ArtikelOAP Tidak Dapat Tempat di Parlemen dan Birokrasi?

OAP Tidak Dapat Tempat di Parlemen dan Birokrasi?

Oleh Soleman Itlay)*

Posisi OAP di kursi parlemen dan birokrasi terancam tersingkirkan!

Hal ini kita bisa lihat dari hasil pesta demokrasi dan penerimaan CPNS nanti. Beberapa kabupaten/kota besar di Papua, seperti Kabupaten Merauke, kabupaten/kota Jayapura, Manokwari, Sorong dan lainnya dilaporkan bahwa kursi parlemen lebih banyak akan dikuasai oleh saudara saudari kita dari non Papua.

Beberapa tokoh dan intelektual Papua yang potensial dipastikan gugur dalam pertarungan politik tahun ini, dengan demikian, 5 tahun bahkan seterusnya bisa diprediksi bahwa posisi OAP dalam parleman semakin minoritas dan terancam betul.

Percuma kita menjadi ketua dan anggota KPU atau BAWASLU, PPS atau KPPS, PPD dan lain sebagainya. Amat menyebalkan. Karena suara hati nurani, terutama hak – hak demokrasi rakyat kecil digadaikan dengan uang yang lebih menguasai. Kita sudah terlambat – tidak perlu protes sana sini, karena dari awal kita sudah salah.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Kita bikin diri hebat dan jalan sendiri-sendiri. Setelah tidak dapat, langsung kita melakukan aksi protes. Tentu sangat memalukan. Kita belum bisa! Kita belum mampu! Bahkan kita belum dewasa dalam berdemokrasi.

Sudahlah, 5 tahun ini atau seterusnya kita menjadi penonton dan menjadi orang berjiwa D5 di parlemen. Kita ikuti dengan penerimaan CPNS tahun ini. Kita tunggu saja hasil penerimaan CPNS tahun ini di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Apakah kuota PNS 80% OAP dan 20% Non Papua itu akan benar-benar terwujud?

Saya punya prediksi tersendiri. Kuata tersebut akan terbalik. Delapan puluh persen bahkan lebih dari itu akan dikuasai oleh saudara saudari kita dari luar Papua.

Kita OAP hanya akan menjadi pelengkap dalam sistem pemerintahan. OAP rata rata akan jatuh pada administrasi (syarat seperti akreditasi kampus atau jurusan yang dari tahun ke tahun tak kunjung naik atau berubah). Kita boleh bilang ini tanah Papua dan Otsus segala macam, tetapi orang pusat, Jakarta akan memprioritaskan syarat administrasi para pencaker.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Dikti Wilayah Papua dan Papua Barat telah mengeluarkan laporannya per 01 Oktober 2018, bahwa semua perguruan tinggi di tanah Papua belum masuk dalam kategori kampus terbaik. Universitas negeri dan swasta di Papua rata rata menempati posisi paling bawah. Kita boleh dibilang kampus kita terbaik dan terunggul, tetapi kalau akreditasi kampus dan jurusan bermasalah, berarti pasti akan berpengaruh pada karir mahasiswa, termasuk pada proses pendaftaran CPNS tahun ini.

Saya proyeksikan dengan optimis, bahwa saudara saudari kita yang selesai dari luar dengan notabene kampus terbaik, yang didukung dengan jaminan administrasi yang cukup baik, akan memenuhi kuota 80% pada penerimaan CPNS tahun ini. Kita OAP akan bergeser seperti kita tergeser dalam kursi parlemen tahun ini.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Saya meyakini bahwa kelak di kursi parlemen maupun birokrasi di seluruh kabupaten atau kota di Papua dan Papua Barat akan dikuasai oleh saudara saudari kita non Papua.

Kata “marginalisasi” akan menjadi perdebatan penting untuk ini, dan itu kita tidak bisa hentikan dengan emosial kita. Kita mesti pikirkan langkah-langkah protektif terhadap OAP dalam kursi parleman dan sistem pemerintahan. Semua stackholder harus bersatu melakukan evaluasi pada ancaman hidup OAP dalam kursi parlemen maupun sistem birokrasi. Kemudian membuat kebijakan kebijakan yang pro pada perlindungan OAP lewat Perda dan Perdasus.

)*Penulis adalah anggota aktif PMKRI Cabang Jayapura.

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

0
“ULMWP sebagai wadah koordinatif gerakan rakyat, siap bertanggung jawab penuh atas semua rangkaian aksi yang dilakukan dalam bentuk apa pun di hadapkan kolonialisme Indonesia dan dunia Internasional.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.