PolhukamDemokrasiOrang Papua Bersuara dalam Tekanan Militer yang Meningkat

Orang Papua Bersuara dalam Tekanan Militer yang Meningkat

Editor :
Markus You

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ian Moore, bagian kampanye TAPOL, menyatakan, dalam kasus kebebasan berekspresi dan berkumpul, Tapol mencacat ada 21 peristiwa pembubaran secara paksa oleh aparat keamanan Indonesia terhadap aktivis West Papua sepanjang 2022.

Dalam diskusi daring bertajuk “Kondisi dan Tren Kebebasan Berekspresi, Berkumpul, dan Hak Digital di West Papua” yang diselenggarakan SAFEnet dan TAPOL, Selasa (16/5/2023), Ian Moore mengatakan ada 21 insiden pembubaran sewenang-wenang yang terjadi di Papua sepanjang tahun 2022.

“Sebagian besar insiden itu terjadi terutama di Jayapura, provinsi Papua, Sorong, provinsi Papua Barat Daya dan juga di provinsi Papua Tengah,” katanya.

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

Moore menyebutkan, kepolisian dari bebergai satuan tugas berperan membubarkan ekspresi damai di Papua. Mulai dari kesatuan standar, satuan tugas khusus seperti Nemangkawi, hingga Korps Brigade Mobil dan badan intelijen polisi.

“Pembubaran secara sewenang-wenang dilakukan oleh polisi,” ujarnya.

Ia juga memaparkan, kelompok aktivis yang rentan terdampak diantaranya Petisi Rakyat Papua (PRP), Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) serta seluruh aktivis pro Papua merdeka lainnya.

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

“Protes-protes besar sering dilakukan oleh orang Papua dan polisi menghentikan protes itu,” kata Moore.

Sementara, Made Supriatma, peneliti ISEAS – Yusof Ishak Institute, mengatakan, negara selalu mengirimkan militer untuk berhadapan dengan protes atau demonstrasi damai yang dilakukan orang Papua.

“Dan respons dari militer sangat keras terhadap protes. Itu adalah bentuk represi dari negara terhadap orang Papua,” ujarnya.

Baca Juga:  Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

Supriatma menyatakan, berbagai upaya protes dari orang Papua menunjukkan rasa nasionalisme sedang bangkit terutama di kalangan muda Papua. Karena itu, pemerintah Indonesia mestinya berdiskusi atau berdialog untuk mendengar kemauan orang Papua.

“Papua memiliki gerakan yang sangat kuat. Orang muda Papua ingin menyampaikan suara mereka dan ingin membuat protes walau masih dalam represif militer,” ujar Supriatma.

Laporan TAPOL selengkapnya dapat diunduh di sini: West Papua 2022, Freedom of Expression. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.