PolhukamHAMRilis Kejadian di Puncak, IPMAP se-Jawa Bali Tegaskan 11 Tuntutan

Rilis Kejadian di Puncak, IPMAP se-Jawa Bali Tegaskan 11 Tuntutan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Rentetan kejadian mengerikan yang menimpa warga sipil di kabupaten Puncak, Papua Tengah, berlangsung cukup lama. Dari sejak 2020 hingga 2023, korban meninggal dunia dan luka-luka terus meningkat.

Kondisi tak diinginkan itu sangat disesalkan mahasiswa-mahasiswi asal kabupaten Puncak di berbagai kota studi se-Jawa dan Bali.

Ikatan Pelajar Mahasiswa Kabupaten Puncak (IPMAP) se-Jawa dan Bali bahkan merilis rentetan kasus pelanggaran HAM terhadap masyarakat sipil di kabupaten Puncak.

“Kasus pelanggaran HAM di kabupaten Puncak semakin masif. Sampai sekarang terjadi berbagai tindakan represif dari aparat kepada masyarakat sipil. Hal itu tidak bisa dibiarkan. Apalagi tindakannya sudah memakan nyawa anak dibawa umur dan warga sipil yang tidak tahu apa-apa,” tulisnya dalam rilis yang diterima media ini, Senin (27/3/2023).

Dalam hukum HAM Internasional Pasal 6 Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-undang nomor 12 tahun 2005, ditegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorangpun yang boleh dirampas hak hidupnya.

Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, hak untuk hidup dilindungi dalam Pasal 28a dan 281 UUD 1945, Pasal 9 UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, yang intinya setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup.

“Semenjak terjadi kasus penembakan terhadap lima orang warga sipil di kampung Yaiki-Maiki, distrik Gome Utara, kabupaten Puncak, antara bulan November hingga Desember 2020, kemudian pada Juni 2021 pasukan militer Indonesia bunuh empat orang warga sipil di distrik Amilia, desa Eromaga, dari 2020 hingga 2021 masyarakat yang korban terhitung sembilan orang diantaranya anak sekolah dan masyarakat sipil,” bebernya.

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

Dalam keterangan tertulis itu, Deris Hagabal, pengurus IPMAP Malang, Jawa Timur, menjelaskan, anggota TNI/Polri dari Yonif 751 menuduh anak-anak SD telah membantu merampas sepucuk senjata milik aparat TNI tanpa bukti dan kejelasan yang pasti di distrik Sinak, kabupaten Puncak.

“Pada tanggal 22 Februari, TNI dari Yonif 751 pukul tujuh anak hingga mengalami luka berat dan Makilon Tabuni meninggal dunia karena pukulan. Mereka dituduh mencuri senjata,” katanya.

Tanggal 3 Maret 2023 kembali terjadi kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI (Satgas Yonif 303) terhadap warga sipil. Ini menurut Deris, kasus pelanggaran HAM terbaru di kabupaten Puncak.

“Kejadian ini karena emosi. Tujuan TNI dan Polri ke kampung Pembut untuk menyerang pimpinan Kelenak Murib dan Teni Kulua, tetapi karena tidak ada akhirnya lepaskan tembakan dan menewaskan ibu Tarina Murib saat dia keluar dari rumah (Honai) untuk buang air pada jam lima subuh,” urainya.

Dari informasi lapangan, saat itu karena ada bunyi tembakan, TPNPB pimpinan Kelenak menyuruh anggotanya cek. Ternyata ibu Tarina Murib tewas tertembak.

“Akibat kejadian itu, pasukan TPNPB pimpinan Kelenak Murib menyerang TNI. TPNPB tembak Praka JM anggota Satgas Jonif 303 Sinak dan satu anggota luka-luka,” tulisnya.

Yehuda Alom, mahasiswa IPMAP juga menyatakan tak terima dengan tindakan TPNPB di Puncak terhadap militer Indonesia. Gabungan TNI/Polri tembak masyarakat. Akhirnya delapan orang korban.luka-luka dan Tarina Murib meninggal hingga dimutilasi.

“Tanggal 22 Maret 2023, distrik Kimak kampung Kimak melalui Koramil, Polsek serta pemerintah kabupaten Puncak mengeluarkan informasi tentang DPO kepada pimpinan Lekagak Telenggen. Hal itu membuat TPNPB Sinak terpancing dan menembak tukang ojek, lalu pihak TNI/Polri mengejar TPNPB ke distrik Gome kampung Yenggernok dan membakar sejumlah rumah, menewaskan anak di bawah umur atas nama Enius Tabuni umur 12 tahun meninggal di kampung Yenggernok,” urainya.

