Oleh: Felix Degei)*
)* Anak didik Alm. Bruder di SMP YPPK St. Fransiskus Assisi Mowanemani
Ia tidak hanya guru Jasa Pertanian (Matematika Kehidupan) dan Jasa Pembukuan (Akuntansi), tetapi juga pembina asrama kami St. Fransiskus Assisi (2002-2005) saat SMP YPPK St. Fransiskus Assisi Mowanemani. Ada banyak kisah yang masih fresh dalam benakku bersama almarhum.
Saya masuk SMP pada Juni 2002. Saat itu awal pergantian sistem Caturwulan ke Semesteran. Sebagai siswa baru dan masih kecil yang harus berpisah dengan orang tua kadangkala selalu ingat kampung halaman. Karena waktu untuk libur harus tunggu selama 6 bulan hingga semester pertama berakhir yakni pada Desember.
Setiap Oktober di kampung halamanku Putaapa, Mapia Tengah, selalu ada musim jangkrik. Ketika memasuki Oktober 2002, saya sudah sangat tidak konsentrasi lagi karena ingat kegirangan anak-anak seumuran kami yang habiskan waktunya panjat pohon tangkap jangkrik. Sementara kami yang lain harus merantau jauh dari orang tua mencari ilmu.
Suatu ketika pertengahan Oktober kami dapat libur lebaran selama empat hari (Rabu – Sabtu). Ketika kami dapat pengumuman libur pada hari Selasa, saya beserta teman-temanku dari Mapia langsung kemas barang lalu ke kampung. Saat itu saya hanya membawa noken kecil. Dalam perjalanan tepatnya di dekat Kali Tuka (Jalan Tetro), saya bertemu Bruder Jan Sjerps, OFM.
Bruder Jan menatapku curiga lalu bertanya, “Felix, kamu kemana?”. “Bruder, saya ke kampung Putaapa,” jawabku dengan penuh ketakutan.
“Mana tasmu? Kamu sudah isi buku untuk belajar selama liburan nanti?” lanjut Bruder bertanya. “Ada,” jawabku meski tidak tahu persis apakah sedang isi buku atau tidak. Namun syukur karena kebetulan dalam nokenku ada buku kecil berisi kumpulan Kosakata Bahasa Inggris yang selalu diwajibkan oleh ibu guru Maria Eria, S.Pd., saat itu untuk menghafal setiap hari.
“Nei, kamu harus hafal kosakata yang ada dalam buku kecilmu ini selama liburan dan jaga kesehatan baik-baik karena saat masuk sekolah bruder akan tanya,” sarannya sambil buka-buka buku kosakata tersebut. Lalu saya dipersilahkan jalan.
Selama liburan saya selalu jalan dengan buku kosakata tersebut untuk baca dan menghafal. Meski saat ke hutan cari jangkrik. Hal tersebut saya lakukan karena Bruder pembina asrama sekaligus guru kami. Bagi saya saat itu, Bruder sudah pasti akan bertanya ketika kembali ke asrama dan sekolah.
Puji Tuhan, sejak itulah saya semakin terbiasa hafal kosakata Bahas Inggris meski awalnya saya lakukan hanya karena takut ditanya Bruder Jan. Setelah pulang libur, saya selalu ketemu Bruder, tetapi ia rupanya lupa saat itu. Sehingga tidak bertanya kepada saya tentang berapa banyak kosakata yang telah saya hafal selama liburan.
Meski almarhum telah lupa saat itu, tetapi saya tidak lupa dan tidak akan pernah lupa wejanganmu Bruder. Kini akhirnya saya bisa Berbahasa Inggris.
Terima kasih Bruder. Semoga suatu kelak saya bisa ke negerimu, negeri kincir angin Belanda.
Sampai jumpa di Surga Kekal Bruder: pembina, guru, dan orang tuaku.
Upahmu besar di Surga!. (*)