Polemik Bandar Antariksa di Biak: Isu Reputasi dan Alternatif Solusi ‘Wos Kaku’

0
1841

Oleh: Yosef Ruamseb)*
)* Penulis adalah anak kampung. Tinggal di Biak

Berita tentang penolakan tokoh adat msy Biak terhadap langkah Pemerintah RI tawarkan Biak sebagai lokasi untuk bangun Bandar Antariksa di Biak merebak di media asing The Guardian dan Business Insider — dan jadi headline news media nasional. Bantahan Pemerintah RI melahirkan persoalan yang perlu diresolusi secara bijak. Yaitu persoalan reputasi.

Barangkali dua kearifan lokal Orang Byak yaitu “wos kaku” dan “kankain be sren” dapat jadi pilihan solusi. Saya mengulasnya di bawah ini.

Isu Reputasi

Pertama, Reputasi Pemerintah RI di antara kontradiksi “membantah tawarkan lokasi Pulau Biak kepada SpaceX” dan “sudah menerima proposal dari Manajemen SpaceX”[1].

ads

Pada hal sebelumnya media nasional dan internasional beritakan bahwa Indonesia “menawarkan”[2] Biak kepada owner SpaceX untuk bangun landasan roket meski masih di level “bakal atau akan” (will)[3].

Lalu, otoritas Pemerintah RI lainnya, yaitu LAPAN, buat pernyataan serupa tapi tak sama. LAPAN bilang, SpaceX mau jadikan Biak sebagai tempat peluncuran roket,… tapi bukan satelit tapi untuk membuat bandara untuk membawa penumpang, seperti pesawat terbang tapi sangat cepat,” kata Peneliti LAPAN Robertus Heru. Menurut LAPAN, Manajemen SpaceX sudah sampaikan proposal mereka dan sedang dipelajari[4]. 

Kedua, Reputasi SpaceX. Bila pernyataan LAPAN bahwa Manajemen SpaceX sudah mengajukan proposal pengembangan Bandar Peluncuran Roket di Biak itu benar maka investor AS itu sudah menempatkan reputasi bisnisnya dalam radar monitoring masalah hak azasi manusia, lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat adat di Tanah Papua di dunia internasional. Bila bukan The Guardian atau Bussiness Insider yang memulai, mungkin media asing lain yang akan bicara. Bila bukan orang Papua yang bersuara, pemerhati lain akan bicara. Bila bukan pemerhati, barangkali pesaing bisnis akan bermain. Papua bisa jadi cerita sukses atau cerita gagal bagi reputasi SpaceX. Ketiga, reputasi Pemda Biak Numfor dalam mengamankan program Pemerintah RI dan merespon aspirasi masyarakat adat. Pemda sudah langsung menyatakan terima program ini. Sikap “jemput bola” itu barangkali bertujuan untuk amankan program nasional dalam bayangan azas manfaat luas terutama bidang ekonomi dan pengembangan IPTEK (SDM).

Timbul pertanyaan. Apakah Pemda punya argumen valid? Pemda Biak tidak perlu study banding ke luar Biak untuk pelajari hikmah dari kegagalan program skala nasional dan internasional di Biak. Kabupaten Biak Numfor sendiri punya segudang pengalaman gagal di masa lalu : KAPET gagal. Hotel Marauw gagal. BMJ gagal. Bandara Internasional gagal. Dalam semua kegagalan itu, yang paling terpuruk adalah nasib kawasa suprimanggun Sup Byak pemilik hak kesulungan Myos Karui ini.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Keempat, reputasi tokoh adat. Media berjasa memviralkan aspirasi penolakan dari tokoh adat. Banyak argumen sudah disebut[5].

Selain kekuatiran yang disampaikan dalam berita ini, ada pula gelombang kekuatiran lain susul menyusul.

Bagaimana kalau roket gagal meluncur lalu meledak di langit Biak? Apakah serpihan dan korban hanya berada di radius 110 ha di Biak Utara yang sudah dibebaskan saja? Bagaimana kalau struktur pulau Biak berubah (retak) karena pengaruh peluncuran roket lalu terjadi gempa, apakah tidak terjadi patahan yang merusak kehidupan di seluruh pulau Biak?

