21 Ormas Sipil Desak Negara Akui dan Hormati Hak-Hak Dasar OAP

0
1797

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dalam memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional (9/8/2020), sebanyak 21 Organisasi Masyarakat (Ormas) sipil mendesak negara agar mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak dasar Orang Asli Papua, spesifik suku Moi di Sorong. 

Saat ini, masyarakat adat Papua dan wilayah adatnya sedang mengalami tekanan proyek pembangunan negara, dan gempuran ekspansi bisnis ekstraksi dan eksploitasi hasil hutan, tambang dan lahan, yang berlangsung dalam skala luas. Secara struktural, negara menggunakan kuasanya memproduksi kebijakan peraturan, perizinan dan syarat-syarat untuk memperlancar aktifitas pembangunan ekonomi dan bisnis,
pemberian hak atas tanah dan pengamanan kegiatan berinvestasi, yang dikendalikan dan dijalankan oleh pengusaha pemilik modal, yang meraup manfaat keuntungan ganda dalam lingkaran bisnis.

Ketua Pimpinan Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD-AMAN) Malamoi, Sem Vani Ulimpa menegaskan aksi yang dilakukan pada Senin (10/8/2020) merupakan bentuk solidaritas kepada suku Moi, untuk meminta pertanggunjawaban bupati Sorong agar segera mencabut izin PT. Mega Mustika Plantation dari wilayah adat Kalaben Lembah Kakaso.

“Kami menyuarakan dan menegaskan bahwa sesuai dengan tema besar AMAN secara nasional “Kedaulatan Pangan dan Hak Masyarakat Adat”, maka sejalan dengan itu aksi yang dilakukan 10 Agustus 2020 menjadi momentum, sekaligus warning kepada Pemkab Sorong dalam menyimpan dan mereview kembali izin-izin investasi yang tidak nyatanya dalam menjalankan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam UU,” katanya saat dihubungi suarapapua.com, Selasa (11/8/20) malam.

Ia mengatakan pihaknya telah mengawal Masyarakat Adat dari Lembah Kalaso untuk menuntut Pemda Sorong, agar segara mengeluarkan surat keputusan pencabutan izin PT. Mega Mustika Plantation, yang berlangsung di depan kantor bupati Sorong, pada Senin (10/8/20). Aksi ini berakhir dengan penyerahan dokumen berisi surat pernyataan.

ads

“Tanah-tanah adat masyarakat Papua harus dilindungi, agar hak-hak tanah masyarakat adat bisa bebas dari segala macam bentuk investasi kelapa sawit dan berbagai izin perluasan lahan berskala besar lainnya,” ujarnya.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

Dalam keterangan tertulis AMAN yang diterima media ini, tertulis masyarakat adat penguasa dan pemilik tanah dan hutan adat mengalami ketergusuran berlapis-lapis, tersingkir hak dan aksesnya atas sumber mata pencaharian dan sumber pangan, mengalami kekerasan, intimidasi, penyiksaan hingga pembunuhan, dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), melibatkan aparatus keamanan negara dan pelaku non pemerintah, seperti security perusahaan, mafia, preman dan sebagainya. Mereka terpaksa menjadi buruh dan dipaksa patuh pada aturan-aturan perusahaan yang tidak adil, diskriminatif dan rasis.

Dalam hal ini, hak konstitusional masyarakat adat Papua yang mendasar untuk menjamin harkat dan martabat hidup, serta keberlangsungan lingkungannya, belum mendapatkan perlindungan dan penghormatan negara. Sebaliknya perampasan dan pengabaian atas hak-hak tersebut menimbulkan ketegangan, kerugian dan konflik, yang masih terjadi hingga saat ini. Demikian pula, kebijakan dan model pembangunan skala luas tersebut terbukti menjadi salah satu sumber penyebab pandemic Covid19 yang berdampak buruk terhadap ratusan juta penduduk di dunia dan mengancam keselamatan manusia.

Kami secara khusus hendak menyoroti dan menekankan praktik dan dampak program
pembangunan dan ekspansi bisnis tersebut terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat Moi di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pembangunan infrastruktur, proyek percetakan sawah baru, usaha pertambangan, pembalakan kayu dan perkebunan kelapa sawit, dan sebagainya, yang masih belum sepenuhnya memberikan keadilan, belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat, terjadi kesenjangan pendapatan antara masyarakat dan dengan perusahaan semakin lebar, masih sulit dan terbatasnya akses masyarakat mendapatkan fasilitas sosial, kesehatan, pendidikan dan sebagainya, hal ini tidak sebanding dengan nilai dan sumberdaya yang hilang.

