Perjuangan Panjang Politik Kulit Hitam di Amerika

0
1746

Oleh: Flavio Torres)*
)* Penulis adalah seorang buruh

Di tengah efuria di dalam maupun luar negri atas kekalahan mantan presiden Trump, saya ingin langsung menelanjangi keberadaan ‘specters’ hantu- hantu yang bersembunyi dibalik politik identitas.

Apabila dilihat sepintas dengan mensejajarkan figure Kamila Harris yang baru saja terpilih menjadi wakil presiden perempuan keturunan kulit hitam pertama dengan para pemimpin perempuan kulit hitam seperti  Anglela davis, Kathrine Cleaver dkk, seolah menimbulkan kesan bahwa Kamila meneruskan perjuangan para aktivis perempuan berkulit hitam tersebut.

Perlu ditekankan mereka tidak sama. Perjuangan mereka berbeda, begitu juga dengan posisi ideologi politik mereka sangat berbeda. Kamila tidak pernah mewakili maupun terlibat secara vokal dalam gerakan kelas pekerja kulit hitam maupun aksi- aksi terakhir seperti Black Lives Matter. Dengan kata lain, posisi politiknya menjadi corong bagi kekuasaan partai demokrat sama halnya dengan Obama yang dipuji layaknya penyelamat bagi komunitas kulit hitam. Saya memprediksi kebijakan- kebijakan politik dalam negeri maupun luar negri Bidden- Harris tidak jauh dari kebijakan Obama- Biden yakni dengan canggih mempoles isu- ise regional misal mengeluarkan kebijakan seperti ‘Obama care’ tanpa menyentuh akar masalah yakni ‘broken healthcare system’.

Buruknya manajemen sistem kesehatan di Amerika yang masih dimonopoli pihak- pihak swasta yang didalam kampanyenya senator Bernie Sanders supaya dirombak menjadi ‘Free Medicare’/ kesehatan gratis untuk semua. Pada akhirnya fakta di lapangan berbicara jelas yakni hari- hari ini setelah anggaran kesehatan yang dipangkas 10% oleh trump, ketika pandemik menyerang terdapat 9 juta lebih penduduk Amerika terjangkit virus dengan kematian 238 ribu jiwa.

ads

Sementara kebijakan luar negri mereka adalah memperpanjang derita negara- negara dunia ke tiga dengan mendestabilisasi pemerintah- pemerintah yang terpilih secara demokratis.

Sejarah Singkat Perbudakan Kulit Hitam

Saya mengajak sedikit menengok sejarah singkat kelompok kulit hitam di Amerika. Sebagaimana yang kita tahu budak- budak kulit hitam persis seperti dalam lirik lagu Bob Marley  dalam ‘Buffalo soldier’, yakni ”stolen from africa, brought to America”.

Sistem perbudakan yang berumur 400 tahun itu dimana 12 juta budak diangkut dari Afrika, merupakan sistem yang sangat efisien sekaligus menguntungkan bagi para pemilik perusahaan dagang kapas yang terkait  dengan Atlantic Slave Trade (perdagangan international melibatkan Belanda, Inggris, Denmark, Portugal, Prancis, Spanyol) khususnya di negara- negara bagian selatan dimana budak- budak kulit hitam dipaksa bekerja untuk menanam- memetik berton- ton jumlah kapas  yang menjadi komoditas eksportir luar negri terbesar dari daerah- daerah seperti Virginia, Luisiana dan Missipi selama tahun 1801- 1862.

Ketika Abraham Lincoln menang pemilu tahun 1860, dia berjanji untuk mengakhiri sistem perbudakan yang direspon negatif oleh beberapa negara yang menerapkan sistem tersebut, dengan membentuk ‘negara konfederasi’. Hal ini menimbulkan perang sipil  paling berdarah dalam sejarah Amerika antara utara(union) dengan selatan( konfederasi) yang memakan korban 625.000- 1 juta  jiwa yang dimenangi oleh pihak utara.

