BeritaSidang Pledoi, PH Minta Abraham Fatemte Segera Dibebaskan

Sidang Pledoi, PH Minta Abraham Fatemte Segera Dibebaskan

SORONG, SUARAPAPUA.com — Sidang perkara nomor 255/Pid.B/2022/PN Son dengan terdakwa Abraham Fatemte kembali digelar di Pengadilan Negeri Sorong, Senin (6/2/2023), dengan agenda sidang pembacaan nota pembelaan (Pledoi) oleh terdakwa yang dibacakan Tim Kuasa Hukum.

Sidang dipimpin para majelis hakim Lutfi Tumo sebagai ketua majelis dan hakim anggota Rivai Rasyid Tukuboya dan Bernadus Papendang.

Yohanis Mambrasar, tim Penasehat Hukum Terdakwa Abraham Fatemte, menyatakan, penegakan hukum harus dikedepankan dengan merujuk kebenaran materil yang terungkap pada persidang perkara ini.

Selain advokat PAHAM Papua, tergabung juga advokat LBH Kaki Abu dalam tim PH terdakwa Abraham Fatemte.

Dalam nota pembelaan yang diajukan tim kuasa hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan Abraham Fatemte dari tuntutan kurungan penjara 20 tahun yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

“Pembelaan membebaskan Abraham Fatemte ini diajukan bukan saja untuk melengkapi proses persidangan secara formil belaka, namum pembelaan dengan isinya memohon hakim membebaskan Abraham Fatemte ini dilakukan untuk mendorong hakim menegakan hukum secara sebenar-benarnya, yaitu bahwa majelis hakim harus memutuskan perkara ini secara benar dan adil sesuai kebenaran materil yang terungkap pada persidangan perkara ini,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima suarapapua.com, Selasa (7/2/2023) pagi.

Dikemukakan, kebenaran materil pada sidang pembuktian perkara ini mengungkapkan secara jelas dan benar bahwa Abraham Fatemte tak terbukti bersalah, tak terlibat dalam bentuk apapun dalam peristiwa pembunuhan 4 anggota TNI dalam penyerangan pos Koramil Kisor, kabupaten Maybrat, yang dilakukan TPNPB Maybrat pada 2 September 2021.

“Fakta-fakta persidangan yang terungkap melalui pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh JPU dan Terdakwa, serta barang bukti menujukan bahwa Abraham Fatemte bukanlah pelaku sebagaimana didakwakan oleh JPU. Ini terungkap dari keterangan saksi yang tidak saling bersesuai dan juga tidak adanya satu pun barang bukti berupa benda-benda yang digunakan saat melakukan tindak pidana dimaksud, yang dapat dihadirkan di dalam sidang pembuktian untuk diperiksa dan menjadi bukti untuk membuktikan dakwaan JPU,” bebernya.

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Lanjut Yohanis, dalam sidang pembuktian terdapat kesesuaian antara saksi JPU dan saksi Terdakwa (saksi menguntungkan) yang keduanya mengaku bahwa Abraham Fatemte berada di kabupaten Tual pada Agustus dan September 2021, waktu dimana peristiwa penyerangan pos Koramil Kisor terjadi.

“Hal ini membuktikan bahwa benar Abraham Fatemte bukanlah pelaku.”

Sebagai warga sipil Maybrat, kata Mambrasar, Abraham Fatemte merupakan korban salah tangkap Kepolisian Sorong Selatan dalam proses hukum peristiwa penyerangan pos Koramil Kisor.

Baca Juga:  Kotak Suara Dibuka di Pleno Tingkat Provinsi PBD, Berkas C1 Tak Ditemukan

Kliennya ditangkap aparat kepolisian di kota Sorong, 24 Maret 2022.

“Saat terjadi peristiwa penyerangan pos Koramil Kisor, Abraham Fatemte sedang berada di kampung Kolser, Maluku Tenggara. Dia tinggal bersama istrinya di rumah mertuanya,” kata Yohanis.

Elson S, Butarbutar, JPU dalam sidang sebelumnya menuntut terdakwa Abraham Fatemte 20 tahun penjara karena dianggap melanggar Pasal 353 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Tuntutan tersebut sudah masksimal sebab terdakwa terlibat dalam melakukan penyerangan pos Koramil Kisor yang mengakibatkan 4 orang anggota TNI menjadi korban,” kata JPU.

Sidang perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda replik oleh JPU pada Rabu (8/2/2023). Kemudian, sidang duplik pada Jumat (10/2/2023). Dan, sidang putusannya akan digelar Senin (13/2/2023).

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

0
“Kami mendesak tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua dan hentikan operasi militer di atas tanah Papua. Cabut undang-undang Omnibus law, buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya ke tanah Papua,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.