Alm. Pastor Frans Lieshout, Sang Gembala dan Guru Sejati Bagi Orang Papua

0
1838

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Almarhum Pastor Frans Lieshout OFM layak dihormati sebagai gembala dan guru sejati bagi orang Papua karena memiliki pendekatan rohani, pendekatan Budaya, yang erat bagi orang Papua, khususnya di pedalaman Papua.  

Hal ini diungkapkan Presiden Persekutuan Gereja – Gereja Baptis Papua (PGBP) Pendeta Dr. Socrates Sofyan Yoman pada acara  Launching dan diskusi buku Pastor Frans Lieshout, OFM sebagai Gembala dan Guru bagi orang Papua di aula Gereja Katolik Terang Dunia Waena, pada Jumat (7/8/2020).

“Secara pribadi melihat Pastor itu melayani dengan utuh sebagai seorang  rohaniawan sejati dan juga budayawan, antropologi dan sosiologi sejati,” ungkap Yoman.

Yoman mengaku dirinya banyak belajar dari buku yang ditulis almarhum tentang kebudayaan suku Hubula dan sejarah 50 tahun Gereja Katolik di wilayah Balim.

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

“Dia (Pastor) betul-betul masuk dalam kehidupan budaya orang Papua khususnya Lembah Baliem, dia mempelajari nilai budaya dan kehidupan suku asli orang Balim,” tuturnya.

ads

Yoman lalu mengutip perkataan Pastor dalam buku-bukunya, bahwa kedatangannya [pastor Lieshout] ke lembah Balim bertemu dengan manusia-manusia bali yang begitu manusiawi dan begitu cinta damai.

“Saya pertama kali bertemu orang Balim mereka menyapa kami dengan ramah dan mereka tidak mengharapkan sesuatu dari kami karena mereka memiliki segala-galanya. Mereka memiliki kehidupan mereka, pemimpin yang berwibawa karena kata dan tindakannya sama dan masyarakat tidak pernah demo mereka karena pemimpin mereka melindungi mereka dan menjaga masyarakat,” kata Yoman, mengutip Perkataan Pastor Frans di dalam bukunya.

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

Pdt. Yoman yang mengaku kagum dengan kepribadian dan pola pelayanan almarhum Pastor, dia juga mengharapkan agar dedikasi dan pengabdiannya dapat di contoh oleh Gereja Katolik yang ada di Papua karena teladan yang disampaikannya merupakan pola yang dipakai oleh Yesus Kristus.

“Kami harapkan pemimpin- pemimpin Gereja Katolik dapat mempelajari model pelayanan yang dilakukan oleh almarhum karena ini merupakan modal pelayanan dan contoh yang baik karena dia hadir secara utuh seperti yesus hadir secara utuh karena kebutuhan rohani soal kekekalan dilihat tapi kebutuhan jasmani kekinian juga dia lihat maka gereja Harus hadir secara utuh di kehidupan Umat Manusia,” katanya.

Sementara itu, Penulis Buku Markus Haluk mengatakan, Buku ini berisikan refleksi masing-masing pihak yang terkumpul itu 69 tulisan dari Amerika, Belanda keluarga Pastor, dan  bahasa lisan dari para Pastor lain yang sudah ada dari Papua di Jakarta di Jogja di Bandung dari mana-mana orang berkontribusi bagaimana merayakan duka tapi dengan tulisan.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

“Jadi, dari tulisan yang masuk juga dalam budaya Melanesia, kalau orang meninggal biasanya mengingat kenangan orang menangis dan setelah itu akan berlalu, namun kenangan itu  mengalir melalui pena dan itu melalui tulisannya dan mengalirnya begitu indah dan panjang, itu artinya seberapa besar kedalaman hati mereka (umat)  terhadap almarhum itu yang tulis untuk dijadikan kenangan agar bisa diingat selalu meskipun berganti tahun,” kata Haluk.

 

Pewarta : Agus  Pabika

Editor : Arnold Belau

Artikel sebelumnyaSelama Otsus Berlaku, Trada Jaminan Hidup untuk Masyarakat Adat Papua
Artikel berikutnyaMedia Tertekan, Tantangan Besar Bagi Demokrasi Melanesia