Selama perang , Lincoln meloloskan sebuah Perintah Presiden yakni Proklamasi 95 atau Proklamasi Emansipasi. Proklamasi Emansipasi membebaskan status legal hukum Federal yang menjerat 3,5 juta budak menjadi bebas, yang sebelumnya dilegitimasi hukum ‘the Fugitive Slave Act of 1850’. Dalam usaha lainnya, Lincoln juga karena mendapat tekanan dari supermasi kulit putih di dalam Union sendiri, memberlakukan semacam negosiasi dengan perusahan perdagangan budak melalui ‘kompensasi emansipasi” yang mendapat kritik keras oleh kelompok ‘Abolitionist’ yang menginginkan pembebasan total.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Singkat cerita , dampak dari sistem perbudakan paska Rekonstruksi masih sangat terasa dalam kebijakan- kebijakan melalui institusi- institusi modern di awal abad 20 misalnya aturan Segregasi rasial. Selain itu juga sistem perbudakan sekalipun pada penerapannya tidak lebih menguntungkan dari sistem kapitalisme yang tengah bertumbuh kala itu, dikarenakan karena konteks saat itu dimana permintaan kapas yang begitu besar dari eropa, mengakibatkan sistem perbudakan adalah satu- satunya cara yang paling efektif dan paling murah.

Baca juga: Awal Perbudakan dan Perjuangan Orang Kulit Hitam di AS (Bagian II)

Akumulasi primitif yang membawa nilai lebihlah yang menjadi kunci kesuksesan sistem perbudakan kala itu. Nilai lebih yang dihasilkan oleh jutaan budak di benua Amerika tidak hanya memperkaya para pemilik perkebunan Selatan tetapi juga menjadi landasan bagi revolusi industri di Inggris, dan lalu di kemudian hari di Amerika bagian Utara. Seperti yang dijelaskan oleh Marx:

Perbudakan adalah fondasi industrialisme hari ini, seperti halnya mesin, sistem kredit, dsb. Tanpa perbudakan, tidak akan ada kapas. Tanpa kapas, tidak akan ada industri modern. Perbudakan-lah yang memberi nilai pada koloni-koloni Amerika, dan koloni-koloni inilah yang telah melahirkan perdagangan dunia, dan perdagangan dunia adalah prasyarat bagi industri mesin skala-besar.

Badai Krisis Sampai Depresi Abad 20

Moment Revolusi Russia merupakan kelanjutan sejarah dari Perang Dunia I sebagai ekspresi buntu persaingan perdangan kapitalisme internasional yang merusak ekonomi khususnya bagi buruh- buruh prusahaan- perusahan yang diwajibkan untuk ikut berperang.

Sementara di Amerika sendiri akibat dampak perang dunia I, membawa sebuah krisis terburuk dalam sejarah Amerika yang dikenal dengan ‘Depresi besar’ pada 1929 dimana 15 juta orang kehilangan pekerjaan dan yang terkena dampak terparah adalah orang- orang kulit hitam. Ini terjadi dikarenakan pasar saham/pasar bursa jatuh dalam titik terrendah. Penyebab utama pastinya adalah krisis over produksi pada sektor manufaktur dan agriculture dimana prusahaan- perusahaan memproduksi produk/ barang secara berlebihan.

Untuk menghindar dari krisis yang tak terhindarkan ini, pasar harus diperluas misalnya ke luar Amerika seperti di Amerika Latin, dan Asia tenggara seperti Filiphina. Kemudian para kapitalis harus memperluas produksinya dengan cara menginvestasi pada hal- hal seperti peralatan mesin yang lebih, barang- garang mentah, dan berbagai infrastruktur. Selain itu bank- bank penuh percaya diri memberi kemudahan pinjaman kepada bisnis- bisnis kecil/ usaha- usaha kecil untuk melakukan kredit secara artifisial dan juga pemberian pinjaman kepada Jerman sejumlah triliun dolar amerika untuk membayar biaya reparasi sebagai persyarayatan Perjanjian Versailles paska perang dunia I.

Perbudakan: Dari Amerika Hingga Papua Barat (2/Habis)

Pada awal 1929 produksi merosot dari 660.000 unit pada Maret 1929, menjadi 440.000 di bulan Agustus. Pada bulan September semakin menukik dari 416.000 menjadi 319.000 do bulan Oktober. Di bulan November setelah pasar saham jatuh, produksi jatuh menjadi 169.500 menjadi 92.500 di bulan Desember. Begitu juga dengan nasib Bank- bank. Antara tahun 1929 dan 1934, lebih dari 9.000 bank di Amerika mengalami keruntuhan. Satu- satunya jalan bagi para kelas penguasa untuk menghindar yakni dengan menurut pabrik- pabrik yang menimbulkan masifnya pengangguran.

