BeritaAgar Ada Kewenangan, Komnas HAM Papua Perlu Dibenahi

Agar Ada Kewenangan, Komnas HAM Papua Perlu Dibenahi

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Setiap kejadian pelanggaran HAM di tanah Papua, banyak lembaga membentuk tim. Tim itu lalu turun ke lapangan melakukan pendataan, hingga mendaftar semua korban nyawa maupun korban harta benda lainnya. Namun data fakta yang ditemukan itu sirna begitu saja tanpa ditindaklanjuti oleh pihak yang diberi kewenangan, seperti Komnas HAM Perwakilan Papua.

Oleh sebab itu, lembaga tersebut kedepan perlu dibenahi, agar menindaklanjuti kasus-kasus HAM di tanah Papua.

Gustaf Kawer, Pengacara HAM Papua menilai, Komnas HAM Perwakilan Papua perlu ada pembenahan, terutama mengenai kewenangan penyelidikan dan penyidikan yang sejauh ini belum memiliki.

Katanya, hal ini perlu dilakukan dengan merubah regulasi agar ada kewenangan untuk penyelidikan dan penyidikan.

“Komnas HAM Papua pada 2 periode ada komisionernya, kini hanya dipimpin oleh satu orang yang sebenarnya adalah kepala sekretariat atua PNS,” kata Kawer kepada suarapapua.com, Jumat (30/10/2020).

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

Sejauh ini kata Kawer sesuai perannya, Komnas HAM Perwakilan Papua hanya membantu memediasi kasus, selanjutnya perkara tersebut di giring ke perilaku oknum dan kemudian disidangkan di pengadilan militer untuk TNI dan Kode Etik/Peradilan Umum untuk Kepolisiian.

Selanin itu ia menilai, Komnas HAM RI dalam melakukan investigasi selalu lambat dalam mengumpulkan bukti dan memeriksa saks-saksi, sehingga dalam pembuktian menjadi lemah dalam perkara HAM (seperti perkara Wamena, Wasior dan Paniai) yang masih berputar di alasan teknis dan bukti.

“Komnas HAM juga lambat dalam membentuk KPP HAM yang terdiri dari orang-orang professional, supaya lebih independen. Akibat lambatnya, Komnas HAM membuka banyak ruang tim investigasi yang tentu membuat arah penyelesaian pelanggaran HAM menjadi banyak pilihan,” ujar Gustaf, peneriman penghargaan Pro Bono Champions Awards 2019 di Jakarta.

Baca Juga:  PMKRI Kecam Tindakan Biadap Oknum Anggota TNI Siksa Warga Sipil di Papua

Dimana TNI akan berusaha untuk menggunakan mekanismenya, Polisi berusaha menggunakan mekanismenya. Semuanya ini dengan desain melindungi pelaku dari institusinya, sedangkan hasil penyelidikan Komnas HAM belum jelas arahnya.

“Oleh sebab itu saran saya bagian ini kita perlu seriusi dorong, agar hasil investigasi yang berkwalitas tidak sekedar menambah daftar jumlah pembunuhan, penyiksaan, pengungsian dan pelanggaran HAM lainnya, tanpa arah penyelesaian yang pasti dan benar-benar menghentikan siklus kejahatan negara di di tanah Papua ini,” tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan, tim TGPF yang dibentuk pihakya dalam menginvestigasi kasus penembakan pendeta Yeremia Zanambani di Hitadipa Intan Jaya tanpa melibatkan Komnas HAM.

Baca Juga:  AJI, PWI, AWP dan Advokat Kecam Tindakan Polisi Terhadap Empat Jurnalis di Nabire

“Kita bentuk tim ini tanpa Komnas HAM, dan kita mempersilakan Komnas HAM sesuai dengan kewenangan yang diberikan undang-undang. Sehingga Komnas HAM boleh melakuknanya sendiri,” kata Mahfud MD di Jakarta.

Bahkan, kata Mahfud, pihaknya membuka diri jika Komnas HAM membutuhkan pengamanan TNI-Polri dalam proses investigasi yang dilakukannya.

“Oleh sebab itu, kita juga menyampaikan kepada Komnas HAM kalau dia mau penyelidikan sendiri kita akan bantu.”

Lukas Zanambani, keluarga pendeta Yeremmiah juga minta agar pemerintah memberikan mandat investigasi tertembaknya pedenta Zanambani kepada tim indepent yang netral, terutama gereja dan Komnas HAM.

“Kami minta itu gereja, Komnas HAM yang datang. Tidak boleh TNI/Polri yang datang lagi,” responnya.

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.