BeritaMahasiswa Animha Desak Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Mencabut Izin...

Mahasiswa Animha Desak Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Mencabut Izin PT IAL

Editor :
Elisa Sekenyap

SORONG, SUARAPAPUA.com— Pelajar dan mahasiswa-mahasiswi Wilayah Adat Anim-Ha (Merauke, Boven Digoel, Asmat dan Mappi) kota studi Yogyakarta desak Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua untuk segera mencabut izin PT. Indo Asiana Lestari (IAL) yang beroperasi di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan.

Kesaksian di persidangan ini merupakan kelanjutan dari permohonan intervensi yang didaftarkan masyarakat Awyu sebelumnya– dalam Upaya mempertahankan hutan adat mereka dari konsesi perusahaan sawit.

Wilhelmus Kerok, perwakilan mahasiswa dari Wilayah Adat Anim-Ha di Kota Yogyakarta pada 17 Mei 2023, mengatakan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengajukan gugatan intervensi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura dalam perkara Hendrikus Woro melawan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua, atas terbitnya SK. kepala DPMPTSP Nomor 82 Tahun 2021 tanggal 2 November 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas 98 Ton TBS/Jam seluas 36.094,4 hektar oleh PT. Indo Asiana Lestari (IAL) di distrik Mandobo dan distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.

“Berdasarkan pers rilis yang dikeluarkan Yayasan Pusaka menjelaskan dua anggota masyarakat adat suku Awyu [Gergorius Yame dan Hendrikus Woro] dari Boven Digoel, Papua Selatan menjadi saksi dalam sidang gugatan yang diajukan dua perusahaan sawit terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada Selasa, 11 Juli 2023,”katanya dalam rilis pres yang terima suarapapua.com (18/7/2023).

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Dipaparkannya berdasarkan Perdasus No. 6 tahun 2008 Pasal 7 Ayat 2 dan pasal 9 ayat 3 tentang lingkungan hidup, serta UU Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001, Pasal 43 maka apa yang dilakukan masyarakat adat suku Awyu wajib didukung oleh pemerintah untuk mencabut izi PT.IAL.

“Tindakan Frengky Woro dan masyarakat adat Auyu sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga majelis hakim harus jeli dalam melihat perjuang Frengky Woro,” kata Wilhelmus.

Selain itu Wihelmus juga mengaku sangat kecewa karena dibalik perjuangan masyarakat adat mempertahankan tanah dan hutan adat mereka, namun pihak Keuskupan Agung Merauke justru menandatangani MoU dengan PT. Korindo (Korea-Indonesia) yang beroperasi di wilayah administrasi Kabupaten Boven Digoel pada 2021 silam.

“Ketika masyarakat adat sedang gencar-gencarnya melakukan penolakan terhadap perusahaan sawit, gereja dalam hal ini Keuskupan Agung Merauke justru menandatangani MoU dengan perusahaan kelapa sawit PT. Korindo yang beroperasi di wilayah administrasi Kabupaten Boven Digoel.”

“Penandatanganan terjadi di Wisma Keuskupan Agung Merauke yang dilakukan oleh Uskup Agung Merauke dengan maksud dua hal, pertama bantuan ribuan Masker di masa Pandemi Covid-19 dan kedua menerima uang sebesar Rp2,4 miliar pada 2021 silam,” ujarnya.

Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

Dikatakannya  tindakan tersebut  merupakan sebuah ironi di bumi Papua. Gereja yang adalah pelayan umat, justru bekerja sama dengan perusahaan perusak alam di bumi Papua yang selama ini dilawan oleh masyarakat adat di wilayah Anim-Ha.

Esau Kaize, salah mahasiswa dari wilayah adat Anim-Ha lainy yang berada di kota studi Yogyakarta menambahkan perjuangan Hendrikus Frengky Woro dan masyarakat adat Awyu melawan perusahaan sawit bukanlah hal baru.

Kata Kaize, perjuangan mereka sudah berjalan sejak 2013 ketika perusahaan tujuh menara memasuki wilayah adat mereka. Tepatnya di kampung Anggai, distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel.

“Perjuangan ini sudah sangat lama dan perjuangan tersebut berlanjut hingga sekarang,” katanya.

Dengan melihat perjuangan Frangky Woro dan masyarakat adat suku Awyu, maka pelajar dan mahasiswa wilayah adat Anim-Ha (Merauke, Boven Digoel, Asmat dan Mappi) kota studi Yogyakarta menyatakan sikap:

  1. Mendukung penuh Frengky Woro dan masyarakat adat Auyu dalam menolak PT. Asiana Lestari di wilayah Hutan Adat Auyu.
  2. Mendesak Hakim untuk melihat secara jeli alat bukti yang dihadirkan oleh masyarakat adat Auyu sebagai bukti falid dari masyarakat adat tersebut.
  3. Mendesak pemerintah Provinsi Papua (dinas terkait) untuk memberikan transparansi terkait semua izin yang telah dikeluarkan untuk seluruh perusahaan kelapa sawit yang ada di tanah Papua. Mengingat dokumen tersebut bukan bersifat rahasia sebab sudah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  4. Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Selatan dilarang keras mengeluarkan izin-izin secara sepihak di atas seluruh tanah adat masyarakat Papua.
  5. Mendesak Keuskupan Agung Merauke untuk segera menghentikan segala bentuk kerja sama dengan perusahaan yang merusak alam di tanah adat Anim-Ha.
  6. Gereja berhenti bekerja dengan perusahaan di seluruh Tanah Papua.
  7. Mahasiswa dan pelajar kota studi Yogyakarta wilayah adat Anim-ha menolak perusahaan perusahaan yang beroperasi di wilayah adat Anim-Ha.
  8. Hentikan kriminalisasi terhadap masyarakat adat, aktivis lingkungan maupun kegiatan kemanusiaan di seluruh tanah Papua.
  9. Hentikan segala bentuk perampasan tanah adat di wilayah adat Anim-Ha.
  10. Hentikan bisnis dan operasi militer di seluruh Tanah Papua.
  11. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan rasisme terhadap orang papua.
  12. Mendesak seluruh kampus di kota Merauke agar bersikap menolak seluruh perusahaan di wilayah adat Anim-Ha dan seluruh tanah Papua.
  13. Mendukung penuh masyarakat Wadas melawan perusahaan.
  14. Mendukung masyarakat adat Kalimantan dalam mempertahankan hutan adat mereka.
  15. Mendukung masyarakat adat di seluruh dunia dalam melawan eksploitasi sumber daya alam.
  16. Kembalikan hak-hak politik Orang Asli Papua.
  17. Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat.
Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.