Lahirnya Gerakan Hak- hak Sipil

Gerakan Hak- Hak Sipil dimulai sebagai sebuah protest terhadap hukum ‘Jim Crows’ atau aturan mengenai segregasi ras/ pemisahan berdasarkan ras terhadap pelayanan sosial, pendidikan, layanan transportasi, hunian dan layanan kesehatan yang artinya kulit putih harus didahulukan atau menikmati fasilitas yang lebih baik dari kulit hitam.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Aturan ini sendiri sebenarnya ditetapkan oleh sekelompok politisi kulit putih dalam partai demokrat selama periode rekonstruksi 1865-1877. Hal ini berimbas pada  gelombang protest kelas pekerja, intelektual dan kelompok pekerja perempuan sebagai akumilasi material selama bertahun- tahun mulai merebak yang  dimulai dari pelajar di Birmingham, boikot transportasi publik Alabama, dan protest Selma.

Tokoh- tokoh paling populer dari gerakan ‘civil disobedience’/ pembangkangan sipil adalah Malcom X dan Martin Luther King. Protest yang dipimpin dua tokoh ini membawa kepada aturan hak- hak sipil dan aturan Ketenagakerjaan (The Civil Rights Act of 1964) yang tidak sempat diloloskan Presiden Kennedy karena dibunuh, melainkan oleh Presiden Lyndon B. Johnson.

Gerakan Politik Kulit Hitam Teradikalkan

Intensitas gelombang protes yang dipimpin oleh MalcolmX dan Martin Luther makin meningkat. Kritik mereka tidak lagi hanya soal hak- hak sipil yang bersifat rasial namun lebih ke persoalan yakni ekonomi politik. Dari kritik ‘racial justice’ menjadi “social and economic justice”.

Merespon ini, seperti biasa aparatus negara yang difungsikan untuk melindungi tumpukan pundi- pundi perlu melakukan hantaman keras melalui agen dinas rahasia. Intensitas penangkapan dan penembakan oleh polisi terhadap aktivis maupun orang kulit hitam makin meningkat.  Insiden- insiden kebrutalan ini membuat sekelompok muda seperti P Huey Newton dan Bobby Seale mulai membentuk partai politik ‘Black Panther Party’ sebagai bentuk ‘self defense’,  yang nantinya diikuti sekelompok aktivis perempuan kulit hitam. Partai ini semakin radikal paska pembunuhan Malcom X yang disusul  pembunuhan Martin Luther King dengan mempersenjatai diri sesuai dengan ‘Amandemen kedua’ soal hak memegang dan membawa senjata sebagai salah satu ‘taktik’ partai untuk meraih simpati international melalui media.

Perlu digaris bawahi bahwa Black Panter sendiri secara prinsip anti kekerasan namun pro- self defense. Visi dari Black Panter yang utama yakni mengakhiri kebrutalan polisi dan mengakhiri sistem yang menyokong kebrutalan itu sendiri, yakni Kapitalisme di negri Paman Sam.

Baca juga: Perjuangan Kaum Kulit Hitam di AS dan Revolusi Sosialis (Bagian I)

Dalam aktifitasnya para Panthers yang komite- nya tersebar di beberapa bagian lain memberlakukan pendidikan gratis (tidak hanya bagi anak- anak kulit hitam tapi asia, hispanik, maupun anak- anak kulit putih,), makan gratis bagi ribuan anak, kesehatan gratis beserta mobil ambulance, dan gerakan seni- budaya.  Namun dikarenakan ketidakjelasan program dan posisi ideologi politik yang jelas sekaligus kepemimpinan tergoda untuk mengambil tindakan- tindakan avonturis,  hal ini dimanfaatkan oleh FBI untuk dilumpuhkan. Pemimpin- pemimpinnya dibunuh dan ditangkap( beberapa masih dipenjara sampai hari ini).

Keberlangsungan partai dilumpuhkan dengan mengirim ‘double agen’ dan menaruh kokain di kantor Partai seolah para Panthers adalah bandar kriminal. Ini juga cara FBI untuk menghancurkan partai dari dalam. Pada akhir- akhir dalam kebangkrutannya, P Huey Newton memecat pemimpin- pemimpin lain seperti Bobby Seale. P Huey Newton sang pendiri yang kerap terlibat tindakan- tindakan kriminal pada akhirnya ditembak mati oleh Tyron Robinson, salah satu anggota Black Guerrillla Family.

