Situasi Rasisme Menjadi Momentum Membangun Dialog Antar Manusia

0
1197

Oleh: Oksianus B. Uropmabin)*
Penulis adalah mahasiswa STFT “Fajar Timur” dan Anggota Aplim Apom Research Group (AARG)

Dalam konteks di Indonesia, khususnya di Papua, permasalahan sosial rasanya mendominasi kehidupan  sebagian besar masyarakat. Kemiskinan, pemiskinan, pembodohan, teror (ancaman), penindasan, ketidakadilan, penganiayaan, pemaksaan kehendak, kejahatan, diskriminasi rasial, pembunuhan dan lain-lain, terjadi di mana-mana. Dalam hal ini kita tidak butuh peta untuk menentukan atau menunjukan tempat kejadiannya. Kita bisa lihat dan baca terutama melalui media masa maupun saksi-saksi peristiwa. Di tengah realitas seperti ini dibutuhkan membangun dialog antar manusia menjadi amat sangat mendesak dan relevan.

Gerakan rakyat (people power) untuk mengkampanyekan dan menentang tindakan diskriminasi rasial yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa negara pada umumnya dan di Papua pada khususnya, menjadi momentum untuk membangun dialog antar manusia. Membangun dialog antar manusia bertujuan untuk memberi penghormatan yang sesungguhnya terhadap harkat dan martabat pribadi manusia. Penghormatan yang sesungguhnya terhadap harkat dan martabat manusia adalah hak asasi. Sebab pada umumnya manusia memiliki hak untuk hidup dan mati. Hidup dan mati merupakan suatu kepastian yang Tuhan berikan kepada setiap manusia. Dalam Kita Suci diberitakan bahwa dari semua ciptaan, manusia adalah ciptaan Tuhan yang luhur dan berharga. Dalam kitab UUD 1994 pasal 28 huruf I (ayt. 1) ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Semua manusia memiliki hak untuk membela harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kita tidak bisa membisu, diam dan takut ketika martabat sesama manusia diinjak-injak dengan perilaku diskriminasi rasial yang sewenang-wenang dan persoalan lain yang mengintarinya. Tindakan dan perilaku seperti ini harus dilawan. Nilai-nilai kemanusiaan harus diperjuangkan dan di tegahkan. Keadilan dan kesamaan derajat harus diperjuangkan. Dalam keondisi seperti inilah kita dipanggil untuk lawan ketidakadilan dan diskriminasi rasial dan persoalan sosial lainnya di lingkungan sekitar kita. Dalam situasi seperti ini pulalah dibutuhkan membangun dialog antar manusia yang terukur dan terencana.

Pengamatan Tahta Suci untuk PBB, Uskup Agung Ivan Jurkovic dalam sesi ke-43 dari Dewan Hak Asasi Manusia tentang Rasisme (18/06/2020), menyatakan bahwa diskriminasi rasial dalam segala bentuk benar-benar tidak dapat dibenarkan. Semua anggota keluarga manusia, yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah memiliki martabat yang sama, tanpa memandang ras, bangsa, jenis kelamin, asal usul, budaya atau agama mereka. Dengan demikian, adalah tanggung jawab negara untuk mengakui, membela dan meningkatkan hak asasi dari setiap orang. Kita tidak bisa mentolerir atau menutup mata terhadap rasisme dan penculikan-serta persoalan lainnya- dalam bentuk apa pun juga untuk membela kesucian setiap kehidupan manusia. Kita juga harus mengakui bahwa kekerasan merusak diri sendiri dan menghancurkan diri sendiri (penakatolik.com, 20/06/2020).

ads
Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Tindakan diskriminasi rasial adalah musuh yang tidak menghargai harkat dan martabat manusia karena itu harus dilawan. Gerakan kekuatan rakyat (people power) yang membentuk kelompok Black Lives Matter, Papua Lives Matter dan sebutan senada lainnya untuk menentang dan melawan tindakan diskriminasi rasial adalah suatu bentuk perwujudan dari mereka yang mencintai kedamaian, keadilan dan persamaan hak asasi. Gerakan-gerakan seperti demikian mengingatkan kepada setiap orang  yang menetap dan hidup di Tanah Papua agar saling menghormati dan menghargai sebagai manusia. Baik orang Papua dan non Papua harus saling menghargai. Tentu semua orang ingin hidup damai di tanah Papua. Sesama orang Papua harus saling menghormati, orang Papua harus menghormati orang non Papua. Orang non Papua harus menghormati orang Papua. Ini hukum tertinggi dari Tuhan. Kalau kita tidak saling menghormati maka damai tidak akan tercipta di tanah Papua.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Segala upaya untuk menjadikan Papua sebagai tanah damai, menurut Pastor Neles, dilaksanakan atas dasar dan dibimbing oleh sepuluh nilai universal yakni: keadilan, partisipasi, rasa aman, harmoni, kebersamaan, pengakuan dan harga diri, komunikasi dan informasi, kesejahteraan, kemandirian, dan kebebasan. Hanya dengan menegakkan sepuluh nilai ini, Papua dapat diwujudkan sebagai tanah damai. Kalau satu saja dari sepuluh nilai ini tidak diamalkan, maka Papua tidak pernah akan menjadi tanah damai.

Menjadikan sepuluh nilai universal dasar pijakan dan pedoman yang mengarahkan, Papua tanah damai sebagai masa depan tidak dapat diwujudkan melalui kekerasan entah apapun tujuan dan motifnya, pemaksaan kehendak, dan semua tindakan entah apapun bentuknya yang bertentangan dengan sepuluh nilai universal di atas. Maka komunikasi konstruktif dan dialog antar manusia merupakan landasan utama untuk menata Papua menjadi tanah damai. (*)

Artikel sebelumnyaGerakan Rumah Sakit dalam Sejarah
Artikel berikutnyaBenny Wenda: 1 Juli adalah Tonggak Penting dalam Perjuangan Pembebasan Papua Barat