PolhukamHAMEmpat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Editor :
Admin

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Gustaf Kawer Direktur Perkumpulan Advokat HAM Papua (PAHAM) yang menjadi Kuasa Hukum keluarga korban penembakan Eden Bebari dan Ronny Wandik menyesalkan putusan ringan dan bebas dari Pengadilan Militer III-17 Menado dan Militer III-14 Denpasar yang tidak konsisten dengan tuntutan dan putusan awal terhadap terdakwa empat anggota TNI.

“Putusan ini menunjukkan negara lewat peradilan militer masih menunjukkan impunitas terhadap pelaku yang adalah alat negara sendiri.  Tidak ada penghormatan terhadap korban, keluarga korban dan masyarakat Papua yang menjadi korban kekerasan aparat militer dan pelanggaran HAM yang terjadi secara sistematis dan meluas,” kata Gustaf Kawer kepada suarapapua.com, Sabtu (9/3/2024) di Jayapura.

Eden Babari dan Ronny Wandik ditembak mati aparat militer Indonesia dari TNI Yonif 712/900 dari Satuan Tugas Pinang Siri di Mile 34, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah pada 13 April 2020.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

Gustaf Kawer mengatakan, pihaknya baru mengetahui informasi pembebasan 2 terdakwa yakni Sersan Satu Vicente De Oliviera, dan Prajurit Kepala Bahari Muhrim dari website Pengadilan Militer III-14 Denpasar. Oliviera dan Bahari bebas dari tuntutan hukum/bebas, oditur/jaksanya mengajukan kasasi agar hukumannya tetap ada sesuai tuntutan, namun dalam proses oditur mencabut permohonan kasasinya yang berarti kedua terdakwa bebas untuk seterusnya.

Sebelumnya, Oliviera dan Bahari dituntut pidana 2 tahun penjara dan dipecat dari kesatuannya, namun di vonis majelis hakim lepas dari tuntutan (bebas).

Sementara, pidana dua terdakwa lainnya yang disidangkan di Pengadilan Militer III-17 Menado yakni Letnan Dua Gabriel Bowie Wijaya dan Prajurit Kepala Sugiharnoto di Vonis Ringan di Tingkat Kasasi dengan vonis 2 Tahun dan 1 Tahun 6 bulan, sedangkan pemecatan dari kesatuan ditiadakan,

“Ia 4 terdakwa, 2 disidangkan di peradilan militer Menado, 2 disidangkan di peradilan militer Denpasar. Yang di Menado putusannya 7 tahun dan 6 tahun penjara, hukuman tambahan dipecat dari kesatuannya. Ditingkat kasasi vonisnya ringan menjadi 2 tahun dan 1 tahun 6 bulan, hukuman tambahan di pecat dari kesatuan, namun hukuman itu ditiadakan,” jelas Kawer.

Baca Juga:  Tragedi Penembakan Massa Aksi di Dekai 15 Maret 2022 Diminta Diungkap

Gustaf mengatakan putusan ini menunjukkan negara lewat peradilan militer telah menunjukkan impunitas terhadap pelaku yang adalah alat negara sendiri, dan tidak ada penghormatan terhadap korban, keluarga korban dan masyarakat Papua yang menjadi korban kekerasan militer dan pelanggaran HAM yang terjadi secara sistematis dan meluas.

Katanya, impunitas itu dilakukan dengan menjauhkan peradilan dari wilayah terjadinya kasus dan tempat tinggal korban ke tempat bertugas pelaku di Menado dan Denpasar Bali – yang dampaknya peradilan menjadi jauh dari akses keluarga korban dan masyarakat Papua.

“Proses sidang menjadi tertutup dari masyarakat umum, hakim, oditur dan penasehat hukum berasal dari kalangan militer dan terkesan melindungi pelaku. Termasuk proses hukum yang berlarut-larut hingga jauh dari asas peradilan cepat dan biaya ringan.”

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

“Upaya hukum banding dan kasasi digunakan untuk sarana meringankan hukuman dan membuat keluarga korban semakin jenuh dengan proses hukum dan berdampak terhadap bebasnya pelaku dari jerat hukum.”

Oleh sebab itu Kawer menyarankan agar kasus-kasus seperti ini diselesaikan melalui mekanisme internasional, dan hadirkan komisaris tinggi PBB.

“Saran kami dengan melihat institusi peradilan yang tidak berdaya terhadap aparat negara, sudah selayaknya kasus-kasus seperti ini diselesaikan lewat mekanisme internasional, termasuk hadirkan komisaris tinggi (high commisioner UN) PBB untuk mengunjungi Papua melihat langsung kondisi pelanggaran HAM yang serius di Papua, baik yang terjadi di masyarakat maupun dalam proses penegakan hukumnya,” pungkasnya.

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.