Umat Kristen Burkina Faso Berjuang untuk Bertahan Hidup

0
2292
Berbagai serangan atas umat Kristen di Burkina Faso akhir-akhir ini telah menewaskan banyak umat Kristen. Ia berdampak terhadap tercerai-berainya lebih dari 135.000 orang serta penutupan ratusan gereja dan sekolah milik gereja. Foto: Katedral Ouagadougou di Burkina Faso. (Sumber foto: kyselak/Wikimedia Commons)
adv
loading...

Oleh: Uzay Bulut

Para ekstremis akhir-akhir ini terus saja menyerang umat Kristen di Burkina Faso, sebuah negara mayoritas Muslim di Afrika Barat. Aksi biadab ini tidak sekedar sangat memprihatinkan. Ia juga menjadi satu indikasi. Bahwa berbagai kelompok teroris di Timur Tengah, seperti ISIS, belum terkalahkan. “Mereka  sudah memindahkan kegiatan mereka di tempat lain.”

Terorisme mengakibatkan lebih dari 135.000 Kristen Burkina Faso tercerai-berai. Dua pertiga dari jumlah itu malah sudah tercerai-berai sejak awal tahun ini. Kekerasan juga menyebabkan banyak sekolah ditutup. Pelakunya adalah kelompok-kelompok bersenjata seperti Al-Qaeda di Maghreb Islam, Al-Mourabitoun, Ansar al-Dine, Ansar-ul-Islam lil-Ichad wal Jihad, Boko Haram, Negara Islam di Sahara Besar dan Front Pembebasan Macina.

Menurut laporan sebuah organisasi Katolik internasional, Aid to the Church in Need (Bantuan untuk Gereja yang Membutuhkan), 18 September lalu;

“Desa-desa yang baru ditinggalkan adalah Desa Hitté dan Rounga. Di sana, penduduknya diultimatum oleh para teroris Islam. Mereka memerintahkan penduduk supaya masuk Islam. Atau meninggalkan rumah mereka. Seorang sumber, yang meminta namanya tidak disebutkan mengatakan: ‘ Mereka pasti tidak hanya menghadapi situasi ini. Lebih dari itu, mereka hanya bagian dari program para pejihad yang sengaja menabur teror, membunuh anggota komunitas Kristen dan memaksa umat Kristen yang tersisa untuk melarikan diri setelah memperingatkan bahwa mereka akan kembali dalam waktu tiga hari. Juga bahwa mereka tidak ingin menemukan umat Kristen atau katekumen (baca: calon umat Kristen yang sedang belajar agama) masih ada di sana.'”

ads

Serangan teroris di Burkina Faso meningkat setelah diktator yang lama berkuasa di negeri itu, Blaise Compaore jatuh pada 2014 lalu. Empat tahun kemudian, pada Desember 2018, keadaan darurat diumumkan di beberapa provinsi utara negara itu. Namun sejauh ini, pasukan keamanan Burkina Faso tidak mampu mencegah serangan terhadap umat Kristen, yang terus-menerus hidup dalam ketakutan dan bahaya.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Sebuah laporan baru-baru ini oleh kelompok hak asasi manusia, Open Doors, mengklaim bahwa situasinya sudah menjadi sangat mengerikan. Umat Kristen karena itu terpaksa harus “berjuang untuk bertahan hidup”. Menurut laporan:

“Seorang warga di wilayah timur memberikan kesaksian tentang meningkatnya Hukum Syariah: ‘Pada jam 6 sore, semua orang harus pergi ke masjid. Lalu langsung pulang. Tengah malam, kalian harus pergi dengarkan khotbah. Kalian dilarang mengkritik. Wanita harus menutupi kepala. Tidak ada pembicaraan tentang rokok, alkohol atau musik, tidak ada perayaan … Jika merokok, maka pertama-tama mereka hanya meminta kau untuk tidak merokok. Kali ketiga, mereka bunuh kau. Mereka melarang pelacuran di tambang [emas]. Mereka gorok leher para pelacur. Mereka bunuh satu orang sebulan sekali. Yang mau saya katakan, orang-orang itu selalu mereka peringatkan. Kecuali pelacur. Mereka tidak peringatkan. Langsung mereka bunuh.’

“Selama tim Open Doors berkunjung, para guru mengatakan kepada kami: ‘Para pejihad mengubah sekolah negeri menjadi sekolah Arab. Kami beri peringatan keras untuk pergi dari tempat ini. Pemerintah berhasil memindahkan beberapa murid dan guru ke daerah-daerah yang lebih aman.’

“Dampaknya sangat besar pada gereja. Yayasan Open Doors diberi tahu bahwa sejumlah pendeta dan keluarga mereka yang belum diketahui namanya diculik dan tetap ditahan. Ketidakamanan yang meningkat telah menyebabkan ketakutan yang besar di kalangan penduduk Kristen.

