Tanah PapuaMeepagoSurat Gembala Keuskupan Timika pada Masa Pra Paskah 2023

Surat Gembala Keuskupan Timika pada Masa Pra Paskah 2023

PANIAI, SUARAPAPUA.com — “Jalan bersama dalam satu keluarga besar sebagai ciptaan Tuhan”, itulah tema utama Pra Paskah tahun 2023 bagi umat Katolik di Keuskupan Timika.

Tema utama masa Pra Paskah tahun 2023 itu tertera dalam Surat Gembala Keuskupan Timika yang dikeluarkan Pastor Marthen Ekowaibi Kuayo, Pr, Administrator Diosesan Timika, 14 Februari 2023. Surat Gembala diterbitkan bertepatan dengan pembukaan Musyawarah (Muspas) Mee VII di Paroki Santo Fransiskus Assisi Epouto, Dekenat Paniai, Keuskupan Timika.

Redaksi Suara Papua menurunkan Surat Gembala Keuskupan Timika tahun 2023 secara lengkap berikut ini:

SURAT GEMBALA KEUSKUPAN TIMIKA
Tahun 2023

Tema: “JALAN BERSAMA DALAM SATU KELUARGA BESAR SEBAGAI CIPTAAN TUHAN”

Saudara-saudari Umat Tuhan yang kami kasihi,

Hari Rabu, tanggal 22 Februari 2023, kita ditandai dengan abu di dahi sebagai tanda kita memasuki masa pra Paskah. Masa Pra Paskah adalah masa Pantang dan Puasa. Kesempatan untuk mati-raga, melepaskan egoisme pribadi, kebutuhan pribadi dengan memperhatikan kepentingan bersama dan semakin mendekatkan diri dengan Allah. Kita mengurangi keinginan dan hawa nafsu pribadi demi keselamatan bersama. Masa dimana kita melihat diri pribadi, juga menyadari diri sebagai bagian dari sesama kita dan lebih luas lagi bagian dari alam semesta.

Masa Pra Paskah adalah masa atau waktu yang dikhususkan untuk kita menyadari diri kita sebagai makhuk ciptaan Tuhan bersama dengan ciptaan alam semesta ini. Ciptaan Tuhan bukan hanya manusia, tetapi manusia adalah salah satu dari ciptaan Tuhan.

Maka, sejak tahun 2016, Bapa Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik yang mengajak umat Katolik seluruh dunia untuk menjaga, melindungi dan mengelola keutuhan ciptaan Tuhan (Laudato Si’). Bumi ciptaan Tuhan ini rumah bersama semua orang, maka kita bersama-sama merawat, melindungi dan mengelola sambil menjaga keseimbangan alam ini.

Seruan “Menghargai bumi sebagai rumah bersama atau keutuhan ciptaan Tuhan (Laudato Si’) dari Paus Fransiskus telah disesuaikan dalam konteks Papua, khususnya Keuskupan Timika dengan bahasa simbolis memakai tema “Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak). Tungku Api adalah inti dari dapur yang memberikan kehangatan, penghidupan bagi siapa saja yang tinggal di rumah. Alam ini ibarat Tungku Api untuk mengolah dan memberikan penghidupan bagi umat manusia.

Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak) bukanlah suatu program, karena program terbatas dengan waktu tertentu, program punya target dan hasil yang dicapai dalam waktu tertentu. Gerakan berarti proses dalam kehidupan yang terus menerus diusahakan oleh kita. Gerakan mengandung spirit yang mengarahkan kita berjuang dalam berbagai segi kehidupan, di dalam keluarga, di dalam Komunitas Basis (Kombas) maupun di tengah-tengah masyarakat.

Sejak tahun 2017, umat Keuskupan Timika telah berjalan bersama dalam suatu gerakan bersama yakni Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak) dengan Bapak Tungku Api Kehidupan, Mgr. John Philip Saklil (almarhum) sampai tahun 2019. Gerakan ini masih menjadi bagian dari perjalanan kehidupan umat di Keuskupan Timika di tahun 2023.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

Walaupun Uskup Penggagas Gerakan Tungku Api Kehidupan sudah tidak ada bersama kita. Mungkin baik kami mengangkat beberapa kebijaksanaan atau nasehat/wejangan dari Bapak Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak) Mgr. John Philip Saklil, antara lain:

– “Jangan hidup dari hasil jual tanah dan dusun, tetapi hidup dari hasil olah tanah dan dusun”.

– “Membaca dan menulis lebih penting daripada bicara. Belajar lebih penting dari mengajar”.

– “Lebih baik tidak lancar baca dan tulis karena tidak sekolah, daripada sekolah tapi tidak lancar baca dan tulis”.

– “Anak tidak sekolah atau putus sekolah akan membawa malapetaka dalam hidup keluarga dan masyarakat”.

– “Kehancuran pendidikan sama dengan kehancuran masyarakat”.

“Jangan mati di rumah kos, rumah sewa, rumah kontrakan, di hotel, tetapi harus mati di rumah sendiri atau rumah pribadi”.

– “Hidup dari hasil kebun, bukan dari hasil proposal”.

