BeritaKowaki Ajak Generasi Muda Papua Lawan Krisis iklim  

Kowaki Ajak Generasi Muda Papua Lawan Krisis iklim  

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPUARA, SUARAPAPUA.com— Perkumpulan Kowaki tanah Papua gelar nonton bareng dan diskusi bersama dalam rangka memperingati hari berdirinya perkumpulan Kowaki tanah Papua yang bertepatan dengan hari lingkungan hidup sedunia pada 5 Juni 2023.

Kegiatan itu dilangsungkan dengan tujuan merangkul dan menyadarkan generasi muda Papua tentang ancaman krisis iklim yang terjadi saat ini.

Diskusi orang muda itu terlaksana di asrama putri Nabire di Waena di Jayapura dengan tema “Saatnya Orang Muda Papua Menuju Gerakan Keadilan Iklim”.

Elisabet Apyaka,film maker EHRD West Papua Climate Action Network mengatakan dunia saat ini sedang dan terus berupaya melawan krisis iklim, tetapi di Papua sebagian besar masyarakat belum memahami dampak dari krisis iklim.

“Saat ini sebagian besar masyarakat belum paham akan bahaya krisis iklim. Padahal sudah terjadi contohnya seperti, abrasi pantai, hutan Papua yang terus ditebang,” ujarnya Apyaka kepada suarapapua.com usai kegiatan, Selasa (6/6/2023).

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Apyaka berharap melalui kegiatan nonton bareng dan diskusi tersebut, generasi muda Papua dapat berperan aktif dalam melawan krisis iklim. Karena menurutnya, Papua menjadi benteng terakhir dalam melawan krisis iklim.

“Kawan-kawan generasi muda Papua jangan diam, harus cepat bergerak menggunakan ruang yang ada. Kita sama-sama perangi krisis iklim, apalagi Papua ini merupakan benteng terakhir,” katanya.

Samuel Womsiwor, narasumber dalam kegiatan tersebut yang aktivis HAM dan lingkungan di kota Jayapura dalam pemaparannya mengatakan krisis iklim merupakan musuh bersama seluruh manusia di muka bumi. Sehingga dalam melawan krisis iklim sangat penting generasi muda Papua berjejaring dengan semua pihak.

Baca Juga:  Pemprov PB Diminta Tinjau Izin Operasi PT SKR di Kabupaten Teluk Bintuni

“Krisis iklim ini harus dilawan secara bersama. Jadi melawan krisis iklim ini tidak mengenal ideologi, agama, ras, suku, jabatan dan lainnya. Semua makhluk hidup di muka bumi akan merasakan dampak dari krisris iklim ini, “ katanya.

Selain itu, Womsiwor mengakui krisis iklim juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan, di mana kehidupan manusia tidak terlepas dari lingkungan sekitar.

“Krisis iklim ini tidak hanya berdampak terhadap lingkung tetapi sangat berpengaruh terhadap kesehatan,”ungkapnya.

Sementara, Koordinator Perkumpulan Kowaki Bernard Koten menjelaskan terkait nama organisasi Kowaki.

Katanya, nama Kowaki berasal dari bahasa suku Mumona di kabupaten Yahukimo yang artinya tameng/perisai.

Oleh karena itu ia berharap melalui perkumpulan Kowaki ini generasi muda di tanah Papua dapat berperan aktif untuk melawan iklim secara bersama.

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

“Perkumpulan Kowaki dibentuk pada 5 Juni 2022. Tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas dan peran generasi muda Papua terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat Papua, kelestarian ekosistem dan hutan hujan tropis Papua serta transisi bersih untuk keadilan iklim,”jelasnya.

Koten mengakui sepanjang satu tahun perjalanan, perkumpulan Kowaki menghadapi tantangan yang sulit untuk meyakinkan generasi muda Papua tentang ancaman iklim yang terjadi saat ini.

“Kalau tantangan tersulit yang dihadapi perkumpulan Kowaki sendiri bagaimana kita menyadarkan dan meyakini generasi muda Papua, apalagi di dalam kota seperti Jayapura ini, di mana sebagian besar aktivitas generasi muda merupakan mahasiswa dan pelajar yang punya banyak kegiatan lainnya,” pungkasnya.

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

0
Tidak Sah semua klaim yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak memiliki bukti- bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati dan bahwa bangsa Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki kedaulatan sebagai suatu bangsa yang merdeka sederajat dengan bangsa- bangsa lain di muka bumi sejak tanggal 1 Desember 1961.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.