SORONG, SUARAPAPUA.com — Yohanis Mambrasar, pengacara dari Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia Papua mendesak pemerintah Indonesia untuk segera merubah kebijakan keamanan di kabupaten Tambrauw, provinsi Papua Barat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia perlu membentuk tim untuk menyelidiki kematian Moses Yewen.
Menurutnya, kasus kematian Moses Yewen yang secara tiba-tiba menimbulkan pertanyaan semua pihak.
“Moses Yewen (45) merupakan korban penganiayaan oleh oknum Satuan Tugas (Satgas) Pamrahwan Yonif RK 762/VYS pada tanggal 9 April 2021 yang kemudian meninggal secara tiba-tiba tanggal 7 Mei 2021. Banyak pihak menduga, kematian Moses Yewen merupakan dampak dari penganiayaan yang pernah dialami sebelumya,” ujar Mambrasar, Jumat (14/5/2021) kemarin.
Untuk membuktikan, ia mendesak Komnas HAM RI segera membentuk tim dan turun ke Fef, ibukota kabupaten Tambrauw.
“Komnas HAM RI harus turun untuk selidiki kasus ini. Proses hukum pelaku penganiayaan terhadap Moses Yewen seadil-adilnya dan secara transparan, serta pecat pelaku,” tegasnya.
Koordinator Forum Intelektual Muda Tambrauw Cinta Damai (FIMTCD) ini menegaskan kepada pemerintah pusat agar segera menghentikan pembangunan pos-pos militer di wilayah kabupaten Tambrauw.
“Segera hentikan pembangunan Kodim 1810, Koramil-koramil baru di seluruh Tambrauw. Tutup juga Satgas Pamrahwan Yonif RK 762/VYS dari Fef dan Miyah. Sejak tahun 2012-2021, kami mencatat sudah terdapat banyak kasus kekerasan militer terhadap warga sipil di kabupaten Tambrauw,” ujar Mambrasar.
Terpisah, Niko Yeblo, salah satu mahasiswa Tambrauw, mengatakan, sejak 2018 silam mahasiswa dan masyarakat adat telah berupaya mendesak pemerintah kabupaten Tambrauw untuk menolak kehadiran Kodim di wilayah Tambrauw.
“Tambrauw ini daerah pemekaran baru yang sangat dibutuhkan itu guru, tenaga medis, serta pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Bukan militer,” ujar Yeblo.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You