Baca Juga:  Tragedi Penembakan Massa Aksi di Dekai 15 Maret 2022 Diminta Diungkap

Kontak tembak antara TNI/Polri dan TPNPB membuat warga distrik Gome, Magebume dan Yugumuak mengungsi ke distrik Sinak. Sebagian lainnya ke kabupaten Mimika dan Nabire.

Sejak 2020 hingga 2023, angka kejahatan terhadap masyarakat sipil diakui cukup meningkat. Selain dua orang tewas tertembak, 17 warga sipil lainnya menderita luka berat.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri setiap insan yang diberikan oleh Tuhan, sehingga negara telah memberikan perlindungan dan menjamin hak-hak yang seharusnya didapatkan warga negaranya sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia l945, kemudian dijabarkan dalam UU HAM nomor 39 tahun 1999.

Lanjut dibeberkan, penembakan hingga mutilasi terhadap ibu Tarina Murib dan beberapa warga sipil luka-luka merupakan pelanggaran HAM Berat sesuai dengan Pasal 7 UU nomor 26 tahun 2000 yang menegaskan pelanggaran HAM yang bersifat berbahaya dan mengancam nyawa manusia, lalu tentang pengadilan HAM yang menyebutkan pelanggaran HAM.

Situasi di wilayah kabupaten Puncak seperti di beberapa daerah lain selama tiga tahun terakhir dengan aksi bersenjata antara TNI dan Polri melawan TPNPB mengakibatkan korban jiwa warga sipil hingga terjadi pengungsian.

Mahasiswa-mahasiswi asal kabupaten Puncak se-Jawa dan Bali selanjutnya menyampaikan pernyataan sikapnya.

Berikut pernyataan sikap IPMAP se-Jawa dan Bali:

1. Kami minta dengan tegas pemerintah pusat dalam hal ini presiden Joko Widodo, Panglima TNI serta Kapolri harus mempertanggungjawabkan atas terjadinya pelanggaran HAM Berat di kabupaten Puncak.

2. Kami minta dengan tegas mengadili atau menghukum para pelaku baik dari Polri maupun TNI yang terbukti salah mengunakan alat negara hingga mengakibatkan masyarakat sipil korban mutilasi, karena tidak seksuai dengan Undang-undang hukum pidana Pasal 338 dan Pasal 340 menjadi dasar untuk menjatuhkan hukuman bagi para pelaku tindakan kejahatan.

Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

3. Kami minta dengan tegas segera tarik militer organik dan non organik yang beroperasi di kabupaten Puncak: Distrik Gome, Yugumuak, Magebume, Sinak dan sekitanya.

4. Kami mendesak pemerintah daeran bersama DPRD Puncak untuk membentuk tim kemanusiaan dan turun ke lapangan menyelamatkan masyarakat ke tempat yang kondusif.

5. Kami minta dengan tegas kepada pemerintah provinsi Papua Tengah, DPR Papua terus mendorong aspirasi kami sampai dengan kasus pelanggaran HAM Berat diusut tuntas.

6. Kami minta kepada Kapolda Papua, Kodim, Yonif, Koramil di kabupaten Puncak harus mempertanggungjawabkan insiden mutilasi dan korban masyarakat sipil dan anak-anak di bawah umur.

7. Kami minta dengan tegas kepada pimpinan Polri dan TNI untuk tidak menggunakan alat negara secara sembarangan, sebab itu salah satu tindakan melawan hukum sesuai dengan UUD 1945.

8. Kami minta dengan tegas kepada pemerintah Puncak dan DPRD segera mencopot Kapolres Puncak dan Koramil Puncak.

9. Kami minta dengan tegas kepada Komnas HAM usut tuntas semua kasus pelanggaran HAM di kabupaten Puncak sejak tahun 2020 hingga 2023.

10. Kami minta dengan tegas kepada Komnas HAM segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di kabupaten Puncak.

11. Kami minta dengan tegas kepada pemerintah kabupaten Puncak segera memfasilitasi sekolah (SD, SMP, dan SMA) di kabupaten Nabire dan beberapa kota terdekat.

Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.