Nasib Komunitas Kulit Hitam Hari Ini

Mulai dari awal tahun, penembakan brutal oleh pihak kepolisian masih saja terjadi. Kriminalisasi berlebihan kerap sengaja dilakukan bahkan disertai cemooh oleh polisi- polisi yang kebanyakan berkulit putih. Nasib komunitas kulit hitam Amerika yang berjumlah 47 juta lebih secara ekonomi tidak membaik sekalipun banyak yang masih menaruh harapan pada Joe Biden.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Terdapat hampir 10 juta orang kulit hitam yang hidup dibawah garis kemiskinan mengakibatkan kekerasan yang membawa mereka menjadi penghuni Penjara. Sampai hari ini, terdapat 2,3 juta penghuni Penjara yang menjadikan Penjara Amerika menampung paling banyak orang. Menurut U.S. Bureau of Justice Statistics (BJS) di tahun 2018 terdapat 34% orang kulit hitam dari total penghuni Penjara sebagai jumlah yang terbanyak.

Sialnya penderitaan tidak sampai disini karena penjarapun dijadikan ladang bisnis oleh pihak korporasi. Ada model penjara publik dan penjara privat. Penjara privat ini dikelola oleh pihak korporasi dengan fasilitas layanan treatment yang lebih baik dikarenakan negara tidak menyediakan model rumah tahanan yang berkomitmen pada proyek rehabilitasi untuk dikembalikan berbaur kembali dengan masyarakat. Lebih dari itu, kekerasan, bisnis narkoba, ibu- ibu tanpa ayah dan pembunuhan dalam komunitas kulit hitam merupakan komsumsi keseharian kerap terjadi seperti yang kita saksikan di film- film layar lebar. Individu- individu harus berusaha keras dengan ekstra kompetisi untuk keluar dari rantai jahat ini. Mereka yang berhasil biasanya jadi bintang- bintang basket NBA, NFL, penyanyi Rap, Blues, Jazz, maupun model.

Namun bintang- bintang tersebut pada akhirnya juga menjadi ‘taburan pemanis’ buat kue besar kapitalisme. Kemudian yang menggelikan adalah ketika media- media liberal beserta Hollywood menjadikan mereka sebagai ukuran sukses dalam masyarakat.

Baca juga: Perjuangan Kaum Kulit Hitam di AS dan Revolusi Sosialis (Bagian I)

Sementara media- media konservatif mendemonisasi mereka karena berlawanan dengan nilai- nilai alkitab tafsiran fundamentalis- evangelis. Jikalau melihat kasus pembunuhan George Floyd beberapa bulan lalu, itu adalah satu dari puncak- puncak letupan kemarahan akibat kerapuhan sistem dari jaman perbudakan ini. Publik dengan mudah disihir oleh kehadiran politisi- politisi yang kebetulan berkulit hitam dan serentak menaruh harapan akan perubahan . Dalam level ini, identitas politik masih menjadi komoditas yang paling laku terjual bahkan ketika wabah Pandemik masih belum menemui titik stabil.

Harapan Hanya Ada dalam Partai Alternatif

Dengan begitu sekalipun pemilu tahun ini dimenangkan oleh pasangan Biden- Harris( berkulit kulit hitam) yang menampilkan diri sebagai anti- tesis dari trump yang bahkan didukung oleh intelktual- intelktual reformis kulit hitam ternama seperti  Cornel west dan Angela Davis(mantan anggota black panther party), kiranya publik amerika maupun dunia tidak melupakan pelajaran dari dua periode Obama( presiden berkulit hitam pertama) yang mana justru periode administrasi Obama, perang sekaligus operasi militer di timur- tengah (Irak, Afganistan, Suriah Yaman) dan afrika (Libya dan Somalia) justru semakin intens.

Identitas politik kiranya tidak boleh mengaburkan akar persoalan yakni ‘persoalan pertarungan kelas’ dimana antara kelas pemilik modal yang menguasai alat- alat produksi dan kelas yang dihisap kemampuan kerjanya yaitu kelas proletar, borjuis kecil, petani- petani desa dan lumpen proletar.

Kemudian  Gerakan masif di jalanan harusnya tidak berhenti pada misalnya Black Lives Matter semata. Namun gerakan ini bisa lebih diradikalkan kepada sebuah partai proggresif revolusioner yang mencangkup serikat- serikat maupun golongan- golongan buruh kulit hitam , kulit berwarna maupun kulit putih yang paling maju yang punya prespektif dan program yang jelas.

Akhir kata sebagaimana ramalan yang pernah diucapkan oleh pemimpin Black Panter, P huey Newton, “the final battle will occur here in the United states , the battle that will liberate the whole world”, kiranya akan menjadi sebuah masa depan yang tidak terhindarkan. (*)

 

Artikel sebelumnyaKoalisi LSM Se-Sorong Raya Mendesak Penegakan Hukum Terhadap PT. MWW
Artikel berikutnyaMassa Penolak Blok Wabu Dihadang Aparat di Asrama Mahasiswa Intan Jaya