Nasional & DuniaMedia Vatikan Beritakan Konflik Bersenjata di Papua

Media Vatikan Beritakan Konflik Bersenjata di Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lima pemimpin Gereja Katolik di Tanah Papua yang juga bagian dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengkhawatirkan implikasi konflik bersenjata antara gabungan TNI dan Polri dengan kelompok bersenjata yang tergabung dalam Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang oleh otoritas berwenang menyebutnya kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau kelompok separatis bersenjata (KSB).

Kantor Berita Nasional Vatikan, vaticannews.va, Jumat (26/2/2021), mengutip Kantor Berita Gereja Katolik Asia yang berbasis di Hongkong, Union of Chatolic Asian News (ucanews.com) dan asianews.it, mengabarkan, seruan para gembala di Tanah Papua, Indonesia, mengemuka dalam pertemuan yang berlangsung selama beberapa hari (22-26 Februari 2021) di Jayapura, ibu kota provinsi Papua.

Vaticannews.va menulis, perwakilan dari lima keuskupan di dua provinsi itu membahas sejumlah persoalan yang menimpa tanah dan masyarakat Papua. Isu yang dibahas selama pertemuan, adalah kelanjutan Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, kesempatan kerja, pembangunan baru, dan peningkatan pendidikan, yang kini merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani serius.

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

Gereja Katolik di Papua Barat dan Papua terdiri dari Keuskupan Agung Merauke dan empat keuskupan sufragan: Jayapura, Agats, Manokwari-Sorong, dan Timika. Jabatan Uskup Timika saat ini masih lowong setelah Mgr. John Philip Saklil meninggal dunia.

Dalam siaran pers (25/2/2021), tulis vaticannews.va, di akhir pertemuan para pemimpin Gereja Katolik di Tanah Papua mengimbau para pemimpin nasional dan daerah agar fokus pada kebaikan bersama umat Tuhan.

Gereja Katolik di Tanah Papua memandang perdamaian di provinsi Papua dan provinsi Papua Barat, hanya bisa dicapai melalui dialog dan diakhirinya perjuangan bersenjata oleh kelompok separatis.

Militer dan pasukan keamanan Indonesia diadu dengan kelompok bersenjata pro-kemerdekaan Papua yang mendorong “referendum penentuan nasib sendiri”.

Para Uskup mendesak kedua belah pihak untuk mengadopsi “pendekatan berdasarkan cinta dan non-kekerasan”, mengajak mereka untuk menyadari pentingnya “dialog damai”.

Alih-alih membahas penerapan lebih lanjut Otsus yang telah diterapkan selama 20 tahun dan berakhir pada tahun ini, pimpinan Gereja Katolik ingin melihat para pihak “kembali bekerja sama”.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Vaticannews.com melaporkan, penduduk asli di provinsi Papua Barat dan Papua secara etnis sama. Kedua provinsi itu menjadi bagian dari Indonesia secara kontroversial pada 1960-an, meski bekas jajahan Belanda itu mendeklarasikan kemerdekaan pada 1961.

Sejak itu, gerakan kemerdekaan terus membara di Tanah Papua, dengan kekerasan sporadis. Orang-orang telah mengeluhkan diskriminasi dan pelanggaran hak di tangan pihak berwenang Indonesia.

Sementara prospek perdamaian masih dikondisikan oleh perjuangan bersenjata, yang selama bertahun-tahun telah menyebabkan kekerasan dan pembunuhan di luar hukum.

Warga sipil paling menderita, terpaksa melarikan diri dan mencari perlindungan di mana pun mereka bisa, bahkan mengungsi ke dalam gereja. Itu terjadi di kabupaten Intan Jaya baru-baru ini, umat mengungsi ke Susteran dan Pastoran Paroki St. Michael Bilogai. Sebelumnya, konflik bersenjata di kabupaten Nduga belum berakhir sejak awal Desember 2018 setelah terbunuhnya beberapa pekerja proyek jembatan oleh pemberontak yang menuduh mereka sebagai mata-mata militer. Sejak itu pasukan militer melancarkan operasi besar-besaran di Ndugama.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

Para Uskup juga menekankan perlunya menciptakan harapan masa depan umat Tuhan melalui peluang untuk pengembangan ekonomi, bisnis dan perusahaan lokal. Para Uskup mengeluhkan usaha ekonomi dikuasai lebih banyak oleh migran non-Papua dari provinsi lain.

“Pejabat kabupaten,” kata para Uskup, “seharusnya menciptakan peluang bagi masyarakat adat, memberi mereka keterampilan dan sarana yang diperlukan.”

Keadaan darurat lainnya, kata mereka, adalah pendidikan yang baru-baru ini terdampak pandemi Coronavirus Disease-19 (Covid-19).

Dengan tingkat ketidakhadiran sekolah yang biasanya tinggi, pandemi telah memperburuk situasi, berpeluang meningkatkan angka buta huruf yang bakal makin menambah serius persoalannya.

“Ketika basis pendidikan dasar tidak memadai, seseorang tidak dapat berharap untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dari sekolah menengah atau universitas,” kata para Uskup. (*)

Sumber: vaticannews.va

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.