Artikel20 Tahun Otsus di Tanah Papua, Perlu Ada OAP Duduki Kejari

20 Tahun Otsus di Tanah Papua, Perlu Ada OAP Duduki Kejari

Oleh: Yan Christian Warinussy)*

Saya sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) menyoroti kebijakan otonomi khusus yang sudah berlangsung 20 tahun, tetapi belum memberi ruang bagi hadirnya jaksa-jaksa orang asli papua menduduki jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Saya mengutip sumber konflik Papua berdasarkan riset LIPI tahun 2009. Dimana salah satunya disebut, masalah marjinalisasi dan efek diskriminatif terhadap OAP akibat pembangunan ekonomi, konflik, dan migrasi massal ke Papua sejak 1970. Sehingga untuk menjawab masalah tersebut, diperlukan kebijakan afirmatif rekognisi untuk pedayakan OAP.

Hal tersebut sebenarnya sudah disiratkan dalam konsideran menimbang huruf h UU RI No.21 Tahun 2001 Tentang Otsus Bagi Provinsi Papua. Yang berbunyi bahwa dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Provinsi Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua, diperlukan kebijakan khusus dalam kerangka NKRI.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Menurut pemahaman hukum saya bahwa hal tersebut lah yang mendorong diaturnya keberadaan institusi Kejaksaan RI di dalam pasal 52 UU RI No.21 Tahun 2001. Namun sangat disayangkan bahwa sepanjang berlakunya kebijakan otsus di Tanah Papua 20 tahun terakhir, belum banyak anak asli Papua yang diangkat dan atau dipercayakan oleh Jaksa Agung RI sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di Tanah Papua.

Tercatat hanya 2 OAP yang pernah menduduki level Kajari, yaitu Constan Ansanay (mantan Kajari Serui) dan Nikolaus Kondomo (mantan Kajari Fakfak). Yang terakhir ini sekarang menjadi Kepala (Kajati) Papua.

Padahal selama 20 tahun Otsus, sudah banyak anak asli Papua diangkat sebagai Jaksa dan bertugas di Tanah Papua. Mereka juga banyak telah memiliki jenjang kepangkatan golongan ruang yang memadai untuk menjadi Kajari. Tapi belum ada yang dipercayakan duduk sebagai Kajari di wilayah hukum Kejati Papua dan Papua Barat.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Di dalam pasal 62 UU Otsus Papua dikatakan OAP berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua (juga Papua Barat) berdasarkan pendidikan dan keahliannya. Di dalam penjelasan pasal 62 ayat (2) dikatakan bahwa pengutamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan bagi OAP merupakan suatu langkah afirmatif dalam rangka pemberdayaan di bidang ketenagakerjaan.

Dengan demikian menurut saya tidak ada alasan apapun bagi Jaksa Agung RI melalui Kajati Papua dan Kajati Papua Barat untuk memberi kepercayaan kepada putera puteri terbaik OAP untuk segera diangkat dan menduduki jabatan-jabatan karier sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di Jayapura, Wamena, Merauke, Timika, Nabire, Serui, Biak, Manokwari, Sorong, Fakfak, Bintuni dan Kaimana.

Sejumlah anak Asli Papua yang memenuhi syarat tersebut sudah pernah menduduki level-level jabatan struktural penting seperti menjadi Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum), Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) maupun Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel). Juga jabatan Kepala Bagian Pengawasan. Sehingga dari sisi pendidikan dan keahlian menurut saya OAP sesungguhnya sudah siap.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Satu hal yang perlu dicatat bahwa untuk menghadirkan lembaga penegak hukum seperti kejaksaan, baik di level negeri maupun tinggi, pemerintah daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat sudah sangat memberi perhatian dan ikut berkontribusi. Misalnya menyediakan lahan untuk pembangunan kantor Kejari atau Kejati. Sesuai syarat prosedur keuangan nasional dan lokal. Ini menurut saya menjadi bentuk sumbangsih nyata bagi kepentingan penegakan supremasi hukum di Tanah Papua.

)* Penulis adalah Advokat dan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwary.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.