Kekuatiran ini manusiawi. Tapi sebagai orang awam, timbul juga pertanyaan : apakah argumen di atas objektif dan ilmiah ataukah itu hanya ekspresi kekuatiran yang utopis ? LAPAN “mematahkan” argumen awam itu dengan “bukti” di negara lain.

Tapi rumus yang sama dapat diterapkan terhadap “bukti-bukti” dalam sanggahan LAPAN … apakah LAPAN menyampaikan fakta atau propaganda?

Wos Kaku

Untuk jaga reputasi, adat Biak memiliki protokol etik untuk menguji isi dari pernyataan itu. “Ine indo wos kaku dirya ke wos kakuba”? Apakah pernyataan itu benar (wos kaku) atau tidak benar (wos kakuba)?

Akan bijak jika kita mencari informasi kritis dan objektif, sebelum membuat keputusan. Bila adalah objektif bahwa program ini akan mendatangkan malapetaka maka sama-sama kita tolak. Bila program ini sejujurnya adalah berkat mari kita negosiasikan yang terbaik.

Perlu Kankain Be Sren 

Pada konteks seperti ini, leluhur orang Byak ada mewariskan kearifan untuk resolusi konflik. Paling sakral adalah “kankain be sren” atau konsultasi yang dilakukan berlandaskan kejujuran yang dipertaruhkan secara polos di muka TUHAN dan adat demi masa depan kita dan anak cucu kita. Tokoh adat paham caranya : tanah, pohon, udara jadi saksi. Sakral secara adat.

Kita mulai dengan pertanyaan, “Apa maksud TUHAN bagi kita dalam perkara ini? Apa peran terbaik kita dalam mewujudkan maksud TUHAN itu?” Bukan sekedar menyatakan pikiran yang kita klaim sebagai “rencana TUHAN” tetapi benar-benar hadirkan TUHAN. Para rohaniwan paham caranya. Itulah Kankain Be Sren.

Hasil dari Kankain Be Sren idealnya adalah rumusan visi yang timbul dari motivasi syowi (kasih) untuk hasilkan babesyowi (berbagai tindakan baik) bagi kawasa Byak (dan Papua dan Indonesia) baik yang ada saat ini maupun generasi mendatang.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Alangkah ideal jika Kankain Be Sren menghasilkan surat yang diteken oleh Bupati, Ketua DPRD, Ketua Dewan Adat, Tokoh Adat, Tokoh Agama dikirim kepada Pemerintah RI dan CEO SpaceX. Bukan untuk tolak atau terima tapi untuk undang mereka datang sampaikan “wos kaku” secara komprehensif dan objektif. Baik “wos kaku” dari perspektif SpaceX, perspektif Pemerintah RI, Pemda BN, representative masyarakat adat maupun ahli independen yang memiliki reputasi di mata dunia yang dipercaya oleh kalangan yang menolak.

Cara itu bukan hal yang mustahil dilakukan. Tahun 2010 – 2012, Dewan Adat Kankain Kakara Byak (diwakili Mananwir Beba Yan Pieter Yarangga dan Drs. Willy Mandowen alm) bekerja sama dengan Sinode GKI di Tanah Papua (Ibu Pdt. Yemima Krey) menyurati PGI dan Dewan Gereja Sedunia untuk meminta DGD (c.q. Pdt. Dr. Nababan) menghubungi Gereja Orthodox Rusia untuk mendorong pimpinanan Proyek Air Launch Sattelite (SAL) Poliyet Rusia melakukan sosialisasi “wos kaku” tentang proyek itu dan negosiasi dengan masyarakat adat Byak. Bupati Biak Numfor (Bpk Yusuf Maryen) dan Ketua DPRD BN (Bpk Nehemia Wospakrik) mendukung secara serius. Dukungan juga diperoleh dari Dr. Siegfried Zoellner yang gigih mengadvokasi HAM di Tanah Papua melalui jaringan Papua Netswerk di Jerman maupun oleh Prof. Dr. Ing. Peter Krammer (ahli antariksa Jerman) yang melakukan loby ke investor Jerman yang berencana kerjasama dengan Manajemen Poliyet dalam proyek Air Launch Sattelite (SAL) di Bandara Frans Kaisiepo Biak. Aspirasi ini dibahas hingga Pimpinan Gereja Orthodox Rusia di Vatican dalam meeting di Milan, Italy (2012). Pimpinan Gereja Orthodox Rusia menjawab aspirasi masyarakat adat Byak itu dengan memberkati pimpinan Poliyet untuk sosialisasi “wos kaku” dan negosiasi dengan suprimanggun Byak.

