PolhukamHAMDesak Indonesia Hentikan Konflik di Papua, FMRPP Bacakan 13 Tuntutan

Desak Indonesia Hentikan Konflik di Papua, FMRPP Bacakan 13 Tuntutan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Front Mahasiswa dan Rakyat Peduli Papua bikin aksi mimbar bebas, Selasa (4/4/2023) di halaman asrama mahasiswa Mimika, Perumnas 1, Waena, kota Jayapua, Papua. Keprihatinan dan kegelisahan mereka ungkapkan melihat kondisi buruk akibat penerapan kebijakan yang salah hingga terjadi kejahatan kemanusiaan.

Kebijakan salah itu terbukti memakan korban nyawa, tak terkecuali juga aspek lain seperti kerusakan lingkungan, penghilangan budaya dan lain-lain. Berbagai kasus termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) hingga kini tiada akhir. Terkesan dibiarkan berlanjut.

Salah satu orator bahkan menyatakan, situasi terkini Papua dalam zona darurat kemanusiaan. Tak bisa dibiarkan berlanjut. Sebaiknya negara upayakan solusi terbaik, meski berbagai usulan atau aspirasi rakyat selalu abaikan.

“Kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua terutama di daerah-daerah konflik harus segera dihentikan. Jangan ada pertumpahan darah. Negara Indonesia stop bunuh-bunuh orang Papua,” ujar Sadracks Lagowan dalam orasinya.

Genosida bangsa Papua menurutnya bukan lagi dugaan, melainkan sudah nyata hingga hari ini. Buktinya, pembunuhan terus berlanjut. Penangkapan, penyiksaan hingga pembunuhan tak berkurang. Bicara hal benar dicap separatis, ditangkap, digelandang ke markas militer, dijebloskan ke bui, sidangkan dan dipenjarakan dengan pasal karet.

Baca Juga:  Pleno Kabupaten Yahukimo Dibatalkan KPU Provinsi Karena Masih Bermasalah

“Fakta mengerikan hari ini sedang terjadi di seluruh Papua. Kita sedang punah. Ini genosida,” ujarnya.

Ferita Yare, ketua BEM Universitas Ottow Geissler Papua (UOGP) saat berorasi di aksi mimbar bebas, Selasa (4/4/2023) siang. (Reiner Brabar – SP)

Hampir setiap hari di kampung-kampung, kata Sadrack, aparat keamanan bersenjata turun intimidasi warga, siksa, bunuh. Banyak yang melarikan diri ke hutan. Mengungsi ke tempat lain. Di lokasi pengungsian bertahan dalam situasi ketakutan tanpa makan, tanpa minum, tidak bisa istirahat.

“Namanya pengungsian, kondisi yang mereka hadapi sangat memprihatinkan. Antara hidup mati. Orang Papua mengungsi karena aparat keamanan banyak-banyak yang selalu dikirim oleh Jakarta. Mencari tempat aman juga tidak ada jaminan. Semua orang tinggal dalam kurungan,” tuturnya.

Kata Lagowan, aktivis juga selalu jadi sasaran intimidasi, teror hingga pemenjaraan.

“Aktivis selalu sasaran. Bicara merdeka pasti diteror. Indonesia terlalu ketakutan yang luar biasa. Heran sekali, dong kira kitong bicara saja itu langsung merdeka. Ah, pikiran kuno. Sampai hari ini siapapun semua diperlakukan sama. Terus, besok siapa lagi yang mau bicara tentang kemerdekaan? Orang-orang sedang habis ini,” tandasnya.

Hari ini, ujar Sadracks, rakyat Papua mau hidup damai, bukan bertahan dalam tekanan, kecemasan, ketakutan, hingga trauma berkepanjangan.

Venus Kabak saat berorasi tegaskan, warga dari tempat pengungsian harus segera kembali ke rumah. Negara wajib menjamin keselamatan setiap orang. Pendekatan militeristik segera disudahi.

Baca Juga:  Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

Pernyataan sama disampaikan sejumlah orator dalam aksi damai ini. Beberapa diantaranya merindukan upaya damai demi mengakhiri konflik berdarah berkepanjangan di Tanah Papua.

Front Mahasiswa dan Rakyat Peduli Papua saat mimbar bebas di Perumnas 1, Waena, kota Jayapura, Selasa (4/4/2023). (Reiner Brabar – SP)

Sejumlah tuntutan diaspirasikan dalam aksi mimbar bebas Front Mahasiswa dan Rakyat Peduli Papua.

Kemudian, sedikitnya 13 poin pernyataan dibacakan pada aksi mimbar bebas.

Sekira Pukul 14.15 WIT, pernyataan sikap dibacakan Obanus Kogoya, korlap aksi mimbar bebas.

1. Segera hentikan pendropan militer besar-besaran di Tanah Papua;

2. Segera hentikan kekerasan militer berlebihan di daerah-daerah konflik;

3. Segera hentikan penangkapan dan pembunuhan secara liar di Tahan Papua;

4. Gereja-gereja se-Tanah Papua; Kingmi, GKI, dan gereja lainnya meminta kepada negara Indonesia segera bertanggungjawab atas kekerasan yang dilakukan selama ini di Tanah Papua;

5. Aparat militer TNI/Polri stop membungkam ruang demokrasi di Tanah Papua;

6. Pemerintah Indonesia segera berunding dengan TPNPB/OPM tanpa mengorbankan rakyat sipil;

7. Pemerintah provinsi dan kabupaten segera mengamankan masyarakat sipil yang sedang mengungsi di setiap daerah konflik yaitu Nduga, Puncak, Yahukimo, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, Mimika, Kepulauan Yapen, Lanny Jaya, dan kabupaten lainnya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Bangun Jembatan Hubungkan Kampung Banti 2 dan Banti 1

8. Pemerintah provinsi dan daerah segera tarik militer Indonesia non organik dan organik di Tanah Papua tanpa syarat;

9. Pemerintah Indonesia segera memberikan izin, intervensi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengamankan pengungsi di daerah-daerah konflik;

10. Akses media asing dibuka agar ada keterbukaan informasi ke penjuru dunia;

11. Negara Indonesia segera buka akses bagi Komisi Tinggi HAM PBB untuk menyelidiki semua kasus pelanggaran HAM yang sudah dilaporkan;

12. Mendesak negara Indonesia dan bangsa Papua mencari solusi damai melalui jalur perundingan agar menghentikan kekerasan di Tanah Papua;

13. Apabila negara tidak tanggapi serius persoalan Papua, maka kami yang tergabung dalam Front Mahasiswa dan rakyat Peduli Papua siap boikot seluruh Papua dari Sorong sampai Merauke.

Obanus menambahkan, pernyataan sikap yang dibacakan ini akan disampaikan ke para pihak. Termasuk DPRD dan DPRP untuk disikapi.

“Kita tidak selesai bacakan saja. Aspirasi ini saya akan bawa ke lembaga legislatif. Kita tunggu. Setelah itu kita buka audiensi dan bisa diikut seluruh Papua,” ujarnya.

Pewarta: CR-01
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.