BeritaPapua Banyak Kasus Kemanusiaan, Ludia: Natal Ini Dirayakan Tidak Meriah

Papua Banyak Kasus Kemanusiaan, Ludia: Natal Ini Dirayakan Tidak Meriah

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Perayaan Natal tahun 2020 tidak perlu berlebihan dengan pesta pora karena Tanah Papua masih dilanda berbagai kasus kemanusiaan, antara lain penderitaan warga pengungsian dari Nduga, penembakan hamba Tuhan di Intan Jaya, pemenjaraan para aktivis Papua dan berbagai kasus lainnya.

Ludia Logo, salah satu tokoh perempuan Papua, mengatakan, sesungguhnya bulan Desember setiap tahun adalah bulan penuh suka cita bagi umat Nasrani di seluruh dunia jelang hari kelahiran Yesus sebagai juru selamat umat manusia.

“Perayaan natal tahun ini, bagi kami secara psikologis sangat terganggu, kami merasa tertekan untuk merayakan natal dengan meriah. Warga pengungsi Nduga yang merupakan saudara seiman sampai sekarang tidak nyaman dan tidak merayakan natal selama tiga tahun. Selain itu, ada salah seorang Katekis yang dibunuh di kabupaten Intan Jaya dan banyak sekali kasus kemanusiaan di Tanah Papua,” tuturnya kepada suarapapua.com di Wamena, Senin (14/12/2020).

Melihat situasi selama setahun ini sejak Januari hingga Desember 2020, ia mengajak setiap orang tidak berlebihan dalam merayakan Natal dengan berbagai acara meriah.

“Dengan situasi selama satu tahun ini, kami merasa tertekan untuk merayakan natal secara berlebihan. Biasanya kami rayakan Natal dengan meriah, tetapi karena ada saudara-saudara kami dari Nduga, kurang lebih tiga tahun mereka tidak bisa merayakan Natal di rumah dan mereka jadi pengungsi, ada teman-teman yang terdampak kasus pelanggaran HAM, salah satu Katekis di Intan Jaya dibunuh, terus ada satu saudara yang terkena Covid-19, jadi kita sadari semua situasi itu,” ujarnya.

Baca Juga:  KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

Tak hanya itu, Ludia menyebutkan banyak peristiwa kematian yang terjadi secara misterius, seperti kurang lebih 10 pemimpin Papua dan empat pengacara hukum dan terdengar pula beberapa mahasiswa yang dipulangkan mayatnya dari kota studi seperti yang terjadi baru-baru ini dari Manokwari, dan banyak aktivis meninggal dalam tahun ini.

Baginya, orang Papua mesti menyadari situasi demikian untuk berbela rasa dan bersolidaritas dengan tidak berpesta pora pada perayaan Natal tahun 2020.

“Kami rasa membangkitkan solidaritas, sehingga kami tidak bisa melakukan kegiatan Natal tahun ini dengan meriah atau yang bersifat pesta pora,” kata Ludia.

Ludia akui, Pastor Paroki Kristus Jaya juga mengeluarkan imbuan kepada seluruh umat Katolik termasuk beberapa kapela bahwa perayaan natal tahun ini dilakukan dengan sederhana, yang penting makna natal dirasakan lebih mendalam dan lebih kepada pertumbuhan iman dan bagaimana rasa suka cita itu dihidupkan di dalam keluarga.

Baca Juga:  57 Tahun Freeport Indonesia Berkarya

Menindaklanjuti imbauan Pastor Paroki, ia selaku ketua panitia Natal tahun 2020 di Lingkungan Kapela Yesus Ninom Welago Honelama memastikan tak akan ada kegiatan meriah seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Tidak ada pesta meriah ataupun hal-hal yang bersifat pesta pora dalam Natal tahun ini. Ya, sederhana sekali tahun ini kita lakukan,” kata Ludia.

Sementara itu, Sipe Kelnea, ketua pemuda pengungsi Nduga di Wamena, mengatakan, warga Nduga tidak bisa merayakan Natal di kampung halaman karena hingga kini masih di pengungsian.

Agar kerinduan untuk kembali ke Nduga bisa terealisasi, ia minta kepada pemerintah pusat dalam hal ini presiden Joko Widodo segera tarik kembali militer organik maupun non organik yang masih menguasai 12 distrik di seluruh wilayah kabupaten Nduga.

“Kami minta kepada bapak Jokowi untuk mendengarkan aspirasi kami. TNI dan Polri organik maupun non organik yang masuk di daerah kami, segera ditarik. Kami ingin pulang, tapi tidak aman karena mereka masih ada di kampung kami,” ujarnya kepada suarapapua.com, Senin (14/12/2020) usai perayaan natal bersama sekaligus pengucapan syukur atas kelulusan CPNS bagi putra-putri Nduga..

Baca Juga:  Aksi Hari Aneksasi di Manokwari Dihadang Aparat, Pernyataan Dibacakan di Jalan

Selama dua tahun lebih di pengungsian, Sipe akui warga Nduga tidak aman bahkan menderita. Selain yang ada di kabupaten Jayawijaya, kata dia, warga Nduga di beberapa daerah pengungsian terusik karena sudah ada penolakan dan meminta pulang ke kampungnya.

“Orang Nduga di pengungsian mengeluh karena ditolak dan minta harus pergi ke daerah asal di kabupaten Nduga. Orang setempat juga larang warga pengungsi tidak boleh berkebun, dilarang untuk tidak melakukan apapun. Padahal orang bisa bertahan hidup kalau makan dan bisa makan kalau kerja.”

Kelnea mengatakan, karena kondisinya seperti begitu artinya warga pengungsi tak bisa berbuat apa-apa dan tinggal di kamp pengungsian, lalu dari mana pasokan bahan makanan akan didapat? Satu solusinya, kata dia, harus pulang ke Nduga.

“Kami sampaikan kepada bapak presiden Jokowi, kami mau pulang ke kampung. Bapak Jokowi tolong tanggung jawab,” pintanya dengan tegas.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ini Keputusan Berbagai Pihak Mengatasi Pertikaian Dua Kelompok Massa di Nabire

0
Pemerintah daerah sigap merespons kasus pertikaian dua kelompok massa di Wadio kampung Gerbang Sadu, distrik Nabire, Papua Tengah, yang terjadi akhir pekan lalu, dengan menggelar pertemuan dihadiri berbagai pihak terkait di aula Wicaksana Laghawa Mapolres Nabire, Senin (29/4/2024) sore.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.