PolhukamHAM25 Tahun Kejahatan Kemanusiaan Biak Berdarah Diabaikan

25 Tahun Kejahatan Kemanusiaan Biak Berdarah Diabaikan

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Korban Biak Berdarah menyerukan agar Pemerintah Indonesia dan Komnas HAM RI segera melakukan sidang HAM atas kasus Biak berdarah.

Pernyataan itu disampaikan penyintas Korban Biak Berdarah 6 Juli 1998 Bersatu Untuk Keadilan (BUK) pada, Kamis (6/7/2023).

“Kami tidak lupa akan peristiwa kelam itu, peristiwa berdarah yang merengut nyawa banyak saudara kami, tindakan-tindakan brutal aparat TNI dan Polri yang sangat keji dan menghancurkan martabat kemanusiaan kami,” ujar Tineke Rumkabu, Koordinator BUK pada, Kamis (6/7/2023).

Katanya, peristiwa kejahatan kemanusiaan Biak berdarah 6 Juli 1998 telah menciptakan tragedi kemanusiaan yang mendalam dalam kehidupan kami. Kami kehilangan saudara, kehilangan ayah, kehilangan ibu, dan kehilangan anak.”

“Kami pun harus hidup bertahun-tahun dalam penderitaan tiada henti, membangun hidup baru, bertahan dalam kepedihan hati yang hancur, mencari kebenaran dan keadilan, mencari jejak-jejak cerita dan kabar angin sebagai petunjuk yang dapat mengantar kami atau membawa kami kepada ayah, ibu kami dan saudara kami yang telah hilang itu, namun hingga kini kami belum bertemu, tak ada jawaban dan kepastian.”

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

“Hingga kini 25 tahun peristiwa itu berlalu, hingga kini kami pun masih terus mencari mereka, keluarga kami itu. Kami pun masih terus mencari keadilan dan kebenaran atas peristiwa itu. Namun hingga kini negara pun juga abai atas peristiwa ini, negara tak peduli, mereka diam, tutup mata dan membisu di depan kami,” tukasnya.

Menurutnya, aparat TNI dan Polri pada 6 Juli 1998 itu telah melakukan tindakan tidak manusiawi yang mengakibatkan 130 orang warga Biak menjadi korban, 8 orang telah meninggal, 3 orang hilang, 4 orang luka berat, 33 orang ditahan sewenang-wenang, 150 orang mengalami penyiksaan berat, dan 32 jasad misterius ditemukan.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

“Kami masih bertanya di mana jasad enam orang saudara kami yang dibawa ke RSAL Biak? Di mana 3 Saudara kami yang telah hilang, siapa pemilik tubuh 32 jasad misterius itu? siap yang harus bertanggung jawab atas peristiwa ini? kenapa peristiwa Biak berdarah tidak diusut tuntas?”

“Kami masih mencari kebenaran dan keadilan. Kami harus mendapatkan keadilan itu untuk pemulihan martabat kami, dan negara Indonesia harus memberikannya (keadilan itu) kepada kami.”

“Kami korban dan keluarga korban peristiwa Biak berdarah dibawa organisasi korban, Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) dalam momen 25 tahun peristiwa tragedi Biak berdarah tahun 2023 ini menyatakan sikap.”

  1. Hingga kini 25 tahun peristiwa Biak berdarah belum ada penyelesaian secara hukum maupun non judicial;
  2. Pemerintah Indonesia melalui Komisi HAM Nasional telah menetapkan peristiwa Biak berdarah sebagai kasus pelanggaran HAM Berat, oleh sebabnya Pemerintah Indonesia mesti menyelenggarakan sidang HAM atas kasus ini;
  3. Kami menilai pemerintah Indonesia tidak serius (tidak berkomitmen) menyelesaikan kasus Biak Berdarah;
  4. Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk harus menyelesaikan kasus Biak Berdarah secara komperhensif melalui pengadilan HAM;
  5. Kami menyerukan kepada seluruh komunitas masyarakat sipil pemerhati HAM di Indonesia dan internasional, lembaga-lembaga HAM, lembaga-lembaga gereja, dan kelompok-kelompok advokasi HAM Papua di Indonesia, Pacific, Australia, Eropa dan Amerika, untuk melakukan aksi solidaritas dengan menyerukan Pemerintah Indonesia menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Berat Biak berdarah.
Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Asosiasi Wartawan Papua Gelar Pelatihan Pengelolaan Media

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.