Baca Juga:  Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan

Pada kesempatan Hari Masyarakat Adat International (09 Agustus 2020) yang
menjadi tonggak sejarah perjuangan dan kemenangan masyarakat adat atas
diterimanya Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak
Masyarakat Adat (The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous
Peoples, UNDRIP, 2007), kami kembali menyuarakan dan menuntut kepada negara untuk sungguh-sungguh mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak dasar kami Orang Asli Papua, termasuk hak atas tanah dan hutan adat, hak untuk menentukan pembangunan pada wilayah adat kami, sebagaimana tertuang dalam UNDRIP.

Kami meminta dan mendesak:

1. Pemerintah nasional, Komnas HAM, Bupati Kabupaten Sorong, segera
melakukan audit HAM dan audit lingkungan terhadap aktifitas bisnis perusahaan dan perizinan usaha perkebunan, pembalakan kayu, pertambangan dan program pembangunan kawasan khusus, yang diduga melanggar hak masyarakat adat Moi dan mendapat penolakan warga, yang pelaksanaannya melibatkan masyarakat adat dan organisasi masyarakat adat;

2. Pemerintah nasional, Gubernur Provinsi Papua Barat dan Bupati Kabupaten
Sorong, tidak menerbitkan kebijakan peraturan penataan ruang, pembangunan
kawasan ekonomi dan infrastruktur pembangunan, serta tidak memberikan
izin-izin baru dan alih fungsi kawasan hutan untuk pengelolaan dan pemanfaatan atas tanah dan kekayaan alam di wilayah adat kami, sebelum melakukan musyawarah secara bebas dan persetujuan masyarakat adat secara luas.

3. Pemerintah nasional, Gubernur Provinsi Papua Barat dan Bupati Kabupaten
Sorong, melibatkan seluas-luasnya masyarakat adat Moi dalam menentukan
kebijakan pembangunan ekonomi dan pemanfaatan hasil hutan, dan kekayaan
alam lainnya, berbasiskan pengetahuan inovatif dan hak-hak masyarakat adat
Moi, yang diusahakan dalam skala tertentu dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan.

4. Bupati Kabupaten Sorong segera mempercepat proses dan pelaksanaan isi
Peraturan Daerah Kabupaten Sorong Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengakuan
dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong, serta
Peraturan Bupati Sorong Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengakuan dan Penetapan Keberadaan dan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat Moi atas
Tanah dan Hutan Adat di Kabupaten Sorong.

Baca Juga:  Raih Gelar Doktor, Begini Pesan Aloysius Giyai Demi Pelayanan Kesehatan di Papua

5. Bupati Kabupaten Sorong mengevaluasi dan mencabut izin-izin perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang nyata-nyata tidak menjalankan kewajibannya dan
belum melakukan pengembangan usaha perkebunan, yang beresiko merugikan
dan mendapatkan penolakan masyarakat adat Moi, seperti: PT. Mega Mustika
Plantation; PT. Cipta Papua Plantation; PT. Inti Kebun Lestari; PT. Sorong Agro Sawitindo.

6. Kami turut bersolidaritas dan mendukung perjuangan dan suara masyarakat adat di Tanah Papua dan di dunia untuk menuntut dan mendapatkan keberadaan dan hak-hak dasarnya.

7. Bupati Kabupaten Sorong segera keluarkan Surat Keputusan Pencabutan Izin PT. Mega Mustika Plantatioan dari Lembah Kalaso.

8. Hutan Tanah Adat Kalaben Lembah Kalaso harus dilindungi dalam satu
regulasi khusus, sebagai upaya penyelamatan situs sejarah, adat dan
kebudayaan Suku Moi.

Pernyataan ini didukung dan ditandatangani oleh:

1. PD-AMAN Malamoi.
2. PD-AMAN Sorong Raya.
3. LMA-Malamoi.
4. Himpunan Mahasiswa Moi (HIMAMSI).
5. Ikatan Keluarga Besar, Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Kalaben.
6. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.
7. Papua Forest Watch.
8. Belantara Papua-Bengkel Pembelajaran Sesama Rakyat Papua.
9. PBHKP-Perkumpulan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian.
10. Gempar-Sorong Raya.
11. Dewan Pemuda Adat Region Papua.
12. Dewan Aman Nasional Region Papua-Barat.
13. Forum Studi Noken Ilmu.
14. Sagu Bakar.
15. Sanggar Alam Semesta Selemkai (SALSES).
16. Pemuda Klaben.
17. DPP-IWARO.
18. IKMR-Ikatan Kampung Malaumkarta Raya.
19. Ikatan Pemuda Pelajar Kampung Klaili Raya.
20. Ikatan Pemuda Plajar Dan Mahasiswa Kampung Kawakek Raya.
21. Dewan Adat Klaben.

 

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDAP Wilayah III Doberay Siap Rumuskan Peradilan Adat
Artikel berikutnyaOtsus Gagal sebagai Resolusi Konflik Papua