KNPB Mnukwar: Rasisme Terhadap Orang Papua Tidak akan Hilang

0
1507

MANOKWARI, SUARAPAPUA.com —  Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mnukwar selama orang Papua masih berada dalam negara Indonesia, tindakan dan perilaku rasis terhadap orang Papua tidak akan pernah habis.  

Hal ini ditegaskan Alexander Nekenem, Ketua KNPB wilayah Mnukwar. Dia menjelaskan, Aksi melawan rasisme terhadap orang Papua yang dilakukan di Papua, Indonesia dan dunia adalah  murni aksi spontanitas melawan rasisme terhadap orang  Papua. Namun, negara Indonesia salah tafsirkan lalu menangkap orang Papua dan dijebloskan ke dalam penjara.

“Ini bukti yang jelas bahwa Indonesia tidak mau bersama-sama rakyat Papua melawan dan menghapus tindakan rasisial terhadap orang Papua yang sudah berakar dalam watak orang Indonesia. Karena orang Papua adalah korban tindakan rasis, tetapi kemudian ditangkap dan diproses secara hukum. Ini bukti yang kuat tentang sikap Indonesia terhadap rasisme,” jelasnya kepada suarapapua.com pada Kamis pekan kemarin.

Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

Menurutnya, yang lebih parah adalah negara menuduh dan menuntut orang papua yang lawan rasisme dengan pasal makar.

“Bukti lain yang harus diketahui adalah tuduhan dan tuntutan rasisme tidak terbukti dalam persidangan terhadap para pejuang rasisme di pengadilan Indonesia. Itu artinya, negara ini gunakan pasal makar untuk menakuti orang Papua,” katanya.

ads

Kata Nekenem, proses hukum terhadap Aliknoe bersaudara dan Pende Mirin serta kawan-kawan adalah proses hukum yang tidak adil. Karena negara telah memutarbalik fakta terhadap pelaku rasisme yang hanya dihukum 6 bulan penjara.

“Orang Papua sudah jadi korban persekusi dan rasisme, lalu saat protes dan lawan rasisme itu, orang papua jadi korban lagi. Ditangkap dan diproses secara hukum. Meskipun negara gunakan berbagai cara untuk bungkam orang Papua, tetapi kebenaran berada di pihak orang Papua. Sehingga vonis terhadap para pejuang rasisme sudah kita lihat bersama. Baik yang di Papua maupun di luar Papua,” ujarnya.

Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Sementara itu, Septi Meidodga, mantan tahanan politik dengan tuduhan makar dalam kasus lawan rasisme tahun 2019 lalu mengatakan, aparat harus jelih melihat persoalan yang terjadi di Papua.

“Catatan penting bagi aparat Kepolisian Indonesia dalam kasus kejadian rasis harus jadi pembelajaran, tidak bisa segala sesuatu digiring ke ranah makar. Itu aksi spontan tanpa ada setingan konsolidasi dari pihak mana pun. Itu terbukti bahwa sangat tidak manusiawi Orang Papua dikatakan Monyet,” tegasnya.

Baca Juga:  KPU Tambrauw Didemo, Ini Tuntutan Forum Peduli Demokrasi

Lanjut Septi, dalam proses hukum terhadap para pejuang rasisme di Tanah Papua dan Indonesia, negara menggunakan pasal makar dan pasal-pasal pengrusakan. Seharusnya negara menggunakan pasal-pasal yang ada di dalam UU Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2008.

“Karena aksi tahun lalu itu berkaitan dengan rasisme, maka rujukan hukumnya adalah ke UU 40 tahun 2008. Tetapi ini tidak. Indonesia malah gunakan pasal yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya,” terang Septi.

Selain itu, Pende Mirin mantan narapidana aksi rasisme tahun 2019 mengharapkan agar seluruh tahanan anti rasis di Papua harus dibebaskan tanpa syarat.

Pewarta : Charles Maniani

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaTuntut SPP Diturunkan, Mahasiswa USTJ Demo di Kampus
Artikel berikutnyaFOTO: Demo Mahasiswa USTJ di Halaman Kampus