Ahli Antropologi Kenya: Lirik Lagu Yamko Rambe Yamko Bukan Bahasa Swahili

0
2209
ilustrasi yamo rambe yamko yang diarasmen untuk anak-anak. (Ist - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perdebatan tentang asal usul lagu Yamke Rambe Yamko yang pemerintah Indonesia alamatkan sebagai lagu daerah dari provinsi Papua menjadi topik hangat dalam seminggu terakhir. Lagu tersebut menjadi perdebatan karena pertama kali akun twitter @PapuaItuKita menyatakan lagu tersebut bukan dari Papua.

Unggahan akun Papua Itu Kita di twitter telah mengundang perdebatan. Selain perdebatan, juga telah menyadarkan orang Papua dan Indonesia tentang asal usul lagu tersebut. Banyak komentar bermunculan. Bahkan saat diwawancarai detikdotcom, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menyatakan tidak tahu dan masih mencari tahu kebenarannya.

Selain itu, banyak juga pendapat yang muncul. Dimana ketika lirik lagu tersebut dimasukkan ke terjemahan gratis yang disediakan google, bahasa dalam lirik tersebut terdeteksi bahasa Swahili dari Afrika.

Untuk membuktikan lagu tersebut berasal dari bahasa Swahili atau bukan, peneliti dari Harvard University, Veronika Kusurmayati telah melakukan wawancara kepada ahli antropologi Kenya di Harvard, Professor George Paul Meiu.

Veronika mengatakan, Professor George Paul Meiu adalah ahli antropologi Kenya di Harvard. Dia juga adalah pembicara bahasa Swahili dan Samburu. Menurut Professor George Paul Meiu, kata-kata yang digunakan dalam lagu ini bukan bahasa Swahili.

ads
Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

“Dia juga meragukan ini dari bahasa lain di Kenya (dia berkata, tidak satu pun kata-kata di lagu ini masuk dalam kategori bahasa Bantu atau Nilotik, dua grup bahasa terbesar di Kenya). Soal lagunya sendiri, dia bilang, “I also listened to the youtube recording and it does not sound like anything I’ve ever heard in Kenya.” Dengan kata lain, dia belum pernah mendengar ritme lagu seperti ini di Kenya,” ungkap Kusurmayati kepada suarapapua.com pada Sabtu (4/7/2020).

Sebagai referensi, Veronika menambahkan, Professor George Paul Meiu sudah lebih dari 10 tahun riset di Kenya.

“Orang kedua yang saya tanya adalah ibu teman saya yang berasal dari Tanzania. Ibu teman saya juga berbicara bahasa Swahili dan bahasa daerahnya. Namun dia berkata, lagu dan kata-kata lagu Yamko Rambe Yamko ini bukan dari Tanzania. Dia belum pernah mendengar irama dan kata-kata seperti itu. Jadi dari sini jelas bahwa rumor Yamko Rambe Yamko dibawa dari Afrika itu tidak benar,” tegas Veronika setelah langsung konformasi kepada peneliti dan penutur bahasa Swahili di Afrika.

Baca Juga:  Wawancara Eksklusif Daily Post: Indonesia Tidak Pernah Menjajah Papua Barat!

Veronika juga mengatakan, dia melakukan banyak penelitian di berbagai perpustakaan [seperti di perpustakaan Universitas Leiden, Library of Congress di Amerika Serikat, hingga perpustakaan Cornell university yang kaya dengan koleksi Indonesia] tetapi tidak ada satu pun dokumentasi tentang asal muasal lagu Yamko Rambe Yamko.

“Yang ada hanya notasi dan rekaman lagu, dengan deskripsi pendek bahwa lagu ini dari Irian Jaya/Papua,” bebernya.

Menurut Veronika, hal ini semakin membuktikan bahwa kemungkinan besar lagu ini tidak berdasarkan bahasa/kebudayaan Papua. Kata dia, Papua memiliki banyak dokumentasi bahasa dan lagu-lagu rakyat karena kerja misionaris terutama melalui SIL (the Summer Institute of Linguistics).

“Saya sudah berusaha mencari dokumentasi-dokumentasi mereka tetapi tidak ada soal lagu ini,” pungkasnya.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua Minta Presiden Jokowi Copot Jabatan Pangdam XVII/Cenderawasih

Simon Patric Morin, Tokoh Papua ketika diwawancarai Suara Papua mengatakan, lagu Yamko Rambe Yamko bukan berasal dari Papua. Sebab tidak ada rujukan dan referensi yang menunjukkan bahwa lagu tersebut berasal dari Papua. Selain itu, sejak awal Papua berada di Indonesia hingga saat ini, tidak ada satu pun suku di Papua yang mengklaim bahwa lagu adalah bahasa suku mereka.

Morin juga mengungkapkan bahwa, pertama kali lagu tersebut diperkenalkan oleh Indonesia setelah penyerahan Irian Barat kepada Untea pada tahun 1963. Morin mengatakan bahwa lagu tersebut pertama kali diperkenalkan oleh pak Kasur, salah satu anggota tim grup musik yang dikirim Jakarta ke Papua dengan tujuan ingin menghibur orang Papua.

Saat itu, kata Morin, dia sedang duduk di kelas III SMP dan mendengar lagu tersebut pertama kali di Biak pada Mei 1963 dari grup musik yang didatangkan dari Jakarta ke Papua.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaApa Kabar Kemanusiaan di Nduga?
Artikel berikutnyaManusia Tuna Budi dan Pandemi: Kematian Kolektif Prosedural