Mahasiswa Nduga Tuntut Presiden Jokowi Tarik Pasukan Militer

0
1641

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lagi, pelajar dan mahasiswa asal kabupaten Nduga di kota studi Jayapura, Papua, angkat suara terhadap masih berlanjutnya operasi penegakan hukum di wilayah Nduga sejak pekan pertama Desember 2018 lalu.

Tuntutan yang kesekian kalinya meminta Presiden Jokowi agar segera menarik pasukan militer organik dan non organik dari Nduga disuarakan generasi muda Nduga, Rabu (4/3/2020) di asrama Ninmin, Abepura, Kota Jayapura.

Dibeberkan dalam pernyataan sikapnya, penarikan pasukan militer segera dilakukan karena oknum anggota tentara diduga telah menembak ibu Weslina Tabuni (24) di Kenyam, ibukota kabupaten Nduga, baru-baru ini.

“Sampai sekarang korban terus berjatuhan. Terakhir tanggal 26 Februari kembali terjadi kontak tembak antara TPNPB dan TNI/Polri saat acara syukuran pelantikan DPRD Nduga. Saat itu ibu Weslina Tabuni kena tembak di leher. Kejadian ini sangat mengerikan,” ujar Arim Tabuni saat jumpa pers.

Pelajar dan mahasiswa Nduga mengungkapkan realita konflik di kabupaten Nduga sejak Desember 2018 hingga 2020 sudah tak ada rasa aman bagi masyarakat setempat. Hak hidup dan rasa aman masyarakat sipil Nduga sangat terganggu akibat kehadiran dan pengarahan pasukan TNI/Polri.

ads
Baca Juga:  Warga Tiom Ollo Duduki Kantor Bupati Lanny Jaya Minta Atasi Bencana Longsor

“Berperang melawan TPNPB di wilayah Nduga, tetapi sampai saat ini ada korban jiwa dari warga sipil. Itu akibat represitasnya. Jadi, pasukan militer harus segera ditarik,” ujarnya dengan tegas.

Salah satu mahasiswa juga mempertanyakan kepedulian negara terhadap situasi memprihatinkan yang hingga kini terus terjadi di Ndugama. Negara dianggap tak bertanggungjawab terhadap hak hidup warganya.

“Generasi muda Nduga sudah hilang harapan hidup. Semua warga sipil di Ndugama sedang menderita dan tidak aman di negeri sendiri,” ucapnya.

Jika negara tak menggubris tuntutan yang disuarakan sejak 2018 lalu, semua anak negeri menyatakan siap mendukung sikap wakil bupati Wentius Namiangge suaka ke negara lain.

“Masalah ini bukan baru kita bicara, kita mahasiswa sudah coba berbagi cara, turun jalan, demo, jumpa pers kami lakukan. Dan hari ini lagi kami kembali mau bilang, pasukan militer organik dan non organik segera ditarik. Kalau tidak, kita siap suaka,” ujarnya membacakan pernyataan sikap.

Baca Juga:  Jawaban Anggota DPRP Saat Terima Aspirasi FMRPAM di Gapura Uncen

Ditegaskan lebih lanjut, Indonesia bila menganggap orang Nduga sebagai warga negara, maka seharusnya mendengar permintaan rakyat, bukan justru sebaliknya.

“Ini sikap kami generasi muda Nduga. Nanti kami yang tersisa ini akan turun jalan lagi. Berteriak di jalan supaya telinga tuli itu bisa dengar atau tidak,” imbuhnya.

Sikap Pelajar-Mahasiswa Nduga

Tragedi berdarah di kabupaten Nduga bertolakbelakang dengan produk hukum negara Indonesia yang selalu didengungkan sebagai bukti menjunjung tinggi hak asasi manusia setiap warga negara, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999.

Untuk itulah negara mesti menghargai orang Nduga sebagai warganya yang memiliki HAM dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan.

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

Berikut empat tuntutan yang disampaikan kepada para pihak berkompeten.

1). Presiden Joko Widodo selaku panglima tertinggi negara Republik Indonesia segera bertanggungjawab terhadap pelanggaran HAM Berat yang terjadi di Kabupaten Nduga semenjak tanggal 4 Desember 2018 hingga saat ini, untuk mengakhiri jatuhnya korban jiwa dari rakyat sipil Nduga yang terus berlanjut tanpa peradilan hukum atas dasar azas kemanusiaan.

2). Negara Republik Indonesia segera tarik militer organik dan non organik dari Kabupaten Nduga sekarang juga.

3). Gubernur Provinsi Papua, DPRP dan MRP segera bentuk tim investigasi terhadap tragedi berdarah Nduga dan diturunkan ke kabupaten Nduga demi melindungi HAM masyarakat sipil Nduga.

4). Bupati Nduga dan DPRD bersama TNI dan Polri segera bertanggungjawab atas insiden penembakan terhadap ibu Weslina Tabuni pada saat syukuran atas pelantikan DPRD Kabupaten Nduga pada tanggal 26 Februari 2020.

Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaBupati Jayawijaya: Koperasi Perindagkop Siap Layani Masyarakat OAP
Artikel berikutnyaKantor Bupati Jayawijaya akan Dibangun dengan APBN