PolhukamHAMAmnesty Desak Tiga Terpidana Makar dari Papua Dibebaskan

Amnesty Desak Tiga Terpidana Makar dari Papua Dibebaskan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Vonis penjara kepada tiga terdakwa makar asal Papua: Elias Wetipo, Marthen Samonsabra Oiwari, dan Yoran Pahabol di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, didesak segera dibebaskan.

Desakan disampaikan Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, dalam siaran persnya dari Jakarta, 15 Juni 2023.

“Vonis bersalah dengan dakwaan makar ini merupakan yang kedua dalam sepekan terakhir. Hal ini semakin membuktikan bahwa represi atas kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul secara damai di Papua dan Papua Barat terus berlangsung. Negara tidak serius melindungi hak asasi orang-orang Papua dan Papua Barat,” ujar Usman.

Dibeberkan, ketiganya ditangkap setelah melakukan kegiatan yang tidak mengandung unsur-unsur kekerasan atau permusuhan, yaitu orasi damai dan membentangkan spanduk.

“Bukti-bukti yang ditunjukkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak satu pun berupa senjata tajam atau alat-alat yang membahayakan keamanan. Hal ini adalah kriminalisasi yang dilakukan negara terhadap warga dengan dalih pidana makar.”

Amnesty mengungkapkan, “Negara selalu menggunakan pasal makar untuk merepresi pandangan politik damai orang Papua. Padahal mereka semata-mata menggunakan hak mereka untuk berkumpul dan berekspresi yang dilindungi oleh hukum internasional.”

Oleh karena itu, “Kami menuntut mereka untuk dibebaskan tanpa terkecuali, dengan warga negara lainnya yang dijerat pasal makar hanya karena menggunakan hak mereka untuk berkumpul, berekspresi dan berpendapat secara damai.”

Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

Elias Wetipo, Yoran Pahabol dan Marthen Samonsabra Oiwari divonis Majelis Hakim PN Makassar pada Rabu (14/6/2023). Ketiganya pengurus Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan makar.”

Dikutip dari keterangan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Makassar, Wetipo dan Oiwari dijatuhi pidana penjara tiga tahun, sedangkan Pahabol dihukum dua tahun dan enam bulan penjara.

Sebelumnya pada sidang tuntutan 22 Mei 2023, JPU menyatakan ketiganya telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “makar secara bersama-sama”, sebagaimana diatur dalam Pasal 110 ayat (2) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 106 KUH Pidana. Untuk itu, JPU menuntut ketiga terdakwa pidana penjara selama lima tahun.

Perkara makar yang menjerat ketiga terpidana bermula ketika mereka berangkat dari Jayapura ke Sorong pada 13 September 2022 dalam rangka pertemuan NFRPB.

Di depan pintu kedatangan Bandara Domine Eduard Osok Sorong, mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Kunjungan Kerja NFRPB Tahun 2022. Kabinet Pemulihan Negara Federal Republik Papua Barat, Agenda Penataan Struktur Pemerintahan dan Konsolidasi Data Kependudukan di Daerah Negara Bagian dan Distrik.”

Baca Juga:  Teror Aktivis Papua Terkait Video Penyiksaan, Kawer: Pengekangan Berekspresi Bentuk Pelanggaran HAM

Ketiganya kemudian menyampaikan orasi secara damai di depan para pendukung NFRPB. Selanjutnya mereka berjalan kaki ke kantor sekretaris NFRPB Doberai di Jalan F. Kalasuat Gang Bangau 1 kota Sorong, provinsi Papua Barat Daya.

Menurut laporan media, ketiganya sempat kembali ke Jayapura pada Minggu (18/9/2022). Sehari kemudian ditangkap aparat kepolisian dan Selasa (20/9/2022) diterbangkan kembali ke Sorong untuk selanjutnya ditahan hingga menjalani persidangan.

Tertera dalam dakwaan yang dibacakan JPU Kejaksaan Negeri Sorong pada sidang pertama (8/2/2023), mereka telah melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara Indonesia.

Amnesty International mengingatkan, hak atas kebebasan berekspresi dijamin oleh Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Merujuk Kovenan tersebut, ekspresi politik juga merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang keberadaannya dijamin oleh instrumen HAM internasional.

Baca Juga:  Usut Tuntas Oknum Aparat yang Diduga Aniaya Warga Sipil Papua

Data pemantauan Amnesty International dari 2019 hingga 2022 menunjukkan setidaknya terdapat 90 orang di Papua menghadapi dakwaan pidana karena diduga melanggar pasal makar di KUHP.

Meski kebebasan berekspresi dapat dibatasi, pihak berwenang harus memastikan bahwa segala pembatasan tersebut harus sesuai dengan hukum hak asasi manusia internasional, yaitu sesuai dengan hukum, mengejar tujuan yang sah, diperlukan dan proporsional untuk mencapai fungsi perlindungan mereka.

Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat juga dijamin di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28E ayat (3), dan juga Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (1) UU nomor 39 tahun 1999.

Pasal 23 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga menjamin setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

Amnesty International tidak mengambil posisi apa pun tentang status politik provinsi mana pun di Indonesia, termasuk seruan kemerdekaan mereka.

“Namun, menurut kami, kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk secara damai mengadvokasi pandangan politik apapun dengan tidak melontarkan hasutan dengan tujuan mendiskriminasi, memusuhi atau menyulut kekerasan, harus dihormati dan dilindungi,” demikian Amnesty. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai Demokrat se-Papua Tengah Jaring Bakal Calon Kepala Daerah Jelang Pilkada...

0
Grace Ludiana Boikawai, kepala Bappiluda Partai Demokrat provinsi Papua Tengah, menambahkan, informasi teknis lainnya akan disampaikan panitia dan pengurus partai Demokrat di sekretariat pendaftaran masing-masing tingkatan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.