PartnersPemerintah PNG Kembali Bersepakat Dengan "Iblis" Melanjutkan Penambangan Porgera

Pemerintah PNG Kembali Bersepakat Dengan “Iblis” Melanjutkan Penambangan Porgera

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pemerintah Papua Nugini telah melakukan kesepakatan dengan tambang Porgera yang disebut dengan “setan” untuk membuka kembali tambang besar yang belakangan ini sempat dibekukan di wilayah pegunungan PNG.

Kesepakatan itu dilakukan kembalai dengan adanya kondisi ekonomi PNG yang kontraksi akibat pandemi. Pemerintah PNG telah mencapai kesepakatan dengan perusahaan Barrick Gold yang berbasis di Kanada itu.

Tambang yang berlokasi di provinsi Enga PNG itu telah lama beroperasi selama 30 tahun, hingga satu tahun lalu sempat ditutup setelah pemerintah PNG menolak Barrick dan mitra usaha patungannya di Barrick Niugini Ltd, dan Zijin Mining of China.

Ada berbagai alasan di balik tidak adanya pembaruan kontrak penambangan tersebut. Usaha patungan yang disebut tersebut mendapat tentangan yang mendalam dari pemilik tanah dan penduduk Porgera atas masalah yang mengganggu, terutama masalah lingkungan dan social. Termasuk manfaat ekonomi yang minim bagi masyarakat setempat.

Selain itu, meskipun tambang tersebut menjadi salah satu operasi penambangan emas penghasil terbesar di dunia, pemerintah PNG merasa negara itu tidak mendapatkan cukup potongan dari keuntungan.

Pemerintah PNG yang dipimpin James Marape setelah mengambil alih pemerintahan dari Peter O’Neil menyarankan PNG akan mengoperasikan tambang tersebut oleh pihaknya. Tetapi dengan kurangnya modal, dan krisis kesehatan akibat Covid-19, prospek untuk rencana pengembangan menjadi jauh dan sulit.

Untuk sementara, ribuan pekerja kehilangan pekerjaan, sementara pemerintah pusat dan provinsi Enga kehilangan pendapatan dari perusahaan tersebut.

Menurut Menteri Pertambangan Johnson Tuke pada upacara penandatanganan perjanjian di Port Moresby mengatakan, Pemerintah PNG memutuskan untuk bersikap pragmatis.

“Meskipun Barrick telah membawa kami ke pengadilan, kami bekerja dalam harmoni. Lebih baik bekerja dengan iblis yang anda kenal daripada iblis yang tidak anda kenal,” katanya disambut tawa hangat dari perwakilan Barrick yang hadir.

Baca Juga:  Manasseh Sogavare Mengundurkan Diri Dari Pencalonan Perdana Menteri

Setelah berbulan-bulan negosiasi yang sulit, kesepakatan telah dibuat antara negara Pasifik yang kaya sumber daya dan kekuatan modal global, memberikan kepemilikan mayoritas PNG atas tambang tersebut.

Sebelumnya, Barrick Niugini memiliki 95 persen kepemilikan atas operasi penambangan tersebut. Sisa 5 persen dibagikan di antara pemerintah PNG dan pemilik tanah lokal.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, kepemilikan tambang akan dialihkan ke perusahaan patungan baru, yang akan dimiliki 51 persen oleh PNG dan 49 persen oleh Barrick Niugini Limited, operator tambang.

Perjanjian tersebut juga memberi pemangku kepentingan PNG – pemerintah dan pemilik tanah – 53 persen dari keuntungan ekonomi dari tambang.

Perdana menteri mengatakan negosiator negara mendapatkan kesepakatan terbaik yang mereka bisa lakukan untuk PNG.

“Barrick dan BNL (Barrick Niugini Ltd) akan menanggung biaya hampir 65 persen untuk membiayai kembali pembukaan kembali tambang, dan kami memberikan kontribusi sebesar 36 persen untuk memulai kembali tambang. Tambang emas membutuhkan banyak modal setiap saat,” katanya.

Marape mengatakan Barrick akan menanggung bagian PNG dari biaya pembukaan kembali tanpa bunga.

“Daripada kita pergi ke bank, meminjam dengan 6 persen atau 7 persen, Barrick akan memajukan kita 36 persen (biaya) yang seharusnya kita bayar dengan bunga nol persen,” jelas Marape.

Bagi Barrick dan Zijin, membuka kembali tambang sesegera mungkin adalah prioritasnya. “Bagi BNL, Barrick Niugini, waktu adalah uang,” kata Kepala Eksekutif Barrick Mark Bristow pada upacara penandatanganan.

