SORONG, SUARAPAPUA.com — Silas Ongge Kalami, ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, menyatakan, pemetaan wilayah adat (wildat) dan peraturan daerah tentang Masyarakat Hukum Adat (Perda MHA) menjadi fokus utama badan pengurus LMA Malamoi periode 2023-2028.
Silas Ongge Kalami mengatakan, pelantikan menjadi momentum sejarah bagi masyarakat adat Moi di delapan sub suku yang ada di provinsi Papua Barat Daya.
“Sejak dilantik pada 2013 lalu sampai hari ini kami berkomitmen agar mendorong pengakuan Masyarakat Hukum Adat suku Moi, hingga sekarang keberadaan masyarakat adat Moi di kabupaten Sorong sudah diakui oleh pemerintah dengan lahirnya Perda MHA nomor 10 tahun 2017,” ujarnya.
Oleh karena itu, Silas berkomitmen, setelah pelantikan badan pengurus LMA Malamoi periode 2023-2038, kedepan akan didorong Perda yang sama di kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong. Mneurutnya, untuk Kota Sorong, draf Perda sudah ada dan telah diupayakan agar disahkan, namum belum membuahkan hasil.
“Kita akan dorong peraturan yang menjamin hak bagi Masyarakat Hukum Adat Moi di masing-masing sub suku. Selama ini LMA dan berbagai pihak baik LSM/NGO telah mendorong Perda pengakuan masyarakat hukum adat di kota Sorong. Hanya memang kami masih mengalami kesulitan, sehingga rencananya akan kembali didorong lewat DPRK jalur Otsus,” kata Kalami.
Di kesempatan sama, Silas menyampaikan terima kasih kepada semua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun Non Governmental Organization (NGO) yang terlibat secara langsun maupun tidak langsung dalam upaya pemetaan wilayah adat maupun Perda MHA suku Moi.
“Terima kasih buat semua pihak yang sudah peduli terhadap kami suku Moi. Terima kasih karena telah membantu masyarakat adat Moi memetakan wilayah adat,” ucapnya.
Disingung terkait penolakan gugatan intervesi yang dilakukan masyarakat adat Moi di PTUN Jakarta, Silas berujar, tanah Moi milik masyarakat adat Moi, sekalipun pihak perusahan menang di PTUN belum tentu menang di Sorong.
“Itu keputusan PTUN, LMA Malamoi dan masyarakat adat Moi akan terus melakukan perlawanan terhadap perusahaan-perusahaan yang akan mengacam eksistensi suku Moi,” tegas Silas.
Sementara, Herman Fadan, perwakilan dewan adat Lemas Maden mengatakan, dinamika internal suku yang terjadi pasca konferensi besar suku Moi (Sabalo) harus diakhiri.
“Suku Moi harus bersatu. Dinamika yang terjadi waktu Sabalo harus diakhiri. Suku Moi harus bersatu karena banyak permasalahan yang terjadi dan mengancam eksistensi suku Moi saat ini,” kata Herman.
Menurut Herman, hanya dengan persatuan suku Moi dapat mempertahankan harkat dan martabat. Sebab, pihak lain hanya akan memanfaatkan dinamika yang terjadi untuk menghancurkan suku Moi.
“Saat ini ada banyak ancaman yang terjadi. Salah satunya investasi. Jika kita suku ingin melawan ancaman tersebut, maka kita perlu bersatu. Kalau kita tidak bersatu, suku Moi akan terus mendapatkan ancaman,” tandasnya. []