NABIRE, SUARAPAPUA.com — Jumlah judul buku dari dan tentang Papua bertambah lagi dengan hadirnya karya Emanuel Gobay, direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua.
Emanuel Gobay menerbitkan buku berjudul “Pendokumentasian Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Berat Tahun 2020”.
Buku tersebut diluncurkan sekaligus dibedah Senin (12/4/2021) di Hotel Horison, Kotaraja, Abepura, Kota Jayapura, Papua.
Emanuel menjelaskan isi buku yang ditulis selama beberapa waktu terakhir tak terlepas dari kiprahnya mengadvokasi berbagai kasus kemanusiaan dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua selama setahun silam.
Sejumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas HAM RI Perwakilan Papua, kata Emanuel, dianalisis dan diulas melalui buku dengan sub judul ‘Operasi Kamtibmas didukung Operasi Militer dibalik pembangunan investasi lahirkan pelanggaran HAM berat di Papua’.
“Berdasarkan analisis LBH, isi buku ini mengarah pada Undang-undang nomor 9 pasal 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Selama ini banyak kebijakan tidak pro-rakyat yang diterapkan negara di Tanah Papua, pada akhirnya pelanggaran hak asasi manusia sulit dikendalikan. Kami mencoba mengungkapnya melalui buku ini,” tuturnya.
Ia berharap saran dari berbagai pihak terhadap isi buku ini agar dapat disempurnakan kemudian.
“Karena itulah kami launching dan bedah buku pada hari ini,” kata Gobay.
Mantan relawan LBH Yogyakarta ini menjelaskan, pembungkaman ruang demokrasi juga disoroti dalam buku yang baru diterbitkan.
Tak terkecuali pendropan pasukan TNI dan Polri berlebihan ke Papua, lanjutnya, dianggap turut berandil menambah deretan panjang kasus pelanggaran HAM.
Salah satu bagian ulasan dalam buku ini rentetan peristiwa berdarah yang terjadi di kabupaten Nduga sejak awal Desember 2018. Juga, rangkaian kontak senjata di Intan Jaya yang kemudian memaksa warga mengungsi ke komplek Susteran dan Pastoran Paroki Santo Michael Bilogai, bahkan keluar daerah hingga ke Nabire dan Mimika.
Kasus lainnya di kabupaten Mimika dan Puncak pada akhir tahun 2020, dibahas pula dalam buku ini.
“Kasus-kasus tersebut sudah kami laporkan ke Komnas HAM Perwakilan Papua. Pastinya kami akan terus advokasi agar diproses sesuai mekanisme hukum di negara ini,” ujarnya.
Kegagalan implementasi Otonomi Khusus (Otsus) dalam berbagai dimensi kehidupan, pemenuhan hak masyarakat adat, kehancuran tanah adat, penguasaan tanah adat oleh negara melalui para pemodal atau kapitalis, marginalisasi masyarakat adat dalam berbagai aspek pembangunan, dan lain sebagainya, sedikit banyak dikupas dalam buku ini.
“Pada prinsipnya, ‘perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintahan’, sebagaimana diatur pada pasal 28 i ayat 4 UUD 1945. Sekalipun demikian, pada praktiknya, demi mengembangkan investasi baik melalui program pembangunan dan pengolahan sumber daya alam sejak tahun 1960-an sampai 2020 di wilayah Papua justru menunjukkan fakta pemerintah tampil sebagai subjek pelaku pelanggaran hak konstitusional warga negara sebagaimana yang dialami oleh warga kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak, dan Mimika,” dikutip dari kata pengantar.
Gobay menyatakan sangat terbuka menerima usul atau saran, bahkan koreksi terhadap isi buku karyanya. Dengan itu, ia akan memperbaikinya di edisi revisi.
Elvira Rumkabu, akademisi Universitas Cenderawasih, mengapresiasi ketekunan direktur LBH Papua di tengah kesibukan tiap hari menerima berbagai pengaduan bahkan dengan sigap selalu mengadvokasi kasus-kasus yang menimpa warga negara Indonesia di Tanah Papua.
Bagi Elvira, buku semacam ini sangat penting selain sebagai referensi bagi dunia pendidikan serta siapapun termasuk generasi berikut, juga rujukan bagi pengambil kebijakan dalam mengatasi ruwetnya pelbagai persoalan kemanusiaan di Tanah Papua.
“Selama tahun 2020 banyak kejadian tragis yang sedikit banyak diangkat dalam buku ini. Kita bisa baca di sini datanya cukup ya. Salut untuk penulis buku ini,” ucapnya.
Sambutan hangat terhadap kehadiran buku ini datang dari Laurenzus Kadepa, anggota DPRP.
Legislator Papua ini menilai buku karya Emanuel Gobay sebagai sebuah catatan berharga yang layak dicermati semua pihak mengingat Papua masih subur dengan berbagai kasus HAM dan kegagalan negara di negeri kaya raya ini lebih-lebih di era Otsus.
Banyaknya persoalan di Tanah Papua, ujar Kadepa, harus terus diungkap ke publik.
“Generasi muda Papua harus terus tingkatkan budaya menulis, entah buku atau apapun bentuknya, mengungkap berbagai persoalan yang terjadi di sekitar kita, di tengah masyarakat kita. Pena harus terus diasah. Tidak perlu takut jika tulisan kita didukung dengan data-data faktual,” tutur Kadepa.
Pewarta: Markus You