Baca Juga:  Angkatan Bersenjata Selandia Baru Tiba di Honiara Guna Mendukung Demokrasi Pemilu Solomon
Pemandangan udara di pertambangan emas terbuka Porgera di Enga Province, PNG. (Zijin Mining)

Dengan musim hujan PNG baru-baru ini yang berdampak pada tambang terbuka di Porgera, dia mengatakan akan membutuhkan setidaknya tujuh bulan untuk membuat tambang beroperasi kembali.

“Jadi, menjadi kepentingan kami untuk bekerja keras agar tambang tersebut menghasilkan pendapatan lagi,” jelas Bristow, seraya menambahkan bahwa mereka berharap untuk mendapatkan produksi ke tingkat yang bahkan melebihi tingkat sebelumnya.

Keluhan pemilik hak ulayat tanah

Terlepas dari antusiasme Barrick dan pemerintah PNG, masalah pemilik tanah membayangi rencana untuk membuka kembali tambang emas Porgera.

Berbagai kelompok pemilik tanah lokal memiliki keluhan yang belum terselesaikan dengan operasi penambangan, termasuk perusakan lingkungan, serta pemerkosaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang mempengaruhi masyarakat lokal.

Phillip Marokon dari Asosiasi Akali Tange, pemilik tanah di Porgera mengatakan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam perjanjian penandatanganan tersebut.

“Barrick sepertinya tidak pernah mengejar masalah kami – negara bagian dan Barrick. Jadi masalah luar biasa ini masih menunggu, tetapi mereka tidak pernah memberi tahu kami sebelumnya tentang apa yang terjadi, dan kesepakatan telah ditandatangani,” kata Marokon.

Selain masalah persetujuan pemilik tanah, pemerintah masih harus menangani penetapan komitmen pembangunan PNG, Enga dan Porgera di bawah usaha tersebut.

Ia mengatakan fokus pemerintah berikutnya, sebelum pembukaan kembali tambang, adalah mengatasi masalah dalam forum pemilik tanah Porgera. Dirinya tahu bahwa tantangan pemilik tanah terbukti menghalangi peluang pembukaan kembali tambang tahun ini.

“Sebagai pemilik tanah yang terkena dampak, kami benar-benar tidak ingin mereka (penambang) datang. Mereka harus menyelesaikan masalah kami dulu,” jelas Marokon.

Tetapi para pemimpin terpilih PNG menunjukkan wajah optimis tentang perjanjian itu sebagai bagian positif menghadapi lonjakan angka pengindap Covid-19 yang mengkhawatirkan dialami di seluruh negeri.

Baca Juga:  Partai-Partai Oposisi Kepulauan Solomon Berlomba Bergabung Membentuk Pemerintahan

Gubernur Enga, Peter Ipatas, mengatakan bahwa provinsinya senang bahwa kesepakatan kerangka kerja telah dicapai setelah apa yang disebutnya sebagai “perjalanan panjang”.

Peter telah menjadi gubernur Enga selama 23 tahun terakhir, dan tahu seberapa besar dampak dari pembekuaan tambang tersebut.

“Terlepas dari semua bentrokan yang dilakukan Tuan Bristow dan tim kami, itu semua untuk kepentingan rakyat kami,” kata Peter pada upacara penandatanganan.

“Ini bukan masalah pribadi, tetapi pada akhirnya kami harus mendapatkan seseorang yang akan membantu kami dan bekerja dengan iblis yang saya kenal … dan itu adalah Barrick.”

Tidak jelas apakah Barrick akan meningkatkan upaya perbaikan untuk mengatasi warisan pemerkosaan dan kekerasan oleh kontraktor keamanan dan masalah sosial lainnya di area sewa tambang, atau pola kerusakan lingkungan tambang.

Tetapi Mark Bristow mengutip ungkapan yang digunakan dalam kebijakan luar negeri Tiongkok saat membuka tentang strategi perusahaannya di Porgera.

“Orang-orang di industri selalu berbicara tentang ‘win win’. Tapi yang kami bicarakan adalah konsep win win dan memasukkannya ke dalam kesepakatan. Dan, Anda tahu ketika saya bergabung dengan Barrick, satu hal yang saya katakana adalah bertujuan untuk mencapai apa yang kami ingin, di mana menjadi perusahaan pertambangan paling bernilai di dunia. Itu artinya kami ingin diterima oleh generasi mendatang,” Bristow.

Perjanjian tersebut juga mencakup opsi bagi PNG untuk memperoleh seluruh tambang dengan nilai pasar yang wajar setelah 10 tahun.

 

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Diduga Dana Desa Digunakan Lobi Investasi Migas, Lembaga Adat Moi Dinilai...

0
"Tim lobi investasi migas dibentuk secara sepihak dalam pertemuan itu dan tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat adat di wilayah adat Klabra. Dan permintaan bantuan dana tidak berdasarkan kesepakatan masyarakat dalam musyawarah bersama di setiap kampung. Maka, patut diduga bahwa dana tersebut digunakan untuk melobi pihak perusahaan," tutur Herman Yable.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.