ArtikelPengembalian Uang ke Negara Adalah Bentuk Perang Politik Simbolik

Pengembalian Uang ke Negara Adalah Bentuk Perang Politik Simbolik

Oleh: Made Supriatma)*

Peneliti independen

Apa Arti Rp 773.876.918 Yang Dikembalikan ke LPDP Hari Ini? Hari ini, Tim Solidaritas Ebamukai mengembalikan uang beasiswa Veronica Koman ke LPDP. Uang beasiswa itu dikembalikan karena ditagih oleh LPDP, sebuah lembaga pemberi beasiswa milik pemerintah Indonesia dan di bawahi oleh Departemen Keuangan.

Vero mendapat beasiswa LPDP untuk melanjutkan kuliah di bidang hukum di Australia. Sesuai dengan kontrak, dia harus kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi. Hal itu dia sudah lakukan. Dia kembali ke Indonesia dan ke Papua untuk menjadi pengacara pro bono untuk anak-anak muda aktivis kemerdekaan Papua.

Vero juga menyampaikan laporan ke Komite HAM PBB di Jenewa. Ketika terjadi demonstrasi besar-besaran anti-rasisme di hampir semua kota besar Papua, Vero aktif memberikan informasi dari lapangan. Ketika itu dia sedang ambil cuti dan ada di Australia untuk menghadiri wisudanya.

Ketika itulah pihak kepolisian Indonesia menetapkannya sebagai tersangka penyebaran hoax. Unggahan-unggahannya di media sosial dianggap sebagai berita palsu. Kawan-kawan jurnalis dari Jubi, Tirto, dan Jakarta Post yang melakukan investigasi — bahkan memenang Tasrif Award 2020 — menemukan banyak hal yang tidak berbeda dengan berita-berita yang diunggah Vero.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

LPDP meminta Vero untuk mengembalikan beasiswa. Pihak Departemen Keuangan bahkan mengeluarkan surat keputusan agar uang itu dikembalikan ke negara.

Vero sendiri sudah mengembalikan sebagian kecil uang tersebut. Namun jumlah Rp 773.876.918 tentu berat. Tanpa diminta oleh Vero, aktivis-aktivis Papua menggalang dana. Tanpa diduga-duga, antusiasme masyarakat demikian tinggi.

Banyak orang mau menyumbang. Mama-mama pedagang pasar dengan sigap menyisihkan keuntungannya. Tidak perlu waktu lama uang itu terkumpul.

Siang tadi, aktivis Papua berkumpul di depan Kantor Departemen Keuangan. Mereka hendak menyampaikan uang pengembalian beasiswa itu secara simbolik. Sebagian besar uang itu sudah ditransfer ke rekening LPDP. Namun, mungkin karena tahu akan didatangi para demonstran, LPDP hari ini menutup kantornya. Para aktivis Papua akhirnya ke Kantor Menko Polkam karena sebelumnya mereka membaca di media bahwa Pak Menko ngotot minta uang itu dikembalikan.

Aksi simbolik ini berdampak sangat besar. “Saya dibiayai kuliah oleh rakyat Papua, bukan oleh negara Indonesia,” demikian ditulis Veronica Koman di laman Facebooknya. Dalam perspektif lain, dia juga yang mengatakan bahwa rakyat Papua membiayai sendiri pengacaranya.

Orang Indonesia mungkin bisa mencibir. Syukurlah beasiswa dikembalikan. Tidak ada gunanya membiayai pengkhianat negara. Itulah ungkapan-ungkapan yang saya dengar.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Tentu saya maklum. Orang Indonesia memandang persoalan Papua  dari sisi kepentingannya sendiri. Mengukur Papua dengan ukuran baju sendiri.

Dari pihak orang Papua, saya mendengar narasi yang sama sekali berbeda. Narasi itu mengatakan, kalau hanya uang segitu, kami mampu mengumpulkannya. Saya bahkan mendengar, “Dong ambil lebih banyak dari kita, sekarang mau minta uang pengacara kita lagi ka?”

Apa yang dilakukan pemerintah kita oleh orang Papua dianggap sebagai keserakahan tanpa batas orang Indonesia. Dan pengembalian uang ini dianggap harga diri orang Papua. Kita tahu, jika harga diri sudah dipertaruhkan, tidak ada yang mustahil. Mama-mama di pasar-pasar menyumbang seribu dua ribu rupiah yang lusuh demi menegakkan harga diri ini.

Kita terus menerus menampik bahwa yang kita hadapi adalah nasionalisme. Kita membutakan diri dengan menyangkal bahwa pengembalian uang ini adalah harga diri; dan harga diri itu adalah ungkapan nasionalisme orang Papua.

Vero adalah salah satu dari sedikit orang Indonesia yang mau belajar tentang Papua. Saya tahu bagaimana reputasinya dihancurkan di Indonesia dan kebencian terhadapnya dibangun secara sistematis. Namun, satu hal yang tidak terduga adalah bagaimana orang Papua membalas pemihakannya.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Saya kira ini satu tonggak sejarah yang punya makna sangat besar untuk rakyat Papua. Sekalipun tidak untuk rakyat Indonesia.

Pengembalian uang ini adalah perang politik simbolik. Orang-orang Papua, yang dalam banyak hal selalu diremehkan itu, jelas memenangkan perang ini.

Pengembalian uang ini menguatkan citra yang lama melekat pada rakyat Papua. Bahwa Indonesia itu adalah segala hal yang berkaitan dengan uang, dengan kekayaan. Mereka datang ke Papua pun untuk mencari kekayaan. Dan semua hal tentang uang dan penumpukan kekayaan itu berkaitan dengan keserakahan.

Kini mereka berikan uang itu Indonesia. Aksi simbolik ini sekaligus menunjukkan kepada seluruh rakyat Papua bahwa keserakahan Indonesia itu sangat dalam, tidak punya dasar.

Tentu aksi simbolik ini juga sangat menohok rakyat Indonesia, yang selalu memandang diri sebagai bangsa yang rendah hati, pemurah, senang bersedekah, tidak serakah.  Dengan mengembalikan Rp 773.876.918 itu para aktivis Papua telah mematahkan citra itu. Indonesia itu kemaruk akan kekayaan. Ketika kembali ke Papua, sifat kemaruk ini menjadi sangat kejam dan brutal. Sialnya rakyat Papua mengalami itu dalam hidup sehari-hari mereka. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Forum Komunikasi Lintas Suku Asli Tambrauw mengingatkan pengurus partai politik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, untuk transparan dalam tahapan pendaftaran...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.