BeritaPekerjakan Karyawan Ditengah Covid-19, Freeport Dinyatakan Telah Melanggar Hukum Internasional

Pekerjakan Karyawan Ditengah Covid-19, Freeport Dinyatakan Telah Melanggar Hukum Internasional

WAMENA, SUARAPAPUA.com— Dewan Adat Papua (DAP) menyatakan, PT. Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia telah melanggar hukum internasional, karena memperkerjakan karyawan dalam situasi pendemi Covid-19.

“Hukum internasional tentang ILO (International Labour Organization dan WHO (World Health Organization), tentang ketenagakerjaaan serta tentang HAM lebih pada humaniter itu telah dijelaskan bahwa, ketika satu areal konsensi atau suatu perusahaan mengalami musibah luar biasa, maka perusahaan punya kewajiban untuk memberhentikan atau mengkarantinakan seluruh karyawannya,” kata Dominggus Sorabut, Ketua DAP kepada suarapapua.com di Wamena, Kamis (21/5/2020).

Namun kondisi yang ada di Freeport lanjut Sorabut, tidak seperti itu, maka Freeport harus bertanggungjawab atas ketidakonsistennya itu.

“Jadi dengan kondisi ini saya mau bilang bahwa manajemen Freeport menganggap karyawan bukan manusia, tetapi dianggap binatang atau robot yang di pekerjakan. Jadi Freeport suda melakukan pelanggaran luar biasa. Maka Freeport segera bertanggungjawab,” ujarnya.

Baca Juga:  Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

Menurutnya, apa yang disampaikan itu berkaitan dengan jumlah kasus positif Covid-19 di area Freeport di Tembagapura yang terus meningkat.

Sorabut menjelaskan, mestinya PT. Freeport Indonesia yang merupakan perusahaan besar memiliki standar operasional yang baik, namun akhirnya virus bisa masuk hingga pada karyawan.

“Inikan aneh, tetapi terjadi. Mungkin sengaja atau tidak kita tidak tahu. Tetapi intinya sebelum virus menyebar, status karyawan harus jelas,” tukasnya.

Ia menyatakan, jika pihaknya mendengar adanya karyawan Freeport yang meninggal dunia karena Covid-19, maka pihaknya akan bawa persoalan tersebut ke hukum internasional di Dewan HAM PBB.

Oleh sebab itu, akunya untuk menghindari menyebarnya virus pada karyawan Freeport, pihaknya minta sebagai lembaga adat Papua yang menjaga tanah dan kekayaan alam tanah Papau untuk ditutup pada masa mewabahnya Covid-19.

Baca Juga:  Raih Gelar Doktor, Begini Pesan Aloysius Giyai Demi Pelayanan Kesehatan di Papua

“Karena sudah ada Yuridiksinya dan itu suda perintah hukum, maka harus ditutup.”

Sebelumnya, Yops Itlay, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura minta kepada PT. Freeport Indonesia untuk memperhatikan hak-hak dari pada karyawan, terutama hak karyawan atas keselamatan dalam menghadapi wabah Covid-19.

“Freeport inikan mereka tidak melihat dari keselamatan karyawan tapi lebih mementingkan usaha mereka (Freeport). Jadi model begini sebenarnya tidak boleh, karena virus ini sudah mendunia dan jumlah karyawan di areal pertambangan yang postif Covid-19 suda meningkat. Maka Freeport harus ditutup untuk sementara,” kata Itlay kepada suarapapua.com via telepon gengam di Wamena.

Baca Juga:  Velix Vernando Wanggai Pimpin Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua

Peryataan serupa disampaikan Theo  Hesegem, aktivis HAM dan Direktur Eksekutif, Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua. Dimana dirinya meminta agar tambang Freeport di Mimika untuk sementara ditutup dan karyawannya diliburkan dalam menghadapi situasi Covid-19.

Sejauh ini, dua karyawan Freeport telah meninggal dunia karena Covid-19. Waktunya berbeda-beda, dimana karyawan pertama meninngal dunia pada 3 April 2020 lalu, sementara yang terbaru pada 21 Mei 2020.

Keduanya berdasarkan keterangan satuan tugas penanganan Covid-19 Papua, meninggal setelah di rawat di rumah sakit Tembagapura.

Jumlah pasien COVID-19 di Tembagapura tertinggi di Kabupaten Mimika dan sebagian besar adalah karyawan PT. Freeport Indonesia.

 

Pewarta: Onoy Lokobal

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai-Partai Oposisi Kepulauan Solomon Berlomba Bergabung Membentuk Pemerintahan

0
"Kelompok kami menanggapi tangisan dan keinginan rakyat kami untuk merebut kembali Kepulauan Solomon dan mengembalikan kepercayaan pada kepemimpinan dan pemerintahan negara kami," kata koalisi tersebut dalam sebuah pernyataan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.