– “Jangan pernah hidup bergantung pada orang lain”.

Saudara-saudari umat Allah yang terkasih,

Saya mengajak, secara khusus dalam masa Pra Paska tahun ini, mari kita mengakarkan Injil dalam kehidupan kita, khususnya dalam keluarga, dalam hidup menggereja, dalam bermasyarakat dan dalam budaya kita. Apapun yang kita buat dalam bentuk gerakan atau program atau rencana kerja strategis (Renstra) bila tidak dilandasi oleh nilai-nilai injili yang disampaikan oleh Tuhan kita Yesus Kristus dalam pribadi orang, maka hasilnya tidak akan memberikan makna dalam kehidupan. Pekerjaan kita tanpa didasari oleh nilai-nilai injili, maka yang kita akan capai adalah egoisme kita (menguntungkan pribadi, atau kelompoknya) dan mengorbankan sesesama maupun mengorbankan alam sekitar kita.

Gagasan Gerakan Tungku Api Kehidupan agar setiap orang menyadari pentingnya melindungi sesama dan mengelola sumber-sumber hak hidup masyarakat yang beriman dan berbudaya. Tungku Api sebagai simbol harus diusahakan menyala dalam Terang Tuhan. Terang Tuhan menjadi jiwa dari Gerakan Tunggu Api Kehidupan, sehingga kesejahteraan bersama selalu harus menjadi prioritas. Atas dasar nilai injili dan Terang Tuhan, dunia pendidikan kita akan menghasilkan manusia yang berkualitas.

Ada beberapa tantangan yang kita hadapi bersama dalam keluarga besar di Keuskupan Timika dan pada umumnya di Tanah Papua. Tantangan ini akan berdampak besar dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat bila kita tidak mencari solusi yang baik dan tepat. Masa Pra Paskah ini saya menyebutkan dua tantangan yang menghantui kita yang perlu kita mencari solusinya:

Tantangan Pertama: Tingkat Kemiskinan Tinggi

Kenyataan bahwa kekayaan alam Papua berlimpah, tidak diimbangi dengan sumber daya manusia. Sumberdaya alam berlimpah tidak dibarengi dengan kemampuaan mengelola dan perlindungan alam yang ada, mengakibatkan pemiskinan meningkat. Kekayaan alam bukan lagi dinikmati oleh pemiliknya, tetapi dikelola oleh mereka yang punya keterampilan dan kemampuan sumber daya manusia.

Pengambilan sumber daya alam dalam jumlah yang besar terdiri atas pertambangan, penebangan kayu, perikanan ilegal, perkebunan kelapa sawit, persawahan, dan lain sebagainya. Sumber-sumber daya alam yang kaya di Papua akan tetap menjadi salah satu keluhan utama dan pemicu konflik (baik vertikal antara negara dan rakyat, juga secara horizontal antara para anggota masyarakat) selama pembagian dari kekayaan yang terkumpul dari eksploitasi alam tidak dibagi secara adil dan jelas.

Baca Juga:  Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

Kondisi ini tidak diimbangi dengan kenyataan sulitnya akses terhadap pelbagai kebutuhan pokok (misalnya pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat), tingginya angka kematian bayi, rendahnya akses terhadap layanan umum, meningkatnya arus urbanisasi. Kasus migrasi spontan menunjukkan distribusi penduduk yang tidak sejalan dengan distribusi kesejahteraan. Ketidakseimbangan komposisi penduduk tidak hanya terjadi diantara penduduk daerah perkotaan dan pedesaan, tetapi juga antara masyarakat asli Papua dan non Papua.

Tantangan Kedua: Krisis Pendidikan

Kenyataan bahwa terjadi ketidakseimbangan pendidikan di pusat-pusat kota kabupaten dengan pendidikan di pinggiran kota, di pedalamaan dan pesisir. Proses belajar mengajar (KBM) di sekolah-sekolah di pinggiran tidak berjalan dengan baik. Yang menjadi persoalan besar adalah sekolah-sekolah di pesisir kota, pedalaman dan pesisir pantai yang nota benenya masyarakat lokal/Papua, tidak berjalan lancar. Akibatnya, kebanyakan anak asli Papua tidak tahu baca, tulis dan hitung, kebanyakan putus sekolah.

Sekolah-sekolah menghasilkan banyak lulusan, tetapi anak-anak tidak bisa meneruskan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi karena tidak lulus tes atau diterima, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sekolah. Misalnya, beberapa sekolah YPPK di kota menolak menerima anak-anak yang tidak tahu baca, tulis dan hitung walaupun Yayasan mendesak untuk menerima. Ruang kelas ada yang kosong, tetapi menolak terima karena guru tidak mau repot mengajar ulang. Banyak anak yang mencari sekolah yang tidak berkualitas agar dengan mudah mendapat ijazah.

Kualitas pendidikan rendah akan menghasilkan rendahnya kualitas hidup masyarakat. Gereja termasuk mengalami krisis pewarta dan pengurus Gereja yang berkualitas.

