Tanah PapuaBomberaiPemprov PB Diminta Tinjau Izin Operasi PT SKR di Kabupaten Teluk Bintuni

Pemprov PB Diminta Tinjau Izin Operasi PT SKR di Kabupaten Teluk Bintuni

Editor :
Elisa Sekenyap

SORONG, SUARAPAPUA.com — Perkumpulan Panah Papua menduga PT Subur Karunia Raya (SKR) telah melakukan produksi kayu secara ilegal di distrik Meyado dan distrik Moskona Selatan, kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat.

Sulfianto, ketua Perkumpulan Panah Papua mengatakan, pihaknya menduga masa izin operasi PT SKR telah habis, tetapi perusahaan kayu tersebut tetap melakukan operasi pengelolaan kayu.

Kata Sulfianto, perusahaan juga diduga melanggar ketentuan dalam izin lingkungan, izin pelepasan kawasan hutan, dan izin pemanfaatan kayu kegiatan non kehutanan (PKKNK). PT SKR dianggap melanggar undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

“PT Subur Karunia Raya yang beroperasi di distrik Meyado dan distrik Moskona Selatan, kabupaten Teluk Bintuni diduga melanggar Undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Kami duga izin PT SKR telah berakhir, tetapi perusahaan masih melakukan produksi kayu secara illegal,” ujar Sulfianto dalam pernyataan tertulisnya kepada suarapapua.com, Minggu (31/3/2024).

Sulfianto mengungkapkan ada dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh PT SKR yang merusak ekosistem gambut, sehingga melebihi kriteria baku kerusakan ekosistem gambut, menebang sempadan sempadan sungai, serta mengolah kayu bulat menjadi kayu olahan tanpa memegang izin industri pengolahan.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Oleh karena itu, masyarakat adat melalui Perkumpulan Panah Papua meminta Menteri LHK dan gubernur Papua Barat mencabut izin lingkungan, izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memperpanjang izin PKKNK PT SKR. Kayu ilegal PT SKR diduga dikirim ke industri PT Kaimana Papua Mandiri di kabupaten Kaimana.

Lokasi operasi PT Subur Karunia Raya (SKR) di wilayah adat Moskona, kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat. (Dok. Perkumpulan Panah Papua for SP)

Sementara itu, Eduard Orocomna, anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) meminta pemerintah provinsi Papua Barat untuk melakukan peninjauan kembali perizinan PT SKR dan PT Wanagalang Utama. Dua perusahaan tersebut sudah lama beroperasi di wilayah adat Moskona, kabupaten Bintuni.

Eduard pun mendukung sikap Perkumpulan Panah Papua tentang dugaan status ilegal kedua perusahaan tersebut. Sehingga meminta pihak berwajib untuk segera menindaklanjuti masalah tersebut, karena telah merugikan negara dan juga ekosistem wilayah adat suku Moskona di Teluk Bintuni.

“Saya mendukung apa yang disampaikan oleh Perkumpulan Panah Papua. Jika izin sudah berakhir, maka kedua perusahaan tidak boleh melakukan kegiatan penebangan kayu dan lainnya lagi, karena merugikan negara dan merusak lingkungan. Oleh karena itu, saya minta agar pemerintah provinsi Papua Barat dan pihak penegak hukum melakukan peninjauan kembali tentang status perizinan kedua perusahaan itu,” ujar Eduard.

Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

Ia juga mengingatkan kepada penjabat gubernur dan pejabat pemerintah provinsi Papua Barat agar merevisi peraturan gubernur (Pergub) tentang hak ulayat yang sedang digarap oleh dinas yang berwenang

“Saya harap kepada gubernur, kepala Dinas Kehutanan, kepala Dinas Lingkungan Hidup atau pejabat lain untuk evaluasi kembali izin-izin perusahaan ini.”

Eduard menyampaikan sikap bahwa sebagai anggota MRPB akan mengawal kasus tersebut kepada gubernur dan meminta untuk gubernur untuk mengontrol hal ini kepada dinas terkait dan harus dituntaskan.

“MRPB sudah mendiskusikan kasus kayu ilegal dalam grup MRPB. Kita akan bahas, dan MRPB akan menyurat kepada gubernur Papua Barat untuk meminta beliau pertemuan dengan dinas terkait untuk kontrol kepada perusahaan-perusahaan yang diduga melanggar perizinan,” tuturnya.

Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM

Senada disampaikan Barnabas Orocomna, salah satu anak muda Papua dari kabupaten Teluk Bintuni.

Barnabas mengaku telah mengikuti pemberitaan tentang tindakan kedua perusahaan di wilayah adatnya, sehingga meminta pemerintah melihat kembali izin kedua perusahaan tersebut.

Ia bersama masyarakat menolak perusahaan kayu untuk masuk beroperasi di wilayah adatnya.

“Kami masyarakat bingung, di lapangan hasil kecil-kecil di hutan mereka gusur kayu semua bersih dan pembayaran hak ulayat kami tidak tahu. Saya minta pemerintah harus bicara sama-sama duduk dengan masyarakat,” kata Barnabas.

“Terkait dugaan adanya kayu ilegal PT SKR, saya sangat setuju harus ada penegakan hukum dari dinas terkait, tetapi juga dari Polres Teluk Bintuni. Mereka harus turun melihat lokasi, karena perusahaan banyak merusak. Dari Moskona sudah tidak ada kayu lagi, sekarang mereka kejar di wilayah Moskona Barat arah ke gunung, dan itu kami tidak mau, karena perusahaan kalau ambil kayu dia sapu semua.”

“Contohnya yang kami lihat PT Wanagalang Utama. Kami terima pembangunan, tetapi perusahaan kayu cukup dan tidak lagi. Stop, kami tidak mau masalah!” pungkasnya. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.