JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat Papua yang tergabung dalam Koalisi Peduli Korban Sawit (KPKS), meminta kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe, untuk mencabut izin PT Nabire Baru yang mengelola belasan hingga puluhan ribu hektar lahan sawit di Kampung Sima dan Wami, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire.
Koalisi Peduli Korban Sawit (KPKS) Nabire terdiri dari Dewan Adat Meepago, Dewan Lingkungan Masyarakat Adat Papua, LSM Pusaka, Green Peace dan sejumlah aktivis mahasiswa.
“Harapannya agar Gubernur Papua mencabut ijin usaha perkebunan PT Nabire Baru. Juga, memanggil dan mempertemukan masyarakat Adat Suku Yerisiam, jika tidak, maka IUP-nya, kami minta dicabut,” kata Ketua DAD Paniai, Jhon NR Gobai, mewakili KPKS, di Kota Jayapura, Papua, Senin (2/02/2015).
Permintaan itu, kata Gobai, terpaksa dilakukan karena masyarakat adat, khususnya Suku Yerisiam sebagai pemilik hak ulayat dimana PT Nabire Baru beroperasi mengelola lahan sawit tidak pernah mau tanggapi keinginan rakyat untuk berunding.
“Berbagai usaha Suku Yerisiam lakukan agar pihak perusahaan bisa bernegosiasi dan mendengarkan aspirasi masyarakat, tetapi hal itu tidak diindahkan,” katanya.
Bahkan, lanjut Gobai, perusahaan sawit itu menyewa sejumlah anggota Brimob Polda Papua penugasan asal Kabupaten Biak Numfor untuk membantu pengamanan perusahaan agar terhindar dari tuntutan masyarakat adat.
“Kami minta juga agar Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende menarik pasukan Brimob yang disewa oleh perusahaan sawit itu,” katanya.  (Baca: Daerah Keramat dan Dusun Sagu Dibabat Habis PT Nabire Baru).
Gobay juga mempertanyakan apakah pasukan Brimob yang sejatinya mempunyai tugas melindungi dan mengayomi rakyat bisa disewa oleh perusahaan untuk menindas masyarakat adat yang empunya hak ulayat?
Menurut Gobai, intimidasi yang dirasakan masyarakat adat sudah pernah terjadi seperti yang dialami oleh Otis Rumaropen, seorang warga sipil yang ditangkap di Kali Bambu, oleh aparat Brimob dengan tuduhan separatis.
“Otis sendiri adalah anggota satuan pamong praja yang berbulan-bulan lamanya tak melaksanakan tugasnya,” jelas Gobai. (Baca: Warga Yerisiam Selalu Diancam Brimob Sewaan PT Nabire Baru).Â
Lalu, pada 3 Maret 2014, Titus Money dan Herman Money dituduh sebagai kurir TPN-OPM, sehingga mengalami kekerasan fisik dari oknum anggota Brimob yang bertugas mengamankan lahan kelapa sawit di Wami dan Sima.
“Kejadian ini terulang lagi, pada 19 Januari 2014, dimana Imanuel Money Kepala Suku Waoha, subsuku dari Suku Yerisiam diintimidasi oleh oknum anggota Brimob yang menjaga kelapa sawit di PT Nabire Baru,” katanya. (Baca: Perusahaan Kelapa Sawit Bikin Hancur Hutan Lindung di Nabire).
Sebelumnya, Masyarakat adat dari Suku Yerisiam, Kabupaten Nabire, Papua, meminta PT Nabire Baru yang mengolah lahan sawit di Kampung Sima dan sekitarnya untuk menghentikan aktivitasnya karena merusak lingkungan setempat.Â
“Kami meminta PT Nabire Baru menghentikan segala aktivitasnya di atas lahan adat kami, Kampung Sima dan Wami. Karena selain mengolah lahan sawit, juga mengambil hasil hutan, seperti kayu, rotan, material pasir dan lainnya,” kata Robertino Hanebora, Sekretaris Suku Besar Yerisiam yang membawahi empat marga, ketika dihubungi dari Kota Jayapura, Papua, Senin (2/2/2015).
 Â
Ia menyebutkan, empat marga dari Suku Besar Yerisiam, yaitu Suku Akaba, Koroba, Sarakwari, dan Suku Waoha sudah menyatakan sikap untuk menolak segala aktivitas perusahaan Nabire Baru yang merusak lingkungan di Kampung Wami dan Sima. (Baca:Â Aparat Brimob Intimidasi Warga Suku Yerisiam Dengan Dalil Anggota OPM).
“Selain itu, PT Nabire Baru tidak mengindahkan ganti rugi penggunaan material pasir, batu, dan kayu yang ada di atas lahan kami,” ujarnya.
Editor: Oktovianus Pogau
LINCOLD ALVI