Akhir-akhir ini kebijakan pemerintah pusat yang berubah-ubah membingungkan tenaga-tenaga pendidik dan kependidikan dengan istilah PPki. Masa depan guru-guru semakin tidak jelas berdampak pula pada pengabdian dalam tugasnya. Banyak sekolah tingkat SMP dan SMA yang didirikan pemerintah hampir di setiap distrik tanpa memperhitungkan ketenagaan (guru) dan fasilitas pendukung bagi para peserta didik dan pendidik.

Saudara-saudari yang terkasih,

Sesuai dengan tema Pra Paskah tahun 2023 yakni “Jalan Bersama Dalam Satu Keluarga Ciptaan Tuhan”, saya mengajak untuk:

Pertama: Mengalami dan merasakan dalam diri kita masing-masing bahwa kita Jalan Bersama dengan yang lain (entah sesama manusia atau alam) dalam tuntunan dan bimbingan Tuhan. Karena orang yang merasa dirinya sedang jalan bersama dengan orang lain atau bagian dari alam ciptaan Tuhan, maka dia akan menghargai dan menghormati serta mengasihinya. Dia tidak akan melihat dirinya sebagai manusia super dan egois. Dia tidak akan merampas hak orang lain dan tidak menjadi rakus dalam hidupnya. Orang yang merasa dirinya bagian dari yang lain, dia akan berkorban untuk keselamatan sesamanya dalam kehidupan. Dia akan terlibat dalam usaha memberantas kemiskinan dan bukan pencipta ruang kemiskinan. Orang yang merasa dirinya bersama dengan sesama yang lain, dia akan menyelamatkan anak-anak muda dari kebodohan dan keterbelakangan.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

Kedua: Saya mengajak kita semua menghidupi kehidupan ini atas dasar nilai-nilai injil Tuhan kita Yesus Kristus. Gerakan Tungku Api Kehidupan adalah gerakan mengakarkan nilai-nilai Injil dalam kehidupan. Tungku Api tetap menyala kalau Injil mengakar dalam hidup kita. Sukacita bisa dialami oleh manusia kalau manusia percaya bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan bagi manusia untuk terus menjaga dan melesatarikan demi kesejahteranan hidup manusia dan semua makhluk hidup di atas muka bumi. Tantangan pendidikan dan kemiskinan di Tanah Papua harus dihadapi dan diperjuangkan atas dasar nilai-nilai injil dan iman, bukan landasan politis. Orang yang berimanlah yang akan merubah dunia pendidikan dan kemiskinan di Papua.

Ketiga: Saya mengajak umat Keuskupan Timika untuk membangun Tungku Api Keluarga. Rapat Dewan Pimpinan Keuskupan Timika (Rapat Konsultores) yang berlangsung 10-13 Januari 2023 telah  memutuskan dan menetapkan Program Pastoral tahun 2023, yakni Pastoral Jalan Bersama (Sinodal) berbasis data dan keluarga. Berkaitan dengan pastoral berbasis data, saya mengajak untuk terlibat dalam pendataan umat yang sedang dikoordinir oleh Tim Gertak Keuskupan Timika.

Tungku Api Keluarga adalah menjamin hidup keluarga yang beriman, damai, dan sejahtera. Dapur Keluarga tetap berasap agar anak anak bertumbuh dengan sehat, mendapat pendidikan yang layak, dan mewarisi nilai-nilai budaya kehidupan. Pendidikan dasar dan pembentukan karakter awal anak dimulai dari keluarga. Anak adalah investasi yang berguna untuk masa depan keluarga. Mungkin saat ini orang tua membiayai pendidikan anak dengan uang belasan ribu, puluhan ribu rupiah per bulan, tetapi saya mau meyakinkan anda bahwa 20 tahun kemudian setelah selesaikan pendidikan dan bekerja, anak kita akan menghasilkan puluhan juta bahwa ratusan juta untuk memenuhi kesejahteraan keluarga. Harga diri dan kebanggaan sebagai orangtua akan meningkat dalam kehidupan. Dan lebih-lebih kita menunaikan tugas panggilan Tuhan dengan paripurna.

Setiap keluarga mengelola rumah dan pekarangan sebagai sumber kebutuhan hidup dan menjamin perlindungan keutuhan ciptaan Tuhan. Maka itu, saya mengajak setiap keluarga untuk punya rumah sendiri, punya kebun sendiri, dan punya sumber keuangan sendiri.

“Ketika kita mati, jangan kita dikuburkan dari rumah sewa, dari rumah kos dan dari rumah kontrakan, melainkan dari rumah sendiri,” wasiat bapak Gerakan Tungku Api Kehidupan, Mgr. John Philip Saklil, alm. “Parate Viam Domini”.

Epouto, 14 Februari 2023

Bertepatan dengan pembukaan Musyawarah Pastoral Mee VII

P. Marthen Ekowaibi Kuayo, Pr
Administrator Diosesan Timika

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

0
Tidak Sah semua klaim yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak memiliki bukti- bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati dan bahwa bangsa Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki kedaulatan sebagai suatu bangsa yang merdeka sederajat dengan bangsa- bangsa lain di muka bumi sejak tanggal 1 Desember 1961.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.