Nasional & DuniaGubernur Lukas Enembe: Rakyat Papua Tolak DOB

Gubernur Lukas Enembe: Rakyat Papua Tolak DOB

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan bahwa mayoritas rakyat Papua menolak adanya pemekaran daerah otonom baru (DOB) yang direncanakan pemerintah menambah tiga provinsi baru di provinsi yang dipimpinnya selama dua periode itu.

Gubernur Lukas Enembe mengungkapkan tiga alasan mengapa ada penolakan terhadap rencana pembentukan DOB. Pertama, Papua tidak memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk mengelola tiga provinsi baru. Kedua, rakyat Papua tidak pernah dimintai pendapat terkait rencana pembentukan DOB. Ketiga, faktor kelayakan wilayah dan jumlah penduduk tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Tidak cukup orang di sini (Papua) untuk membuat provinsi-provinsi baru,” ujar Enembe kepada Reuters di Jakarta, Jumat (27/5/2022).

Pemekaran provinsi baru menurut Lukas Enembe, hanya akan diisi orang luar Papua. Masuknya warga baru bakal lebih ramai seiring adanya pembentukan DOB. Kalau itu yang dikehendaki, pemekaran bukan jawaban tepat bagi rakyat setempat.

Baca Juga:  PBB Memperingatkan Dunia yang Sedang Melupakan Konflik Meningkat di RDK dan Rwanda

Rencana pemerintah mekarkan DOB tanpa menyerap aspirasi rakyat Papua disesalkan Yunus Wonda, wakil ketua I DPRP. Apalagi rancangan undang-undang (RUU) pembentukan tiga provinsi baru yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Pegunungan Papua Tengah, disahkan sebagai RUU inisiatif DPR RI.

Yunus menyatakan, hampir semua kabupaten/kota ada aksi penolakan terhadap rencana pemekaran DOB di Tanah Papua. Tanpa mendengar aspirasi rakyat Papua, pemerintah pusat terlalu memaksakan kehendak untuk mengesahkan pembentukan provinsi baru.

“Masyarakat Papua sudah tolak. Kita bisa lihat fakta ada 80% rakyat Papua sudah tolak DOB. Itu kalau diabaikan, berarti benar pemekaran ini dipaksakan,” ujarnya baru-baru ini di Kota Jayapura.

Baca Juga:  Bainimarama dan Qiliho Kembali Ke Pengadilan Tinggi Dalam Banding Kasus Korupsi

Aspirasi rakyat dalam aksi protes di berbagai daerah, kata dia,, tolak DOB dan cabut Otsus merupakan dua poin yang diusung hingga diserahkan ke lembaga legislatif.

“Rakyat tolak, pemerintah pusat paksakan harus terima. Sebenarnya bisa dibicarakan, adakah solusi lain dari pemerintah. Yang paling penting, pemerintah mau mendengar apa aspirasi rakyat. Dari situ susun langkah-langkahnya, tidak bisa main paksa begini. Negara kita bukan ada di era orde baru,” tutur Wonda.

Sejak beberapa bulan lalu, Majelis Rakyat Papua (MRP) menentang keras rencana pemekaran DOB yang digencarkan pemerintah Indonesia di Jakarta.

Timotius Murib, ketua MRP, menyatakan, pemekaran provinsi baru tidak akan membantu orang Papua hidup lebih baik.

“Kami menilai ini adalah bentuk kekerasan negara yang berusaha menghapus kehidupan orang Papa,” ujar Murib, dilansir Reuters.

Baca Juga:  Ancaman Bougainville Untuk Melewati Parlemen PNG Dalam Kebuntuan Kemerdekaan

MRP juga mendesak pemerintah bersama DPR RI tidak berburu-buru membahas rencana pemekaran DOB Papua. Apalagi gugatan MRP masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), harusnya menunggu putusan final.

Selain belum ada putusan MK, kata Timotius, hingga kini pemerintah belum cabut moratorium pemekaran.

Wacana pemekaran provinsi baru di Papua dikumandangkan pemerintah pusat jelang berakhirnya masa implementasi Otsus Papua. DPR RI bahkan telah menggelar beberapa kali sidang pembahasan.

Rencana pemekaran beberapa provinsi baru dari dua provinsi di Tanah Papua memicu aksi protes rakyat Papua di berbagai kabupaten/kota. Tidak hanya di Papua, demonstrasi damai dilancarkan mahasiswa didukung kelompok pro-demokrasi di kota-kota besar di Indonesia.

Sumber: Reuters

Terkini

Populer Minggu Ini:

Operasi Militer: Kejahatan HAM dan Genosida di Papua

0
Apapun ceritanya, wilayah sipil mestinya tidak dijadikan operasi militer atau tempat beraktivitas militer atau basis militer.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.