Masyarakat Mengaku Takut dengan Kehadiran TNI di Distrik Mare

0
2180

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Kehadiran aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) di distrik Mare, kabupaten Tambrauw, Papua Barat, bikin masyarakat takut dan resah. Hal ini diungkapkan sembilan kepala kampung di distrik tersebut. 

Herman Yewen, salah satu perwakilan Kepala Kampung, dari sembilan kepala kampung di distrik Mare mengungkapkan bahwa pihaknya masih mempertanyakan kehadiran aparat TNI. Kehadiran TNI dipertanyakan karena tidak ada surat resmi tentang tujuan dan tugas kehadiran aparat.

Menanggapi kehadiran aparat tersebut, sembilan kepala kampung meminta kejelasan tentang tujuan kehadiran pihak aparat kepada kepala kampung agar bisa dijelaskan kepada masyarakat, sehingga tidak menimbulkan ketakutan dan keresahan.

“Kepala distrik suruh kami tanggung (fasilitasi) mobil untuk angkut aparat ke distrik Mare. Dia (kepala distrik) bilang ini perintah bupati. Tetapi sampai sekarang ini kami tidak terima dan lihat surat resmi dari bupati,” ungkap Yewen kepada saurapapua.com pada Selasa (3/3/2020).

Menurut Yewen, harusnya semua kepala kampung mengetahui tujuan kehadiran aparat di Mare, sebab kepala kampung dan masyarakatlah pemilik wilayah Mare.

ads
Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

“Kalau ada surat, harus kasih tahu surat itu ke kami dan masyarakat supaya kami tidak bertanya-tanya dan takut dengan kehadiran aparat yang datang tiba-tiba itu. Kami punya masyarakat takut dan resah,” ujarnya.

Menurut Yewen, kehadiran aparat pada prinsipnya baik dan diterima. Tetapi harus diperjelas tujuan kehadiran mereka. Sebab, kata dia, aparat masuk ke sekolah dan cek aktivitas masyarakat di kepala air membuat masyarakat merasa tidak aman.

“Kalau untuk jaga keamanan, itu baik. Kami juga terima. Karena itu hadir untuk jaga keamanan bersama. Tetapi sekali lagi, bahwa harus kasih tahu kami sembilan kepala kampung. Mereka punya gerak-gerik aneh-aneh. Ada yang masuk ke sekolah tiba-tiba. Pergi cek aktivitas kepala air. Mereka tidak boleh bersikap seperti itu,” tegasnya.

Dikatakan, biasanya Babinsa hanya datang untuk cek-cek keadaan di distrik, setelah itu pulang. Namun, saat ini sikap aparat agak aneh, dan membuat masyarakat tidak aman.

Agustina Nauw, perwakilan perempuan, menanggapi kehadiran aparat di Mare mengaku dirinya merasa tidak aman dengan kehadiran aparat.

Baca Juga:  Demo KPU, Massa Aksi Tuntut Keterwakilan Tambrauw di DPR PBD

“Kehadiran mereka bikin kami ketakutan dan tidak berani untuk keluar sendiri termasuk ke kebun. Saya merasa takut. Bukan hanya saya, mama-mama dan perempuan muda di sini semua,” ungkapnya.

Ketakutan itu bukan tanpa alasan. Ia membeberkan, aparat yang hadir di sana mulai kontrol dan melakukan patroli jam 11 – 12 malam.

“Itu jam tidak ada aktivitas. Tidak ada masyarakat yang mabuk. Mereka ke sungai, tempat perempuan mandi. Kami mau ke kebun, mereka juga mau ikut. Kita sebagai perempuan takut sekali. Mereka datang tiba-tiba. Tidak ada kejelasan. Sikap mereka juga aneh. Kami perempuan mau keluar sendiri-sendiri sudah takut,” bebernya.

Sembilan kepala kampung yang mempertanyakan kehadiran aparat tersebut adalah kepala kampung Suswa, Kombif, Seya, Waban, Rufases, Nafasi, Bakrabi, Sawo, dan Mahos.

Sementara itu, Acep, perwakilan aparat TNI di Mare menjelaskan, kehadiran aparat TNI untuk ikut membantu pembangunan di distrik Mare. Selain itu, mereka juga sebagai Koramil persiapan.

Baca Juga:  KPU dan Bawaslu PBD Akan Tindaklanjuti Aspirasi 12 Parpol

“Kami partner kerja dengan distrik dan kepala kampung. Kami bekerjasama dengan distrik dan kepala kampung. Di sini kami ikut membantu pembangunan di distrik Mare,” kata Acep.

Diketahui, pada 19 Februari 2020, 14 anggota tentara tiba di kampung Suswa. Siswa SD, siswa SMP dan para guru menyambut kedatangan aparat TNI.

Pada 25 Februari 2020, dua aparat masuk ke SD YPPK Mare. Langsung mengajar tanpa ijin ataupun surat tugas mengajar.

Pada 26 Februari 2020, aparat masuk dalam kelas SD. Memeriksa buku-buku yang digunakan guru-guru di sana untuk mengajar.

Pada 26 Februari 2020, sore hari, aparat menanyakan kepada anak-anak tentang keberadaan Pastor Bernard Baru, OSA.

Pada 28 Februari 2020, satu aparat masuk mengajar Matematika tanpa ijin di guru kelas, namun tidak lama.

Dan pada 29 Februari 2020, meminta ijin kepada guru untuk mengajarkan anak-anak cara memasukan peluru dan menembak tepat sasaran, tetapi para guru tidak mengijinkan.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaKemana Jalan Damai Papua?
Artikel berikutnyaEksodus Mahasiswa Papua: Integrasi yang Hilang (Bagian II)