Kekerasan Terhadap Perempuan Papua Terus Meningkat Sejak Papua Dianeksasi

0
2505

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Semenjak Aneksasi Papua ke dalam NKRI, Perempuan Papua banyak mengalami kekerasan langsung maupun struktural. Kekerasan langsung berhubungan dengan kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), selain perjuangan terhadap hak-hak, sedangkan kekerasan structural dilakukan oleh aparat militer sejak tahun 1963-2021, dengan cara pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi dan diskriminasi.

Hal tersebut disampaikan Ambrosius Mulait, Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI), dalam rangka memperingati International Women’s Day (IWD), Senin, (8/3/2021).

Mulait menjelaskan, kekerasan terhadap perempuan Papua tidak terlepas dengan eksploitasi sumber daya alam dan, operesi militerisme di tanah Papua.

Dalam laporan Komnas HAM Perempuan dengan judul “ STOP SUDAH ” Kesaksian Perempuan Papua Korban Kekerasan dan Pelanggaran HAM, 1963-2009 mencatat Dari sebanyak 261 kasus yang didokumentasikan tim mengidentifikasi tiga tipologi kekerasan. Antara lain:

  • Pertama, Kekerasan yang didukung dan dilakukan oleh Negara. Ditemukan sebanyak 138 orang perempuan mengalami bentuk kekerasan seksual, yaitu: perkosaan, perbudakan seksual, penyiksaan seksual.
  • Kedua, ditemukan sebanyak 98 orang perempuan mengalami bentuk kekerasan fisik, psikis dan seksual dalam bentuk: poligami/selingkuh, penganiayaan, penelantaran ekonomi, perkosaan dalam perkawinan, kekerasan psikis, pembatasan ruang gerak dan pemaksaan kawin.
  • Ketiga,  sebanyak 14 orang perempuan menjadi korban kekerasan berlapis dan ditemukan 11 kasus kekerasan terhadap perempuan, yang terjadi dalam konteks perang suku dan eksploitasi sumber daya alam. Kasus-kasus kekerasan ini terjadi tidak terlepas dari kebijakan dan kelalaian negara.
Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Lanjut Mulait, Pada 2018-2021 terjadi Pengungsian masyarakat Nduga besar-besaran 37.000 orang mengungsi, 241 Orang Tewas dalam kasus ini banyak ibu 3 orang ibu melahirkan di hutan dan masih banyak lainnya yang melahirkan di tempat pengungsian Wamena, Lanny Jaya dan Asmat, Timika yang belum terdata baik. Hal yang sama juga dialami oleh rakyat di Timika kampung Banti dan Intan Jaya.

ads
Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

“Sedangkan Dalam merayakan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) 2021 di Jayapura 9 orang ditahan oleh polresta Jayapura sementara di luar Papua bisa melaksanakan demonstrasi tanpa direpresi dan Penangkapan.  Berbagai akumulasi konflik kekerasan di Papua tidak terlepas dari kebijakan pemerintah,” katanya.

Sehingga Asosiasi Mahasiswa Pengunungan tengah Mendesak Presiden Jokowi segera sahkan RUU penghapusan kekerasan seksual agar memberikan efek jerah bagi pelaku kekerasan seksual yang melibatkan aparat militer.

Baca Juga:  57 Tahun Freeport Indonesia Berkarya

“Kebijakan pemerintah dengan pendekatan milisteristik mengakibatkan banyak kekerasan terhadap aktivis perempuan Papua dan rakyat Papua sehingga mendesak Presiden Jokowi  Hentikan kekerasan militer terhadap perempuan Papua, dan Rakyat Papua. Serta, menghargai kebebasan ekspresi sesuai UUD 1945 dan juga mendesak Pemerintah membuka akses jurnalis nasional dan internasional untuk meliput situasi sebenarnya di tanah Papua,” katanya.

Dengan melihat persoalan yang dialami perempuan Papua dan rakyat Papua, menolak Otsus jilid II ( atau mencabut UU Otsus) di tanah Papua sebab implementasi 20 tahun Otsus tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan Papua dan rakyat Papua.

 

Pewarta : Agus Pabika

Editor : Arnold Belau

 

Artikel sebelumnyaAMP dan AMPTPI Desak Kapolda Metro Jaya Bebaskan Tapol RL dan KM
Artikel berikutnyaDana Otsus Besar, Papua Tak Ada Pendidikan Gratis