Perempuan Mati di Bawah Jembatan’, Lagu yang Menafsirkan Tekanan dan Penindasan Terhadap Perempuan

0
1989

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Yab Sarpote, seorang musisi dari Jogjga telah merilis lagu single dan video klip bergenre pop berjudul ‘Perempuan Mati di Bawah Jembatan’ pada 28 April 2020.

Yab, melalui surat tertulis yang diterima suarapapua.com pada akhir Mei lalu menjelaskan, Empat tahun sebelum versi live lagu “Perempuan Mati di Bawah Jembatan” menjadi lagu latar film dokumenter More Than Work (2019) karya Konde Institute bersama Ford Foundation dan Wikimedia Indonesia, sebuah film tentang eksploitasi tubuh perempuan dalam media, lagu ini dinyanyikan pertama kali di panggung solidaritas untuk para perempuan korban dan penyintas kekerasan seksual pada 10 Mei 2015 di Titik Nol Jogja.

“Empat tahun lalu, puluhan orang hadir dalam acara yang diadakan untuk mengecam perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan terhadap E.M., seorang mahasiswi UGM. Pada suatu pagi, EM ditemukan sudah tak bernyawa di bawah Jembatan Janti, Jogja. Pelaku kekerasan tersebut adalah pelanggan angkringan milik E.M,” jelasnya.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Data dari Komnas Perempuan menunjukkan, kata dia, selama 12 tahun kekerasan terhadap perempuan meningkat delapan kali lipat atau setara 792 persen di Indonesia. Sepanjang 2019 sendiri, terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus.

ads

“Ini baru kasus yang terlaporkan dan tercatat. Kemungkinan besar kasus yang sebenarnya lebih banyak. Data ini menunjukkan betapa perempuan makin hari makin hidup dalam dunia yang tidak aman,” katanya.

Yab bilang, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan ini diperparah dengan cara pandang dan perlakuan mayoritas masyarakat yang bias gender terhadap korban dan penyintas kekerasan, khususnya kekerasan seksual.

Para perempuan yang menjadi korban dan penyintas seringkali bukannya memperoleh pembelaan, perlindungan, dan dukungan, tetapi tuduhan dan pengambinghitaman (victim blaming).

Para korban dan penyintas kekerasan seksual seringkali dipandang tidak dapat menjaga diri, tidak dapat berpakaian yang ‘sewajarnya’, dan tidak dapat memenuhi ekspetasi masyarakat dalam berperilaku. Kekerasan terhadap perempuan seringkali dimaklumi dan dicap bersumber dari kesalahan perempuan sendiri.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Kata dia, dalam dunia yang mengancam seperti ini, perempuan, khususnya yang jadi korban dan penyintas kekerasan, harus berjuang sendiri untuk tetap bertahan. Korban dan penyintas kekerasan tidak hanya menghadapi trauma kekerasan dari pelaku, tetapi juga trauma kekerasan dari masyarakat. Maka, tak jarang para korban dan penyintas kekerasan mengalami depresi dan gangguan mental, bahkan memiliki tendensi bunuh diri.

“Lewat lirik, nada, dan komposisinya, lagu ‘Perempuan Mati di Bawah Jembatan’ mencoba menafsirkan dan merepresentasikan ketertekanan dan ketertindasan perempuan dalam dunia yang menormalkan kekerasan berbasis gender ini,” ungkap Yab.

Selama rentang 2015-2019, kata Yab, hanya ada versi live “Perempuan Mati di Bawah Jembatan”, versi yang dijadikan lagu latar film dokumenter yang telah disebutkan sebelumnya.

Tonton video dan dengarkan lagunya di sini:

Baru pada akhir 2019, Yab memutuskan untuk merekam lagu ini secara serius dengan merangkul Rarya Lakshito (Cello) dan Sheila Maildha (Keyboard) untuk memperkaya lagu yang biasanya dibawakan hanya dengan gitar akustik ini. Hasilnya adalah rilis audio resmi saat ini.

Baca Juga:  Hasil Temu Perempuan Pembela HAM dan Pejuang Lingkungan Bersama WALHI Nasional

Dijelaskan, Proses rekaman, mixing, dan mastering “Perempuan Mati di Bawah Jembatan” dilakukan di Studio Jogja Audio School oleh salah satu engineer studio tersebut, yaitu Eta.

“Karya visual lagu ini didesain oleh desainer grafis asal Bulgaria, yaitu Davey David, sementara seluruh produksi dan pascaproduksi video klipnya digarap secara mandiri oleh Yab sendiri,” ujarnya.

Paralel dengan hal tersebut, video klip lagu ini juga mencoba menvisualkan trauma, depresi, gangguan mental, keterasingan, dan tendensi bunuh diri yang dialami oleh perempuan yang jadi korban kekerasan.

“Video klip ini mencoba merepresentasikan salah satu respons fisik dan mental perempuan setelah mengalami kekerasan seksual,” pungka Yab.

Audio lagu ini dapat disimak di iTunes, Spotify, dan platform digital lainnya. Sementara itu, video klipnya dapat ditonton di Youtube.

 Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaIni Upaya Pemkab Yalimo untuk Mahasiswa di Masa Pandemi Corona
Artikel berikutnyaPemkab Paniai Diminta Umumkan Informasi Covid-19 Secara Terbuka