Mahasiswa Papua di Kalimantan Barat Tolak Pemekaran Provinsi Papua Tengah

0
1456

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Mahasiswa/i Papua dari Lapago dan Meepago yang sedang mengenyam pendidikan di Kalimantan Barat menyatakan sikap untuk menolak niat Jakarta untuk mekarkan provinsi Papua Tengah.

Pasalnya, penolakan tersebut didasarkan pada alasan bahwa pemekaran provinsi yang sudah diwacanakan Jakarta tidak melalui mekanisme, dan tidak tepat untuk mekarkan lagi provinsi di wilayah dengan jumlah penduduk 4 juta orang.

“Selain itu kami melihat bahwa pemekaran akan berdampak pada marginalisasi orang Papua, pelanggaran HAM masih dan akan terjadi, dan banyak ketimpangan. Jadi kami menolak pemekaran provinsi papua tengah,” tegas Benus Murib, Koordinator mahasiswa lapago dan meepago di Kalimantan Barat saat menghubungi Suara Papua beberapa hari lalu.

Benus menjelaskan, meskipun UU Otsus sudah berlaku 20 tahun di Tanah Papua, tidak pernah ada satu kasus pelanggaran HAM yang diselesaikan Indonesia, tidak pernah bentuk Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran (KKR) dan tidak pernah bentuk Pengadilan HAM untuk menyelesaikan persoalan-persoalan HAM yang sudah terjadi tahun 1960-an.

Terkait dengan pemekaran provinsi juga sudah diatur dalam UU Otsus. Dimana disebutkan bahwa pemekaran provinsi di Papua dilakukan kalau ada rekomendasi dari DPRP dan MRP. Tetapi, lanjut dia, itu tidak pernah terjadi.

ads
Baca Juga:  Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

“Otsus sudah gagal. Karena KKR, Pengadilan HAM dan beberapa hal yang lain tidak pernah dilakukan. Padahal itu amanat UU yang harus dilakukan. Bahwa Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi yang berada di wilayah Papua Indonesia timur. Jakarta injak-injak UU yang dia buat. Pemekaran Papua Tengah tidak melalui mekanisme. Maka kami dengan tegas menyatakan menolak pemekaran itu,” tegas Murib.

Dikatakan Benu, Wacana pemekaran muncul setelah Mendagri beberkan wacana untuk mekarkan Papua menjadi lima provinsi. Ide ini disambut para elit politik papua yang haus jabatan, terutama di Lapago dan Meepago. Tetapi, menurut hemat pihaknya, hal tersebut mengabaikan aspirasi rakyat Papua yang terus melakukan protes menolak pemekaran dan menyatakan Otsus gagal.

“Mahasiswa sebagai agen perubahan, kami menyatakan menolak pemekaran provinsi papua tengah,” tegasnya.

Dia membeberkan sejumlah alasan pihaknya menolak pemekaran Papua Tengah, antara lain:

  1. Pemekaran provinsi papua tengah dilakukan tidak melalui mekanisme yang benar, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2014, PP No. 129 Tahun 2000, PP No. 78 tahun 2007 pada pasal 16 huruf (a), sampai dengan huruf (j) dan UU Otsus. Dalam kaitannya dengan pemerintah provinsi dan DPRP.
  2. MRP sebagai lembaga kultural yang lahir karena adanya Otsus juga tidak dilibatkan. Menyangkut ini tertuang dalam pasal 76 UU Otsus.
  3. Syarat pembentukan provinsi baru seperti yang diatur dalam PP No. 78 tahun 2007 dan UU No 23 tahun 2014 pasal 32 dan 33.
  4. Pemekaran Provinsi Papua Tengah dilakukan bukan aspirasi murni dari rakyat Papua melainkan kepentingan elit politik, oleh karena itu kami mendesak pemerintah provinsi papua DPRP, MRP Bersama elit politik segera membuka ruang dialog dan mengakomodir semua pihak terkait untuk mencari solusi yang terbaik.
  5. Dengan adanya Pemekaran Provinsi Papua Tengah, menimbulkan ladang uang bagi elit tertentu di Papua. Maka itu pemerintah pusat jangan secara langsung mempercayai elit politik yang datang minta pemekaran karena hal itu semata-mata hanya kepentingan mereka sendiri bukan aspirasi dari masyarakat Lapago, dan Meepago serta pada umumnya masyarakat Papua.
    6. Konflik dan pelanggaran HAM dalam hal ini, pembunuhan, pengungsian dan Tindakan diskriminasi masih terjadi di atas Tanah Papua seperti ‘Pengungsi warga sipil Kabupaten Nduga, Intan Jaya dan lain sebagainya’. Dan hal tersebut belum diselesaikan oleh pemerintah sesuai dengan UU No. 39 Tahun 1999 Tentanng Hak Asasi Manusia, dan UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
Baca Juga:  IPMMO Jawa-Bali Desak Penembak Dua Siswa SD di Sugapa Diadili

Benus menambahkan, pihaknya melihat sejumlah dampak negatif dari pemekaran tersebut, antara lain:

  1. Dominasi penduduk dari luar papua dan mengakibatkan marginalisasi terhadap orang asli papua
  2. Beban birokrasi, dan korupsi
  3. Ekspansi, koorporasi, dan perampasan tanah adat, hutan dan sumber daya alam di Papua
  4. Menimbulkan penyimpangan sosial antar kelompok di Papua

Dengan sejumlah alasan tersebut, kata Benus, mahasiswa Papua dari Lapago dan Meepago yang ada di Kalimantan Barat menyatakan sikap menolak.

Baca Juga:  Mahasiswa Yahukimo di Yogyakarta Desak Aparat Hentikan Penangkapan Warga Sipil

“Kami dengan tegas menolak segala upaya pemerintah Indonesia lewat mendagri Tito Karnavian mekarkan provinsi di seluruh Tanah Papua dan lebih khususnya di Wilayah Lapago dan Meepago dan STOP!,” tegasnya.

REDAKSI

Artikel sebelumnyaIn Memoriam: Karena Bruder Jan, Saya Bisa Berbahasa Inggris
Artikel berikutnyaPRP Beberkan Bukti Keberhasilan Otonomi Khusus di Papua