Ketua DPRD Deiyai Minta Razia Dihentikan

0
1399

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Deiyai, Petrus Badokapa, menegaskan, pihak Polri dan TNI yang bertugas di wilayah Deiyai tak lagi melakukan pemeriksaan terhadap atribut budaya yang setiap hari biasa dipakai maupun dibawa warga setempat.

Penegasan ini dikemukakan di hadapan Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw dan Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Herman Asaribab saat kunjungan kerja ke Kabupaten Deiyai, Senin (18/5/2020) lalu.

“Pada saat pertemuan Forkopimda Deiyai bersama Kapolda dan Pangdam di Koramil Waghete, saya sudah sampaikan dengan tegas bahwa aparat keamanan yang bertugas di Kabupaten Deiyai ini jangan lagi memeriksa atribut yang biasa masyarakat bawa seperti noken, topi, gelang dan pakaian bermotif Bintang Kejora, busur, anak panah, kapak dan parang. Termasuk orang yang rambut gimbal, itu warga biasa,” tutur Badokapa, Kamis (21/5/2020).

Ia mengaku mendapat pengaduan bahwa sudah banyak kali warga di Kabupaten Deiyai dirazia aparat keamanan. Katanya, sweeping dilakukan di posko Covid-19 Deiyai yang terletak di pertigaan Tigidougida. Sebelumnya, beberapa orang ditahan lantaran membawa anak panah, busur, parang, kapak dan jika ada yang rambutnya talingkar.

“Saya bicara hal ini karena sudah ada laporan dari warga Deiyai, beberapa kali diperiksa oleh aparat keamanan. Semua pihak lagi sibuk dengan upaya pencegahan Covid-19, jadi jangan tambah masalah lagi,” tegasnya.

ads
Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

Ketua DPRD Deiyai menilai tindakan tersebut bikin warga resah. Padahal, kata dia, membawa anak panah, busur, parang dan kapak sudah merupakan kebiasaan warga masyarakat Papua, termasuk suku Mee.

“Parang dan kapak biasa dibawa oleh orang di sini untuk kerja di kebun atau cari kayu bakar di hutan. Mereka melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan keluarga di rumah.”

“Aparat keamanan harus pelajari dulu budaya masyarakat. Termasuk kebiasaan beberapa orang memelihara rambut. Kalau rambut talingkar itu bukan berarti mereka anggota pemberontak yang selama ini dikategorikan kelompok berseberangan,” ujar Badokapa.

Oleh karena hal-hal itu sudah sejak lama melekat dalam kehidupan orang Papua di kawasan pegunungan, ia berharap, anggota Polri dan TNI jika melakukan razia maupun apapun tindakan sesuai aturan harus mengedepankan pendekatan persuasif agar tak menimbulkan dampak psikologis masyarakat.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

“Bila suatu waktu ada masalah di Deiyai, Polri dan TNI maupun satuan lain yang bertugas di sini, saya minta tidak boleh lakukan tindakan represif kepada warga Deiyai. Aparat harus kedepankan pendekatan persuasif. Makanya, harus pahami baik dulu budaya dan kebiasaan masyarakat,” ujar politisi Partai Hanura ini.

Ia juga menyampaikan perlunya koordinasi dengan pimpinan daerah dalam menghadapi suatu persoalan.

“Kami wakil rakyat selalu ada di Deiyai. Kami ini penyambung lidah rakyat. Mari bicara dengan kami. Jangan takuti warga kami. Selain kami (DPRD), di Deiyai ada pemerintah kabupaten Deiyai,” ujar Badokapa.

Badokapa mengaku penegasannya telah didengar langsung Pangdam dan Kapolda Papua.

“Bapak Kapolda dan Pangdam sudah berjanji bahwa hal ini akan diinstruksikan ke selulur jajarannya di Kabupaten Deiyai,” imbuhnya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Bangun Jembatan Hubungkan Kampung Banti 2 dan Banti 1

Sebelumnya, Bupati Deiyai Ateng Edowai minta TNI dan Polri tak melakukan razia atribut adat di wilayah Kabupaten Deiyai.

Bupati menyampaikan hal ini saat Natal bersama Pemkab, TNI, Polri dan masyarakat di Deiyai, Selasa (14/1/2020), karena ada pengaduan dari warga masyarakat setelah dirazia aparat keamanan di tempat umum seperti pasar dan terminal Waghete, ibu kota Deiyai.

Dilansir jubi.co.id, Bupati Ateng Edowai menyatakan, tindakan tersebut meresahkan bahkan memperpanjang trauma masyarakatnya.

“Saya minta penyitaan atribut adat kami suku Mee harus dihentikan. Saya mohon Pak Kapolres Deiyai yang baru bertugas dan Perwira Penghubung memperhatikan hal ini.”

Meski razia bagian dari tanggungjawab aparat keamanan, menurut Edowai, tindakannya tak boleh berlebihan. Selain itu, diharapkan perlu berkoordinasi dengan kepala daerah.

“Kapolres dan Dandim itu unsur pimpinan, pasti bangun komunikasi di tingkat pimpinan daerah. Jadi, jangan turun ke tengah-tengah masyarakat tanpa sepengetahuan bupati. Saya tegaskan, masyarakat saya tidak boleh ditakut-takuti dengan model apapun,” ujar Edowai.

Pewarta: Markus You

Artikel sebelumnyaTambah 23 Kasus Baru, 538 Orang Positif Covid-19 di Papua
Artikel berikutnyaSetahun Pengungsi Nduga Yang Dilupakan: Pemerintah Diminta Beri Perhatian