“Lebih dari 200 gereja ditutup di bagian utara negara itu untuk menghindari serangan lebih lanjut. Orang tidak dianjurkan untuk menyelenggarakan kebaktian hari Minggu di sebagian besar daerah pedesaan.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

“‘Para pejihad mulai mengancam gereja, memberi peringatan untuk menghentikan ibadah di komunitas Arbinda, Dablo, Djibo, Kongoussi dan lain-lain,’ lapor tim kami. ‘Awalnya, mereka menentang cara ibadah di gereja-gereja di mana wanita dan pria berkumpul di gereja yang sama. Kemudian, dalam waktu singkat, umat beriman diperingatkan untuk tidak mengadakan kebaktian Kristen.”

“Lebih dari 5.000 pendeta dan anggota gereja dipaksa masuk ke kamp-kamp Orang yang Tercerai Berai secara Internal (IDP). Atau mengungsi tinggal bersama keluarga dan teman-teman mereka di selatan, tengah negeri itu atau di Ibukota Ouagadougou.

“Tidak lebih dari pakaian di punggung, orang berusaha melarikan diri, tim kami melaporkan. Sebagian besar sekolah gereja di utara sudah ditutup. Banyak siswa Kristen tidak bersekolah dan tidak mampu membayar biaya sekolah di daerah baru mereka.

“Di seluruh negeri, gereja-gereja mengatur pengumpulan makanan untuk mendukung umat beriman yang terkena dampak tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan.”

Berikut ini daftar yang disusun oleh Yayasan Open Doors, tentang serangan terhadap pastor atau pendeta serta umat Kristen antara Bulan Februari dan Mei tahun ini saja:

  • Tanggal 15 Februari 2019, Rm. Antonio Cesar Fernandez (72) dibunuh di Nohao.
  • Tanggal 19 Februari 2019, Pastor Jean Sawadogo (54) dari sebuah gereja setempat di Tasmakatt dibunuh di tengah jalan antara Tasmakatt dan Gorom-Gorom.
  • Tanggal 23 April 2019, Pastor Elie Zoré, Pemimpin  Gereja Sidang Jemaat Allah Bouloutou, dibunuh dekat Kota Arbinda.
  • Tanggal 28 April 2019, enam umat Kristen dibunuh, termasuk Pastor Pierre Ouedraogot, di sebuah gereja di kawasan Silgadji dekat Djibo.
  • Tanggal 12 Mei 2019, enam umat Kristen dibunuh berikut seorang imam, Rm. Simeon Yampa, oleh antara 20 sampai 30 lelaki bersenjata yang menyerang sebuah Gereja Katolik di Dablo, ketika misa suci sedang berlangsung.
  • Tanggal 13 Mei 2019, empat umat Kristen dibunuh di Singa.
  • Tanggal 26 Mei 2019, empat umat Katolik dibunuh dalam sebuah serangan terhadap Gereja Katolik Toulfe.
Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Kasus paling baru terjadi antara Bulan Juni dan September. Pembantaian berikut dilakukan di Burkina Faso, menurut Yayasan International Christian Concern (ICC):

  • Dua serangan teroris meledak pada 9 dan 10 Juni di Kota Arbinda dan Namentenga. Tragedi itu menewaskan 29 umat Kristen.
  • Tanggal 25 Juli 2019, para teroris menyerang Desa Diblou lalu membunuh 15 penduduk.
  • Tanggal 19 Agustus 2019, terjadi serangan berskala besar atas Pangkatan Militer Angkatan Bersenjata Nasional Burkina Faso, dekat Kota Koutougou. Tragedi itu menewaskan 24 orang.
  • Tanggal 8 September 2019, dua serangan di Propinsi Sanmatenga di utara negeri itu, menewaskan 29 orang.

Melihat berbagai situasi itu, Raymond Ibrahim, mitra senior kenamaan pada Lembaga Kajian Gatestone Institute baru-baru ini menulis:

“Situasi di Burkina Faso menjadi peringatan. Bahwa jika berbagai kelompok seperti Negara Islam sudah semakin menyusut di Irak dan Suriah, maka para pejihadnya terus saja menyebar seperti kobaran api di negara-negara yang semakin kabur dan terlupakan di seluruh dunia. Dan kobaran api kejahatan itu akan menghanguskan orang tidak berdosa yang tidak punya nama sekaligus tidak punya wajah yang tak terhitung jumlahnya.”

  • Uzay Bulut, adalah wartawan Muslim Turki.

Naskah ini diterjemahkan dari judul asli, Christians in Burkina Faso: “A Fight for Survival” Oleh Uzay Bulut yang diterbitkan oleh Lembaga Kajian Gatestone Institute, 13 Oktober 2019. Penterjemah Jacobus E. Lato.

Artikel sebelumnyaBerita Foto: Kali Kyura, Tempat Wisata Bagi Masyarakat Kota Timika
Artikel berikutnyaIni Penyebab Terbakarnya Gedung PAUD, TK dan SD Yegeka di Paniai