Haruskah Kita di Rumah Terus Selama Virus Corona Ada?

Kita Harus Keluar dari Kungkungan Ini

0
1269
Grafik sebaran ODP dan PDP Covid-19 di Papua. (data Covid19.papua.go.id)
adv
loading...

Oleh: Yan Ukago)*
Intelektual Papua

Grafik perkembangan korban virus korona di Papua meningkat tajam di akhir waktu ini. Data pada posisi tanggal 03 juni lalu mencapai angka 862 orang. Walau yang sembuh juga banyak 254 org (30%) dan meninggal angka kecil 12 (1.5%) namun semua masih mencekam. Terlebih penduduk di kota Jayapura dan kab. Mimika sangat was was dimana dua wilayah ini angka korbannya teratas di Provinsi Papua. Saat awal di pertengahan april, Kabupaten Mimika memimpin korban terpapar dengan angka 12 org namun dua bulan kemudian posisi teratas diambil alih Kota Jayapura dengan angka 381 org ( 44 %), meninggalkan kabupaten lain di Papua.

Akibatnya dalam dua minggu terakhir yaitu akhir Mei dan awal juni 2020 Papua mencekam. Tiap hari ada saja tambahan pasien krona. Data dari Satgas Covid 19, jumlah korban tiap hari meningkat terus.

Pertanyaan adalah apakah kita harus tunduk dalam kungkungan virus korona? Haruskah kita pasrah biarkan korona meningkat lalu kita tetap dalam rumah sampai kelak nanti?

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Tentu tidak! Apapun yang terjadi, berapa pun daftar korban, sektor pendidikan harus jalan, pembangunan harus beraktifitas dan Ekonomi tetap jalan. Semua aktifitas harus normal kembali namun jumlah korban ditekan agar kecil.

ads

Saat ini seakan kita manusia ada di satu sisi dan virus korona ada di sisi lain dan dialah yang menenangkan pertarungan ini. Demi keselamatan, manusia berbulan-bulan dibiarkan terperangkap oleh aturan PSBB atau lockdown.

Bagaimanapun juga kita harus cari jalan keluar, manusia harus ciptakan era baru yang normal atau new normal. Kita mau manusia boleh bebas beraktifitas tapi dengan prosedur kesehatan yang ketat. Tidak seperti dulu yang bebas sebebasnya.

Penyakit ini tidak perlu kuasai manusia, tidak perlu ditakutkan. Kenyataannya yang meninggal juga sedikit, banyak yang sembuh dengan antibody yang Allah taruh dalam tubuh dan mengikuti prosedur kesehatan yang baku. Kalaupun ada yang meninggal itu juga karena ada penyakit bawaan lainnya. Dari data Depkes RI, orang yang meninggal paling banyak bukan karena korona tapi penyakit lainnya seperti malaria, deman berdarah DBD dan lainnya. Yang dikuatirkan dari korona itu jumlah pasien yang membludak akibat dari kecepatan penyebaran virus yang bermukim di saluran pernafasan manusia itu.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Mengapa harus menyerah pada virus ini kalau bisa dibasmi dgn kebiasaan gunakan masker, cuci tangan, hidup bersih, jaga jarak dll. Kalau demikian mengapa kita hrs terkungkung?
Manusia harus bebas, kita harus adopsi pola hidup baru yang bisa diterapkan di keramaian, di jalan, di pesawat di kapal, stasiun dan juga di stadium mandala saat persipura main. Itulah new normal.

Setelah kita tidak kemana-mana karena tiga bulan akses ditutup ada berita bahwa pada tanggal 8 dan 10 juni yang akan dibuka penerbangan dan kapal laut di Papua. Namun arus penumpang ini ada di di era new normal. Jadi kapasitasnya terbatas, jarak seat dalam pesawat diatur, tempat tidur di kapal juga terbatas. Tentu saja kondisi petugasnya berbeda, pramugari dan ABK kapal terasa seperti para astronot yang lengkap dengan pakaian pelindung. Kita masuk ke pesawat dijamu para petugas, seperti masuk di UGD sebuah rumah sakit. Itulah new normal.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Apapun yang terjadi kita tetap tabah dan tidak panik. Ini wabah yang mendunia dan dunia bukan satu kali ini hadapi, sudah terjadi berulang kali terjadi sejak masa lampau. Manusia tidak mungkin musnah karena sebuah penyakit atau virus . Dari catatan yang ada korban paling banyak yang pernah terjadi 3% dari penduduk yang ada.

Saat ini penduduk Papua 3.435.430 jiwa dan yang terkena virus korona untuk status tanggal 03 juni 2020 sebanyak 862 jiwa atau 0.025%. Dari grafik perkembangan korban virus korona, masih ada 20an kabupaten di Papua yang aman-aman saja. Tapi kita juga hati-hati jangan sampai new normal malah ciptakan kabupaten yang tadinya aman-aman namun mulai terpapar korona. (*)

Artikel sebelumnyaDemo Satu Jam di Auditorium Uncen, Mahasiswa Desak 7 Tapol Papua Dibebaskan
Artikel berikutnyaPolitik Rasisme, Kematian Bayi dan Anak Serta Ambang Kepunahan Orang Papua (Bagian 1)