ArsipDewan Adat Papua Bisa Gugat Freeport dan Pemerintah Secara Hukum

Dewan Adat Papua Bisa Gugat Freeport dan Pemerintah Secara Hukum

Senin 2015-02-02 11:26:15

MANOKWARI, SUARAPAPUA.com — Tindakan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang memberi perpanjangan ijin kepada PT. Freeport Indonesia untuk dapat mengekspor konsentrat tambangnya ke luar Indonesia tanpa membangun smelter (pabrik peleburan logam) di Papua dapat digugat secara hukum.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengakajian dan Penyuluhan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua, Yan CH Warinussy, dalam siaran pers, yang diterima redaksi suarapapua.com, Minggu (1/02/2015).

 

Menurut Warinussy, Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Mee-Pago yang memiliki otoritas mencakup wilayah adat di sekitar area pertambangan dunia di Timika dan Tembagapura dapat mengambil langkah hukum segera. (Baca: Menggagas Wilayah Pertambangan Rakyat di Areal PT FI)

 

Dikatakan, pemerintah Indonesia melalui kementerian teknis seperti Kementerian ESDM dan Pertambangan sudah pernah beberapa kali mengatakan bahwa perusahaan tambang rakasasa dunia asal Negeri Paman Sam itu akan membangun smelter di Tanah Papua. (Baca: Gubernur Papua Ancam Usir Freeport Jika Tetap Bangun Smelter di Gresik).

 

“Namun ternyata pemerintah beralasan di Papua tidak ada tempat yang layak untuk membangun smelter, apalagi ada klaim sulit memperoleh dukungan energi listrik untuk menggerakan pabrik peleburan logam tersebut kelak.” (Baca: Enembe: Freeport Tidak Serius Menangani Masalah di Papua)

 

“Ini alasan yang sangat tidak mendasar dan bersifat pembohongan yang sangat luar biasa dari Pemerintah Indonesia, karena berdasarkan data geografi dan topografi yang ada, sebenarnya ada tempat di Tanah Papua yang bisa digunakan sebagai lahan untuk membangun smelter, misalnya di Kokas, wilayah Kabupaten Fakfak,” kata Warinussy. 

 

Dari aspek lahan untuk membangun smelter maupun pelabuhan ekspornya, menurut Warinussy, sangat memadai dan juga untuk kepentingan suntikan energi listrik dapat disuplay dari LNG Tangguh yang sangat dekat dengan wilayah Timika. (Baca: Ini Komentar Tokoh Adat Papua Terkait Perpanjangan Izin Kontrak Freeport Indonesia)

 

Sehingga, dari segi kalkulasi keuangan menyangkut resiko pembiayaannya pasti tidak terlalu mahal, jika dibanding dengan rencana Pemerintah untuk Freeport membangun smelternya di Gresik yang sangat jauh dari Tanah Papua.  

 

“Karena itu DAP Mee-Pago dan juga Gubernur Papua dapat mengambil langkah hukum berdasarkan Hukum Pidana dan Hukum Perdata Indonesia untuk mempersoalkannya menurut hukum Indonesia yang berlaku.” (Baca: DAD Paniai: PT Freeport Harus Libatkan Masyarakat Adat Pemilik Hak Ulayat).

 

“Termasuk apabila ada keputusan pejabat pemerintah setingkat Menteri dan atau Presiden, maka langkah hukum administratif dan tata usaha negara dapat pula dipakai dalam mempersoalkannya secara bermartabat dan memenuhi standar hukum dan hak asasi manusia yang berlaku secara universal,” kata pengacara senior ini.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.