JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Ketua ULMWP Benny Wenda, mengakui pembebasan kapten pilot Philips Mehrtens asal Selandia Baru, yang dilakukan kelompok TPNPB Ekianus Kogeya ada di luar kendalinya.
Para pejuang Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di bawa pimpinan Kogeya menculik Mehrtens pada tanggal 7 Februari setelah ia mendaratkan sebuah pesawat penumpang komersial kecil Susi Air di Kabupaten Nduga, Pegunungan Papua.
Pihaknya kemudian membakar pesawat itu dan menuntut pemerintah Selandia Baru untuk bernegosiasi secara langsung untuk membebaskan Mehrtens.
Wenda mengatakan kepada RNZ Pacific bahwa ia tidak membenarkan tindakan TPNPB itu itu dan menyerukan agar mereka membebaskan pilot tersebut secara damai.
Ia mengakui bersimpati kepada rakyat Selandia Baru dan keluarga Merhtens, namun ia menegaskan bahwa situasi ini merupakan akibat dari penolakan Indonesia untuk mengizinkan Komisioner Hak Asasi Manusia PBB untuk mengunjungi Papua Barat.
“Karena tempat di mana kejadian ini terjadi adalah tempat di mana ratusan ribu orang mengungsi sejak tahun 2018 hingga sekarang, yaitu di Nduga, termasuk Intan Jaya, Maybrat dan juga Oksibil. Jadi apa yang terjadi saat ini adalah peringatan bagi Indonesia untuk mengizinkan kunjungan Komisaris Tinggi PBB yang telah mereka abaikan selama tiga tahun terakhir ini. Kami tidak bermusuhan [dengan Selandia Baru]. Kami sangat baik dengan mereka,” kata Wenda.
“Selandia Baru adalah pendukung yang sangat kuat bagi Papua Barat. Saya tidak berpikir kelompok [TPNPB] dapat membahayakan pilot kecuali jika Indonesia menggunakan situasi ini untuk membahayakan. Itulah yang menjadi perhatian saya.”
Ia mengatakan bahwa Indonesia harus mempertimbangkan tuntutan TPNPB.
Editor: Elisa Sekenyap