WALHI: Freeport Tanggungjawab HAM dan Lingkungan Hidup

0
4585

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Penandatanganan heads of agreement (HoA) atau kesepakatan pokok antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoRan Inc. terkait divestasi saham, menurut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) tidak lantas mengubur dalam-dalam berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di sekitar area konsesi dan menimpa warga setempat sejak perusahaan raksasa asal Amerika Serikat itu dioperasikan puluhan tahun silam.

Ditegaskan Eksekutif Nasional WALHI dan WALHI Papua dalam siaran pers, meski telah dilakukan HoA yang kemudian menuai pro kontra terkait salah satu point negosiasinya, persoalan Freeport harus dilihat dari aspek lain yakni keadilan dan keberlanjutan, bukan hanya bagi pemerintah Indonesia, tetapi bagi orang Papua, khususnya masyarakat adat dan lingkungan hidup.

Penegasan tersebut dikemukakan mengingat sudah menjadi rahasia umum bahwa ada negara dalam negara dalam seluruh cerita investasi tambang, khususnya yang berhubungan dengan investasi asing di Indonesia. Kebijakan dan fasilitas khusus seperti penggunaan alat keamanan negara dengan atas nama industri strategis nasional atau objek vital negara.

“Persoalan Freeport di Tanah Papua bukan soal perdagangan atau ekonomi semata, ada begitu banyak fakta kejahatan yang dilakukan oleh PT. Freeport McMoRan atau Freeport Indonesia, pelanggaran terhadap lingkungan hidup dan hak asasi manusia orang Papua. Kerugian hilangnya kehidupan, kebudayaan, penghancuran bentang alam dan hutan Papua, pencemaran lingkungan hidup selama ini tidak menjadi dasar penghitungan dalam cerita investasi, semua dianggap tidak ada nilainya,” dikutip dari siaran pers.

Baca Juga:  Satgas ODC Tembak Dua Pasukan Elit TPNPB di Yahukimo

Maurits J Rumbekwan, direktur WALHI Papua, menegaskan, “Freeport adalah gambaran luka bagi orang Papua. Bukan hanya kerugian secara ekonomi, bangsa Indonesia dan orang Papua selama ini telah mengalami kerugian atas nilai-nilai kehidupan, kebudayaan dan lingkungan hidup yang telah dihancurkan dengan industri raksasa ini. PT. Freeport memperbaiki berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi di tanah ulayat adat suku Amungme dan Kamoro”.

ads

Senada diungkapkan Khalisah Khalid, kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI. “Penandantanganan HoA ini tidak boleh menjadi penghapusan atau pemaafan atas berbagai pelanggaran HAM yang telah dilakukan, hingga HoA ini ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan PT. Freeport Indonesia. Pemerintah Indonesia berkewajiban mengusut dugaan pelanggaran HAM dan lingkungan hidup yang dilakukan sebelum HoA ditandatangani, dan mencegah keberulangan dengan menghentikan berbagai bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia.”

Yuyun Harmono, pengkampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional WALHI menyatakan, Freeport Indonesia juga harus tunduk pada ketentuan hukum dan regulasi di Indonesia, penegakan hukum juga harus tetap dilakukan.

Dibeberkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas implementasi Kontrak Karya tentang penggunaan kawasan hutan lindung, kelebihan pencairan jaminan relamasi, penambangan bawah tanah izin lingkungan, kerusakan karena pembuangan limbah di sungai, utang kewajiban dana paska tambang dan penurunan permukaan akibat tambang bawah tanah.

Baca Juga:  Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

“Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus tetap memajukan penegakan hukum atas temuan BPK ini. Dan, PT. Freeport Indonesia juga harus tunduk pada UU Minerba, kewajiban perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan,” tegasnya.

Menurut WALHI, setelah lebih dari setengah abad PT. Freeport Mc-Moran atau PT. Freeport Indonesia menguasai Indonesia dengan investasi tambangnya, Freeport McMoran harus phase out dari Indonesia dan pemerintah harus menyiapkan kebijakan transisi yang berkeadilan (trantitional justice) bagi orang Papua dan lingkungan hidup.

“Dalam proses menuju ke arah phaseout, maka kewajiban-kewajiban perusahaan ini harus dipenuhi, antara lain pemulihan lingkungan hidup yang telah dicemari dan dihancurkan, terlebih di berbagai negara, pembuangan limbah tailing ke laut, sudah dilarang. Dalam masa transisi ini, pemerintah juga sudah harus menyiapkan ekonomi baru bagi orang Papua, khususnya masyarakat adat. Dan yang utama, bagaimana menghentikan penggunaan kekerasan terhadap orang Papua.”

Jamin Keberlangsungan dan Stabilitas Operasi PT FI

Dikutip dari siaran pers 12 Juli 2018 di Jakarta, adanya Heads of Agreement antara pemerintah Indonesia bersama Freeport-McMoRan Inc. (NYSE:FCX), perusahaan induk dari PT Freeport Indonesia, terkait proses peralihan sebagian kepemilikan saham PT Freeport Indonesia adalah bagian dari proses yang memungkinkan pemerintah untuk memiliki 51% saham PT Freeport Indonesia.

Diakuinya, kedua perusahaan yang akan menjadi pemegang saham yakni PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dan Freeport-McMoRan Inc. telah sepakat untuk melanjutkan program jangka panjang yang telah dan tengah dijalankan oleh PT Freeport Indonesia.

Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM

Richard Adkerson, Presiden dan Chief Executive Officer Freeport-McMoran Inc, mengatakan, sebagai entitas bisnis Indonesia, PT Freeport Indonesia meyakini bahwa kesepakatan pokok tersebut akan memberikan manfaat bagi semua pihak.

Disepakati para pihak dalam kesempatan itu bahwa operasi PT Freeport di bumi Amungsa berlangsung hingga tahun 2041 dengan mekanisme yang akan didetailkan lebih lanjut.

“Tercapainya kesepakatan ini akan menguatkan kemitraan yang telah terjalin antara pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan Inc. selaku pemegang saham PT Freeport Indonesia,” kata Richard.

Bagi PT FI, perpanjangan izin operasi akan memberikan jaminan bagi investasi bernilai miliaran dollar dan memberikan kepastian bagi seluruh pemegang saham PT Freeport Indonesia, karyawan, masyarakat Papua, pemasok dan kontraktor, serta seluruh pemangku kepentingan.

“Freeport-McMoRan tetap berkomitmen untuk kesuksesan PTFI,” lanjut Richard. “Kami bangga dengan apa yang telah kami capai dalam lebih dari 50 tahun sejarah kami, dan kami sangat menantikan masa depan selanjutnya.”

Perpanjangan operasi ini diklaim akan meningkatkan manfaat secara signifikan bagi pemerintah Indonesia di masa mendatang. Dengan kepastian investasi dan operasi hingga tahun 2041, pihaknya memperkirakan manfaat langsung kepada pemerintah pusat dan daerah, serta dividen kepada Inalum dapat melebihi USD 60 miliar.

Pewarta: CR-4
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnya15 Juli: Hari Diskriminasi Terhadap Mahasiswa Papua dalam Keistimewaan Yogyakarta
Artikel berikutnyaPapua Barat Bangga Jadi Tuan Rumah Pesparamanas XV