terdapat kesesuaian, membuktikan bahwa terdakwa Melkyas Ky terlibat secara sah dan meyakinkan dalam peristiwa pembunuhan empat anggota TNI Pos Koramil Kisor, Maybrat, 2 September 2021.

Eko Nuryanto, JPU mengatakan atas perbuatannya itu, Melkias Ky telah melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta sikap tidak kooperatifnya dalam sidang dengan membantah keterangan saksi dan tidak mengakui perbuatannya, maka tidak ada alasan yang dapat meringankan hukumannya.

“Kepada majelis hakim memohon untuk dapat menghukum Melkyas Ky dengan hukuman penjara seumur hidup,” kata JPU.

Tanggapan Penasehat Hukum

Leonardo Ijie, penasehat hukum (PH) terdakwa menilai JPU tidak konsisten dalam menuntut terdakwa. Kata Leo, hal itu bila dibandingkan dengan 6 terdakwa lainnya yang disidangkan di Pengadilan Negeri Makasar.

“Sama dengan yang sekarang, terdakwa telah mencabut keterangan dalam BAP, pasal yang digunakan juga sama, tetapi terdakwa dituntut seumur hidup, sementara 6 terdakwa di Makassar 20 tahun,” ujarnya.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Direktur LBH Kaki Abu ini menyatakan, pihaknya akan menyampaikan beberapa alasan dalam nota pembelaannya. Leo berharap, jaksa dan hakim tidak melihat dari BAP semata.

“Kasus ini harus dilihat dari fakta persidangan,” ujar Leo.

Sementara itu, Yohanis Mambrasar, PH terdakwa juga menjelaskan, pihaknya berpendapat begitu karena dari fakta-fakta persidangan melalui keterangan para saksi yang dihadirkan JPU terungkap bahwa tidak ada fakta sidang yang kuat.

“Tidak ada fakta yang kuat dan meyakinkan bahwa Melkyas Ky merupakan pelaku dalam peristiwa pembunuhan empat anggota TNI Pos Koramil Kisor dimaksud,” ujar Mambrasar.

Melkyas Ky di ruang sidang PN Sorong. (Dok. PH)

Dijelaskan, saksi kunci dalam peristiwa ini adalah 7 anggota TNI Pos Koramil Kisor, yaitu Muhamad Iqbal, Edmon Hukubun, Klifi Febriansyah, Catur Prasetyo, Ronald Hindom, Juliano Askusriadi dan Imanuel Wenatubun, yang mengalami langsung peristiwa tersebut.

“Dalam kesaksiannya di pengadilan, saksi Iqbal, Catur dan Klifi mengatakan melihat adanya pelaku masuk di dalam pos melakukan penyerangan menggunakan parang, tetapi mereka mengatakan tidak dapat memastikan bahwa pelaku adalah Melkyas Ky. Saksi Ikbal misalnya dalam kesaksiannya katakan bahwa ia hanya melihat pelaku menggunakan jaket switer berwana putih merah, tetapi dia tidak melihat wajahnya karena pelaku berdiri membelakanginya. Dia hanya melihat bagian belakang pelaku,” lanjutnya membeberkan.

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Advokat PAHAM Papua itu juga mengutip kesaksian dari Edmon dan Ronal yang mengaku saat peristiwa terjadi mereka sedang tidur dan baru bangun setelah kejadian. Mereka tidak melihat pelaku.

“Kemudian, saksi Juliano mengatakan saat peristiwa dia sedang tidur. Dia baru bangun setelah mendengar suara rekannya, lalu melakukan penyelamatan diri. Kata dia, saat itu tidak melihat Melkyas Ky dalam pos Koramil.”

Yohanis membeberkan, saksi Mahkota yang dihadirkan dalam sidang pun mencabut keterangannya dan mengaku awalnya mereka memberi keterangan yang menyebut bahwa Melkyas Ky terlibat karena dipaksa bahkan dipukul oleh penyidik.

“Keterangan saksi Mahkota pun tidak bisa digunakan untuk menerangkan tuduhan JPU,” tegasnya.

Menurut Yohanis, keterangan saksi verbalisan yakni 2 anggota polisi tidak bisa menjadi acuan utama karena kedua saksi tidak menyaksikan langsung peristiwa, bahkan juga tidak ada di TKP saat peristiwa terjadi.

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

“Tuntutan JPU ini terlihat jelas bahwa seluruh argumentasinya dibangun berdasarkan keterangan saksi pada berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian. Ini menunjukkan bahwa JPU dalam menyusun tuntutan ini tidak berbasis pada fakta-fakta persidangan. Sedangkan keterangan saksi pada BAP bukanlah merupakan fakta sidang yang memiliki kekuatan pembuktian,” ujar Yohanis.

Tuntutan JPU yang tinggi serta tidak berbasis pada fakta sidang/fakta materil, tegas Mambrasar, memperlihatkan JPU dalam memeriksa perkara ini tidak mengedepankan kepentingan keadilan hukum.

“Ini menunjukkan bahwa adanya praktek-praktek ketidakadilan yang terus dilakukan terhadap rakyat Papua melalui sistem hukum. Ini merupakan bentuk praktek diskriminasi hukum terhadap rakyat Papua. Penerapan hukum yang diskriminatif di Papua menciptakan ketidakadilan dan menyuburkan konflik berkepanjangan,” tandasnya.

Melkyas Ky, warga sipil Maybrat, ditangkap hingga dikriminalisasi melalui proses penyidikan di kepolisian dan jaksa serta proses persidangan di PN Sorong. Ia merupakan korban salah tangkap aparat keamanan terkait dengan peristiwa penyerangan pos Koramil Kisor, 2 September 2021.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Forum Komunikasi Lintas Suku Asli Tambrauw mengingatkan pengurus partai politik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, untuk transparan dalam tahapan pendaftaran...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.