JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) membeberkan hasil riset bersama tim peneliti dari provinsi Papua dan Papua Barat sehubungan dengan riset local budget index (LBI) atau indeks tata kelola anggaran daerah dan local budget analysis (LBA) atau analisis anggaran daerah tahun 2020.
Ervyn Kaffah, manajer advokasi Seknas FITRA, mengatakan, studi risetnya terfokus pada topik tentang LBI yang bertujuan melihat perkembangan tingkat transparansi, akuntabilitas, dan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam tahap siklus penganggaran daerah.
“Sebuah studi untuk mencoba melakukan penilaian atau pengukuran mengenai bagaimana implementasi tata kelola pemerintahan di provinsi Papua dan Papua Barat,” jelasnya kepada wartawan, Sabtu (20/2/2021) di Jayapura.
Sedangkan riset kedua tentang local budget analysis, kata dia, bertujuan untuk mencoba melakukan analisis atau pemetaan mengenai bagaimana struktur anggaran daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
Kaffah menegaskan kehadiran Seknas Fitra melalui dua program dapat membantu pemerintah maupun masyarakat untuk mengetahui struktur anggaran, sumber dana yang didapat, dan dibelanjakan untuk apa saja serta melihat sehat atau tidak keuangan suatu daerah menggunakan dua penelitian tersebut.
“Lokasi kajian di provinsi Papua adalah kabupaten Jayapura dan kota Jayapura. Di provinsi Papua Barat adalah kabupaten Raja Ampat, kabupaten Sorong, kabupaten Tambrauw dan kabupaten Fakfak,” sebutnya.
Fitra menurut Kaffah, juga mencoba memetakan beberapa sektor yang dianggap penting untuk konteks Tanah Papua, antara lain pelayanan dasar terutama pendidikan dan kesehatan. Riset untuk mengetahui apa yang dihadapi pemerintah dan masyarakat mengenai program dan anggaran yang dialokasikan sudah cukup atau relevan menjawab permasalahan.
“Indeks transparansi sebagian besar daerah baik provinsi dan kabupaten tingkat transparansinya sangat rendah, karena tidak adanya optimalisasi pemanfaatan website resmi pemerintah daerah, kurangnya peran dan fungsi dari Pejabat Pengelola Informasi Daerah (PPID), minimnya optimalisasi wahana partisipasi seperti Musrenbang dan lainnya serta minimnya pengoptimalisasian mekanisme pengaduan publik,” tuturnya.
Hal sama juga akses dokumen milik pemerintah seperti dokumen anggaran, RAPBD, APBD, RKA SKPB yang tak bisa diakses atau dipublikasikan, terkesan dirahasiakan.
“Kehadiran Fitra diharapkan dapat meningkatkan good governance (transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan koordinasi antara pemangku kepentingan) dalam rangka pencegahan korupsi di provinsi Papua dan Papua Barat,” ujar Kaffah.
Natan Tebay, koordinator Fitra wilayah Papua menyebut kehadiran Fitra di provinsi Papua dan Papua Barat menjadi partner pemerintah daerah melihat persoalan yang dibutuhkan masyarakat dan merumuskan konsep terutama bidang pendidikan dan kesehatan yang cocok untuk kondisi Papua dengan memperhatikan geografis dan sosio-kultural.
“Tidak kalah penting lagi, meningkatkan tata kelola anggaran terutama melakukan penyisiran terhadap alokasi anggaran yang tidak efektif dan tidak menjawab permasalahan (di RPJMD),” katanya.
Ia berharap dari hasil yang diperoleh Fitra bisa ada kewenangan yang optimal agar tercipta rasa saling percaya antara pemerintah pusat dan daerah atau provinsi dan kabupaten/kota.
“Hal ini menjadi penting untuk mendorong koordinasi dan sinergitas.”
Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You