BeritaPerempuan Youtefa Keluhkan Venue Dayung Perusak Lokasi Mata Pencaharian Masyarakat

Perempuan Youtefa Keluhkan Venue Dayung Perusak Lokasi Mata Pencaharian Masyarakat

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Perempuan Port Numbay yang berada di teluk Youtefa dari 10 kampung adat di kota Jayapura yang hadir dalam kegiatan rapat koordinasi yang di gelar Pokja Perempuan MRP mengeluhkan dengan venue Dayung yang dibangun di atas lahan mata pencaharian merek.

Hal tersebut disampaikan Nerlince Wamuar, Anggota Pokja Perempuan MRP usai Rakor pemenuhan dan penegakan hak-hak dasar Perempuan dan anak asli Papua di Provinsi Papua yang digelar, Kamis (4/3/2021), bertempat di pantai Holtecamp, bersama anggota Pokja Perempuan, Sarah Itha Wahla, Natalia Kallo, Lenora Wonateroi, Petronela Bunapa, dan Ciska Abugau.

“Pokja Perempuan MRP melakukan Rakor dengan Pemkot Jayapura, Kementerian PUPR Balai Sungai Papua bersama kelompok Perempuan yang ada di kota Jayapura. Dengan isu utama yang di angkat yaitu venue Dayung dan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” katanya.

Baca Juga:  Satgas ODC Tembak Dua Pasukan Elit TPNPB di Yahukimo

Pihaknya berharap mengenai apa yang disampaikan perempuan pada Rakor tersebut hendaknya pemerintah membuat satu kebijakan yang bisa melindungi hak-hak perempuan dan anak di tanah Papua.

“Isu yang paling kencang di kota Jayapura yaitu terkait venue Dayung, yang di bangun pemerintah untuk PON Papua. Di mana lahan tersebut di atas lahan masyarakat adat, yang biasa dimanfaatkan masyarakat untuk mencari makan,” katanya.

“Kami ingin tahu program selanjutnya untuk perempuan yang ada di teluk ini, tapi kami tidak menghambat pembangunan yang terjadi di kota Jayapura, apalagi untuk menyongsong PON. Pemerintah harus melihat hak-hak dasar Perempuan Port Numbay yang ada di teluk Youtefa.”

Dalam Rakor, pihak PUPR menjelaskan bahwa pihaknya hanya melakukan penimbunan dalam menyiapkan lahan. Sementara yang akan membangun adalah tanggung jawab pemerintah provinsi Papua dan Pemkot Jayapura. Maka dari Rakor ini Pokja Perempuan akan membuat notulensi rapat dan akan disampaikan kepada pemerintah provinsi Papua, kementerian PUPR, DRP Papua, DPRD kota Jayapura dan Pemerintah kota Jayapura.

Baca Juga:  KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

Ia mengungkapkan, sebagai perempuan Port Numbay sebagai perempuan adat, hak pihaknya adalah bagaimana laki-laki bisa melindungi perempuan dengan melindungi hak tempat mata pencaharian, mulai dari hutan, hutan bakau yang sudah di timbun. Karena dampaknya sangat luar biasa, di mana banyak rumah-rumah yang tenggelam saat air pasang, ikan dan kerang (bia) sulit didapat, termasuk kuburan tertutup air.

“Nah ini bagaimana Pemerintah merespon persoalannya, sehingga kami akan tindaklanjuti persoalan ini untuk panggil pemerintah duduk bicarakan bagaimana untuk perhatikan hak-hak orang adat, terutama hak dasar perempuan Port Numbay,” tukasnya.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

Lenora Wonatorei, anggota MRP Pokja Perempuan yang hadir dalam Rakor tersebut juga berharap pemerintah berkewajiban melihat persoalan yang disampaikan perempuan di teluk Youtefa ini.

Karena menurutnya, bagian ini merupakan dampak nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat setempat, sehingga pemerintah segera mencarikan solusinya.

“Terutama tempat makan mereka (teluk) yang rusak, tanah adat mereka dipakai untuk pembangunan infrastruktur jalan dan venue PON – mereka terus dipinggirkan, maka pemerintah harap melihat mereka,” katanya.

MRP melalui Pokja Perempuan akan terus mengawal aspirasi mereka, untuk bertemu pihak-pihak terkait agar mempertanggungjawabkan dampak yangditimbulkan.

 

Pewarta : Agus Pabika
Editor : Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aktivitas Belajar Mengajar Mandek, Butuh Perhatian Pemda Sorong dan PT Petrogas

0
“Jika kelas jauh ini tidak aktif maka anak-anak harus menyeberang lautan ke distrik Salawati Tengah dengan perahu. Yang jelas tetap kami laporkan masalah ini sehingga anak-anak di kampung Sakarum tidak menjadi korban,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.