ArtikelCatatan Advokat PapuaHormat Pemilik Wilayah Adat Agimuga Tolak Rencana Eksploitasi Migas

Hormat Pemilik Wilayah Adat Agimuga Tolak Rencana Eksploitasi Migas

Oleh: Emanuel Gobay*
*) Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua

Tanggal 30 Oktober 2023 akan menjadi sejarah bagi masyarakat adat Papua pemilik sah wilayah adat Agimuga menolak rencana eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas (Migas) di wilayah adatnya.

Pada dasarnya, penolakan tersebut merupakan fakta penolakan pertama masyarakat adat Papua pemilik wilayah adat Agimuga atas rencana pertambangan Migas pada Blok Warim yang sedang digembar-gemborkan oleh pemerintah pusat pasca mendeklarasikan temuan harta karun Migas di Papua pada awal tahun 2023 ini.

Sampai sekarang dalam pemberitaan banyak pernyataan dari Menteri ESDM RI yang mengungkapkan ambisi eksploitasi Blok Warim, namun terganjal kawasan lindung Taman Lorentz, sehingga ambisi eksplorasinya menunggu respons Menteri KLHK RI. Bahkan ambisinya secara blak-blakan dinyatakan bahwa akan dilelang dalam waktu dekat dan rupanya sudah ada investor Bule yang siap tender.

Baca Juga:  OAP Sibuk Persoalkan Diskriminasi Hak Politik, Misi Eksploitasi SDA Papua Makin Gencar

Di sisi lain, Menteri Investasi RI mengatakan bahwa eksploitasi Blok Warim akan dilakukan di luar dari wilayah kawasan lindung Taman Nasional Lorentz. Menteri Marves RI dengan percaya diri sampaikan bahwa Pertamina sedang siap-siap melakukan tahapan awal atas rencana eksplorasi Migas Blok Warim.

Sebagai tanggapannya, Menteri KLHK RI sampai saat ini masih belum kompromi dengan alasan bahwa wilayah Blok Warim adalah kawasan Taman Nasional Lorentz, namun di sisi lain ia seperti sinyal dengan mengatakan bahwa pihaknya belum mendapat koordinasi dari menteri-menteri lainnya.

Pada prinsipnya secara hukum, hak masyarakat adat Papua telah dijamin, dilindungi dan diakui sebagaimana pada Pasal 18b UUD 1945 junto Pasal 6 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia junto Pasal 43 Undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua.

Baca Juga:  OAP Sibuk Persoalkan Diskriminasi Hak Politik, Misi Eksploitasi SDA Papua Makin Gencar

Namun anehnya para menteri tersebut dalam pembahasannya tidak melibatkan masyarakat adat Papua. Di sini seperti membuktikan bahwa di mata dan pikiran para menteri tidak ada ketentuan hukum yang melindungi hak masyarakat adat Papua serta di atas wilayah Papua tidak ada masyarakat adat Papua yang memiliki wilayah adat Papua.

Dengan aksi mimbar bebas masyarakat adat Papua pemilik wilayah adat Agimuga tolak rencana eksplorasi Migas yang digelar hari Senin (30/10/2023), membuktikan bahwa secara terang-terangan para menteri RI sudah, sedang dan akan melakukan pelanggaran hak masyarakat adat Papua.

Melalui aksi ini harapannya agar kepala daerah provinsi Papua Tengah, provinsi Papua Pegunungan dan provinsi Papua Selatan beserta kepala daerah kabupaten di dalamnya dapat menggambil sikap untuk melindungi hak masyarakat adat Papua sesuai dengan perintah Pasal 43 Undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan Undang-undang nomor 21 tahun 2001.

Baca Juga:  OAP Sibuk Persoalkan Diskriminasi Hak Politik, Misi Eksploitasi SDA Papua Makin Gencar

Dengan melihat wilayah adat Agimuga masuk dalam kawasan Taman Nasional Lorentz yang dilindungi secara hukum internasional oleh UNESCO dan juga oleh hukum nasional Indonesia maupun dalam Perda RTRW provinsi Papua dari tahun 2013 sampai tahun 2033, maka dapat dikatakan bahwa aksi masyarakat adat Papua pemilik wilayah adat Agimuga tolak rencana eksploitasi Migas merupakan bagian langsung dari perjuangan melindungi kawasan Taman Nasional Lorentz.

Salam hormat untuk masyarakat adat Papua pemilik wilayah adat Agimuga yang telah melakukan aksi menolak rencana eksploitasi Migas. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.