Sayang sekali, rencana sosialisasi yang sudah dipersiapkan dalam koordinasi hingga tingkat Dubes Rusia untuk Indonesia untuk dilakukan pada Agustus 2012 itu gagal karena persoalan teknis dan politik, terutama di pihak Rusia. Tapi juga keseriusan dukungan pihak pemerintah Indonesia tidak maksimal.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Satu contoh lagi yaitu The Independent Advisory Panel (TIAP) yang dibentuk oleh Pemegang Saham BP Global pada tahun 2002 untuk jaga reputasi BP. TIAP menjaring aspirasi dari semua stakeholders baik di kampung2 di Teluk Bintuni sampai para pejabat di tingkat distrik, kabupaten, Jakarta, London, Washington. Pula pandangan observer independen, akademisi, LSM pro HAM dan lingkungan, bahkan tokoh-tokoh pro Papua Merdeka, dalam dan luar negeri. Semua aspirasi “wos kaku” dirangkum dan disampaikan langsung kepada CEO BP Global.

Dinamika politik nasional pasca runtuhnya rezim Orde Baru 1998 saat itu masih tinggi sekali. Juga di Tanah Papua dinamika politik Pro M vs Pro O tinggi. Pada konteks itulah TIAP mencari win win solution. Mereka kerja selama 10 tahun sejak dibentuk lalu digantikan TIAP Jilid II dengan otoritas yang diperkecil seturut makin stabilnya operasi BP.

TIAP Jilid I dipimpin dan beranggotakan tokoh-tokoh terpercaya dan memiliki reputasi internasional. Ketuanya adalah Senator George Mitchell (mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat AS), Lord Hanney (Mantan Dubes Inggris utk PBB), Sabam Sirait (Mantan Dubes Indonesia untuk Australia), Pdt. Herman Saud (Ketua Sinode GKI di TP). Mereka memiliki reputasi untuk mendengarkan dan melanjutkan “wos kaku”. Sekali saja mereka melakukan pembohongan publik maka reputasi mereka hancur. Dan itu tidak pernah terjadi.

Barangkali ada pengalaman terbaik lain yang bisa dicontohi.

Langkah di atas adalah langkah pra-kondisi sosial untuk mendapatkan “wos kaku” sebagai basis membangun reputasi baik semua pihak. Para pihak dapat memperkecil perbedaan dan menyatukan sikap apabila memiliki reputasi baik.

Apabila dari “wos kaku” itu lahir keyakinan bahwa proyek ini adalah berkat TUHAN bagi kawasa Byak, Papua, Indonesia dan dunia maka kita terima bersama. Dan dilanjutkan dengan memberi dukungan untuk pembuatan kerja sama yang antara lain mewajibkan operator proyek membiayai pelaksanaan study AMDAL, baik lingkungan maupun sosial.

Bila “wos kaku” pada tahap awal memberi indikasi valid mengenai resiko malapetaka bagi kita sebagai dampak proyek itu, mari kita tolak sebagai babe oser. (*)

 

Referensi:

[1] https://www.satuharapan.com/read-detail/read/ri-bantah-jadikan-biak-landasan-peluncuran-roket-spacex
[2] https://bisnis.tempo.co/read/1430051/ri-bakal-tawarkan-elon-musk-bangun-landasan-roket-di-biak-papua
[3] https://www.jac-outsourcing.co.id/blog/2020/12/will-space-x-chose-indonesia-as-their-investment-destination
[4] https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210310163218-199-616128/lapan-buka-suara-warga-biak-papua-tolak-proyek-roket-spacex
[5] https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-011568725/warga-papua-murka-usai-jokowi-tawarkan-pulau-biak-kepada-elon-musk-untuk-landasan-spacex

Artikel sebelumnyaTAPOL: Teroris Menyerang Warga Sipil, Tidak Seperti OPM
Artikel berikutnyaPemprov Papua Rekomendasikan Blok Wabu Dikelola MIND ID